47 | Payung

30 2 0
                                    

Aneisha melepaskan sepatunya di ruang tamu. Sedangkan Elvano sibuk membersihkan helmnya yang tidak sengaja terkena noda.

"El, gue boleh tanya sesuatu?" ucap Aneisha tiba - tiba. Pertanyaan itu sedikit membuat El berdebar, apa yang akan ditanyakan?

"Boleh."

"Kenapa lo suka sama gue?"

Astaga. Bisa - bisanya Aneisha menanyakan ini langsung padanya. Sekarang apa yang harus El katakan? Ia sendiri bahkan tidak tahu alasannya.

Elvano terlihat gugup. "Gue gak tau," jawabnya.

"Kenapa harus sukanya gue? Di sekolah juga banyak cewek cantik lain, salah satunya Amanda,"

"Amanda bukan tipe gue."

Aneisha menghela nafas berat. "Tapi lo tau perasaan lo bakal berakhir kayak gimana kan? Gue gak bisa bales rasa sayang lo itu. Gue cuma anggep lo sahabat dan kakak gue,"

"Kalo bukan karena Tuhan titipin perasaan ini, gue juga gak mau suka sama sahabat sendiri, Sha," ujar Elvano dengan sedih. Siapa yang akan menduga perasaan ini? El tidak mau menghancurkan persahabatan mereka.

"Gue capek, Sha,"

"Gue gak bisa kendaliin perasaan ini, gue tau lo gak akan bisa jadi milik gue. Tapi gue selalu pengen berusaha jadi yang terbaik buat lo. Gue benci sama diri gue yang egois kayak gini. Beberapa temen gue suka banding - bandingin gue sama Gevariel karena lo, dan gue gak punya keluarga yang bisa jadi tempat keluhan gue. Gue selalu berusaha berubah jadi lebih baik buat lo," lanjut El.

Kata - kata El sungguh membuat Aneisha terdiam. Mata Aneisha berkaca - kaca, dan bibirnya tidak mampu mengucapkan apapun. 

Aneisha memeluk Elvano. Ia memeluk begitu erat dan tulus, ia tak ingin Elvano merasa sendirian atau membenci dirinya. "Lo gak perlu harus jadi sempurna di mata semua orang. Lo punya gue, oke?".

Elvano hanya diam di pelukan Aneisha. Ia hanya ingin menikmati kehangatan yang diberikan Aneisha.

"Tolong jangan jauhin gue lagi. Gue butuh lo," ucap Aneisha sambil mengelus punggung Elvano. Dan Elvano mengangguk sebagai jawaban.

>><<

Kriinggg.. Kriingg...

Bel pulang sekolah akhirnya berbunyi. Rasanya hari ini melelahkan sekali, ada banyak tugas dan beberapa ulangan mendadak. Tapi untunglah sekarang waktunya pulang dan beristirahat di rumah.

Tetapi, ternyata langit mendung. Sepertinya akan turun hujan deras,  sialnya Aneisha tidak membawa payung. Padahal Aneisha ingin mampir ke minimarket untuk membeli es krim kesukaannya.

"Ah, kenapa harus hujan sih? Gue pengen beli es krim," keluh Aneisha bermonolog.

Ghea tersenyum menghampiri Aneisha. "Gue pulang duluan ya! Lo jangan sampe kehujanan,"

"Iya. Sana pulang! Byeeee," respon Aneisha.

Hujan semakin deras. Aneisha hanya diam memandangi langit yang gelap itu. Bagaimana ia bisa ke minimarket jika tanpa payung? Adakah seseorang yang ingin meminjamkannya?

Tiba - tiba seorang penolong datang, tentu saja Elvano. Ia selalu hadir ketika Aneisha membutuhkannya, tanpa mencarinya.

El menepuk bahu Aneisha. "Mau kemana?" tanya El.

"Ke minimarket. Lo kok belom pulang?"

"Gue masih ada urusan. Nih, pake payung gue aja, nanti balikin di pos satpam," ucap Elvano sambil menyodorkan payung miliknya.

Aneisha mengangguk semangat. "Makasih ya! Akhirnya gue bisa beli es krim,"

"Gue masuk dulu ya. Lo hati - hati, Sha," pamit Elvano sambil berjalan masuk ke dalam sekolah.

