15 | Rasa Cemburu

44 6 0
                                    

Sepulang sekolah, Gevariel yang mau menuju kantin untuk membeli minuman, tidak sengaja melihat Aneisha yang sedang berbincang berdua dengan Rian.

Gevariel bersembunyi di balik tembok, berada tidak jauh dari mereka. Ia penasaran apa yang mereka bicarakan sampai tertawa bercanda bersama. "Mereka kan gak terlalu akrab, kenapa tiba - tiba bisa ngobrol berduaan? Ah, kenapa juga gue harus penasaran".

Kemudian, Gevariel melihat Rian mulai merangkul Aneisha dengan santai. Gevariel membalikkan tubuhnya dan berusaha menenangkan amarahnya.

Tiba - tiba Aneisha lewat dan melihat Gevariel berdiri disana. Spontan Gevariel langsung berakting batuk - batuk dan mengalihkan pandangannya. "Apa?" tanya Gevariel galak. Ia tidak siap Aneisha menciduknya seperti ini, rasanya malu sekali.

"Lo lagi ngapain? Kok disini sendirian? Gak pulang?" tanya Aneisha.

"Gak usah ngatur gue," jawab Gevariel. Kemudian, Ia hendak pergi namun Aneisha mengenggam tangannya dan tersenyum manis. "Stalking gue yaa?" ledeknya.

Gevariel sangat salah tingkah dan jantungnya berdetak tak karuan. "Apaan sih? Gue-"

"Cemburu? Gue cuma ngobrol sama Rian tentang tugas sekolah. Lagian gue sama dia gak mungkin saling suka, udah temenan dari lama," ujar Aneisha.

"Gue gak nanya, gak peduli juga," sahut Gevariel. Perasaannya tenang dan amarahnya mendadak hilang mendengar penjelasan itu. Tapi, kenapa muncul rasa marah? Apakah benar Ia cemburu? Tapi, cemburu kan hanya dialami untuk orang yang memiliki rasa sayang.

Lalu, Gevariel tidak berkomentar apapun lagi dan bergegas pulang.

Aneisha hanya tertawa puas melihat tingkah laku Gevariel seperti itu. Rian menghampiri Aneisha dan mereka tos dengan riang. "Berhasil!" teriak Rian bersemangat.

Ya, ini adalah rencana Rian. Mereka ingin mengusili Gevariel dengan membuatnya cemburu, sehingga semakin lama Gevariel akan menyadari perasaannya. Aneisha tak menyangka cara ini benar - benar ampuh, mampu membuat Gevariel penasaran dan bahkan memperhatikan mereka dari kejauhan.

"Ide lo keren juga, Rian."

"Lo mau gue uji juga? Biar lo sadar sama perasaan lo sendiri. Gue tau lo masih ragu juga sebenernya," ledek Rian. Kemudian, Aneisha membisu kembali. 

"Gue pulang duluan ya, Rian. Makasih," ujar Aneisha. Rian mengangguk.

Gevariel tiba - tiba muncul dan menghalangi jalan Aneisha dengan tubuhnya yang tinggi.

"Eh kaget!" teriak Aneisha spontan.

"Mau gue anter pulang gak?" tanya Gevariel cuek. Aneisha terkejut mendengar ajakan Gevariel. "Apa dia marah karena tadi jadi mau ngerjain gue balik?".

Aneisha menggeleng. "Gak mau, gue bisa pulang sendiri kok". Gevariel yang tidak ingin berdebat, langsung menarik tangan Aneisha ke motornya dan menyodorkan helm.

"Ih.. Sakit tangan gue ditarik kayak gini! Lepasinn," jerit Aneisha kesakitan. Gevariel menatapnya dan berkata, "Jangan bawel, nurut aja."

Aneisha memakai helmnya, namun tidak mau menaiki motor Gevariel. 

"Naik," ucap Gevariel.

"Lo mau ngerjain gue ya? Kenapa tiba - tiba jadi begini?" tanya Aneisha.

"Di jalan yang biasanya lo lewatin lagi ada tawuran anak SMA. Lo mau kepalanya pecah kena batu? Gue anter aja, gue tau jalan lain biar aman."

Aneisha akhirnya mengiyakan karena memang Ia takut jika terluka karena tawuran.

"Nunggu apa lagi?" tanya Gevariel mulai kesal.

"Lo jangan liatin gue, hadap ke arah lain dulu."

Kemudian, suasana terasa canggung karena Aneisha malu untuk berpegangan, tetapi Ia juga takut terjatuh.

"Gak pegangan?" tanya Gevariel kembali. Aneisha menunduk bingung. "Gue pegangan apa? Bahu aja gakpapa?".

"Gue nanti geli kalo lo megang bahu. Ya udah, pegangan seragam gue aja kalo malu," jawab Gevariel. Ia juga tidak siap jika Aneisha melingkarkan tangan di pinggangnya karena akan membuat jantungnya kembali berdegup kencang, mungkin saja Ia menjadi tidak fokus mengendarai motor.

Dengan perlahan Aneisha menggenggam erat baju seragam Gevariel dengan kedua tangannya. Dan akhirnya mereka pun melesat ke rumah Aneisha.

"Kok tau rumah gue?" tanya Aneisha ketika baru saja tiba di depan rumahnya.

"Gue tadi dikasih tau Ghea," jawabnya.

"Mau mampir ke dalem dulu gak?" 

"Males, ada musuh gue."

Aneisha mengerti yang dimaksud Gevariel adalah Elvano. Ia menghela nafas panjang. "Jangan musuhan. Gue udah bilang ke El, dan dia udah janji gak bakal macem - macem lagi."

"Kalo mau ribut lagi juga gue siap," sahut Gevariel ketus.

"Gev, gue sayang sama Elvano. Dia laki - laki yang bisa gue percaya selain papa gue. Walaupun gue bukan sayang dia sebagai seorang pria, tapi gue gak suka dia kena masalah, gue selalu khawatir setiap ada sesuatu yang terjadi sama dia".

Gevariel mengerti perasaan Aneisha. Sepertinya memang Aneisha tidak mungkin jatuh hati kepada Elvano, karena perasaan yang terlanjur ada hanyalah sayang sebagai keluarga.

"Gue balik duluan," pamit Gevariel.

>><<

Aneisha memandangi cermin sejak beberapa menit yang lalu.

"Gue jatuh cinta?"

"Gue beneran suka sama Gevariel? Masa sih?"

"Ya Tuhan, kalo memang aku dan Gevariel berjodoh, tolong-"

"Ih, gue kenapa sih? Gak jadi deh doa kayak gitu.."

"Emangnya gue cocok sama dia?"

Kemudian, Aneisha berpose dan membayangkan Gevariel berdiri di sampingnya. Ia semakin menyadari kalau ini memang benar - benar jatuh cinta.

Tokk! Tok!

Aneisha membuka pintu kamarnya, dan ternyata itu adalah Elvano.

"Hai! Ada apa kesini, El?" sapa Aneisha.

Elvano duduk di pinggir kasur Aneisha. "Tadi pulang dianter Gevariel? Kenapa?"

"Dia takut gue luka karena ada tawuran, sekalian ngirit ongkos gue pulang," jawab Aneisha sambil terkekeh.

"Sekalian dia jemput lo aja biar berangkat sekolah bareng," sindir Elvano. Aneisha mengerti kemana arah omongan Elvano yang seperti ini. Ia pasti masih kesal dan tidak suka Gevariel.

"Lo kenapa lagi, El? Masa gue gak boleh deket sama cowok lain? Lo gak bisa ngatur gue seenaknya," ucap Aneisha.

"Bukan gitu. Tapi, gue cuma-"

"Apa El? Lo gak cemburu kan? Tapi, kenapa segini protektifnya sih? Bahkan papa gue aja gak pernah ngatur pergaulan gue di sekolah," potong Aneisha. Ia mulai merasa kesal setiap Elvano berlebihan seperti ini.

Elvano memegang bahu Aneisha dengan lembut. "Sha, hal yang paling gue takutin di dunia adalah kehilangan."

"Dan tanpa gue sadari, ternyata gue udah mengalaminya. Gue kehilangan begitu banyak orang yang gue sayang, hal - hal penting, momen yang seharusnya indah. Apa sekarang gue juga harus kehilangan lo, Aneisha?"

Hati Aneisha rasanya terenyuh. Ia tidak memiliki sepatah katapun yang bisa dikatakan. Kini Ia merasa bersalah.

Lalu, Aneisha spontan memeluk Elvano, memeluknya sangat erat.

"Maaf, El.. Tapi, gue janji, gue gak akan tinggalin lo. Apapun yang terjadi, gue akan tetep di deket lo. Gue tadi cuma kesel karena reaksi lo kadang berlebihan setiap gue bahas Gevariel," ujar Aneisha dengan lembut.

"Jangan minta maaf. Gue cuma terlalu takut kehilangan lo, Sha. Mungkin emang gue berlebihan".

-----

ES REGNETWhere stories live. Discover now