Ketika Aneisha ingin melangkah, ia melihat Gevariel sedang duduk sendirian di dekat gerbang sekolah. Apakah Gevariel baik - baik saja? Aneisha berusaha untuk tidak memedulikannya, tapi rasa khawatirnya terlalu besar.

Aneisha akhirnya memutuskan untuk berlari menghampiri Gevariel.

"Lo ngapain disini?" tanya Aneisha dengan suara agak keras karena hujan lebat.

"Nunggu hujan reda. Gue gak bisa pulang," jawab Gevariel cuek. Mengapa laki - laki ini kembali bersikap dingin?

"Lo ikut gue ke minimarket aja daripada disini sendirian,"

Gevariel menggeleng. "Gak pengen."

Aneisha kemudian menarik tangan Gevariel mendekat padanya. Jantung Aneisha berdebar lagi ketika menyadari tubuhnya dengan Gevariel sangat dekat saat ini. Ia sedikit menyesal melakukan ini semua.

"Ayo," ujar Gevariel menyadarkan Aneisha yang melamun. Aneisha menelan ludahnya. "I-iya.." jawab Aneisha gugup.

Mereka pun berjalan bersama di bawah payung itu ke minimarket yang berada di seberang sekolah. Sayangnya, Elvano yang baru saja mau ke toilet malah menyaksikan kejadian itu. Hatinya kembali remuk, ia benci melihat Aneisha bersama Gevariel.

"Lo bego, El. Seharusnya lo gak usah kasih payung itu," ucap Elvano mengutuk dirinya.

Tibanya di minimarket itu, Aneisha langsung berlari ke kulkas yang berisi banyak es krim dan mengambil dua es krim, untuknya dan Gevariel. Lalu, ia langsung menuju kasir untuk membayarnya.

Gevariel tersenyum tipis melihat Aneisha yang bersemangat untuk sebuah es krim seperti itu. Ia selalu menggemaskan.

"Nih buat lo," ucap Aneisha sambil meletakkan es krim untuk Gevariel di meja.

"Lo yang bayarin?" tanya Gevariel.

"Santai aja. Cepet makan keburu meleleh,"

Suasana itu canggung sekali. Mereka berusaha sibuk dengan es krimnya dan tidak saling memandang. Tetapi, jantung Aneisha dan Gevariel sungguh berdegup begitu kencang.

Aneisha berdeham. "Lo abis ini langsung pulang?" tanya Aneisha basa basi. Tetapi, Gevariel hanya mengangguk.

"Duh, gue harus ngomong apa lagi? Kenapa dia jadi balik dingin ke gue sih?" gumam Aneisha kesal.

"Lo kesel sama gue?" tanya Aneisha to the point.

Gevariel menatapnya dengan sebelah alisnya naik. "Kenapa nanya gitu?"

"Lo beda. Sekarang jadi cuek ngeselin kayak pertama kali ketemu,"

"Kan lo bukan pacar gue lagi," jawab Gevariel dengan santai. Jawaban itu menyakitkan untuk Aneisha, walaupun itu memang benar. Bagaimana bisa - bisanya Gevariel dengan mudah berubah begitu saja?

Aneisha mendengus kesal. Ia meletakkan es krim miliknya. "Emang harus ya lo baik cuma ke pacar doang?" ucap Aneisha.

"Gue maunya gitu,"

Benar - benar menyebalkan sekali manusia ini. Rasanya Aneisha ingin meninju wajahnya, tetapi mengingat Gevariel lebih pandai berkelahi, jadi lebih baik Aneisha mengurungkan niatnya.

"Lo sampe kapan mau putus dari gue?" tanya Gevariel sambil melahap es krimnya.

"Maksudnya?"

"Gue tau suatu saat lo bakal balik ke gue. Kapan?"

Aneisha menatapnya dengan wajah terkejut sekaligus bingung. Mengapa laki - laki dingin ini sangat percaya diri? Memang rasa sayang Aneisha begitu besar untuk Gevariel, tetapi bukan berarti ia mudah untuk mau balikan.

Kemudian, Gevariel beranjak dari kursinya. "Gak usah dijawab. Gue pulang duluan ya," pamitnya. Dan ia benar - benar pergi dari sana, membiarkan Aneisha yang masih terdiam dan membeku.

"Seandainya ngebunuh orang itu gak dosa, bakal gue bunuh terus gue cincang jadi perkedel!" umpat Aneisha sambil memukul-mukul meja.

-------

ES REGNETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang