De Denzel Miller - Waktunya Bergerak

142 16 9
                                    

[ Denzel ]
Waktunya Bergerak

[ Denzel ]Waktunya Bergerak

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

•••

“Ada apa Tuan Buldrick?” ponsel itu tergeletak di atas meja, bersama dengan pengeras suara yang diaktifkan Denzel, terlihat terhubung dengan panggilan bertuliskan Tuan Buldrick di layarnya, yang merupakan Ayah Victoria—Chaz Van Buldrick. Lidah pria beriris amber itu berdecak sembari menuntun jemarinya mengaitkan satu persatu kancing kemejanya. Belum sempat Chaz mengutarakannya, Denzel telah lebih dulu mencapai isi pikiran pria itu. “Victoria? Jika itu yang ingin kau bicarakan, waktuku tidak akan terbuang percuma untuk sebuah omong kosong semacam itu, Tuan Buldrick.”

Terdengar helaan napas panjang di seberang sana, Denzel tersenyum sarkarstik. Meraih jam tangannya untuk kemudian ia kenakan di lengannya. Lalu melanjutkan. “Aku tidak mengharapkan kata-kata itu keluar dari mulutnya, lebih baik kau menyuruhnya agar menutup rapat-rapat mulutnya itu. Kau lebih dari sekedar tahu apa yang akan ku lakukan jika dia berani mengulanginya.”

Meski Denzel tidak melihatnya, namun ia yakin pria itu mengangguk di seberang sana. “Kau bisa percaya hal itu Denzel, kau tahu dia anak yang begitu manja dan kekanak-kanakkan, kesalahan semacam ini tentu tak bisa terhindarkan darinya. Maka dari itu, aku lebih mempercayakannya padamu.”

“Apalagi yang gadis itu katakan padamu kali ini?” Denzel melirik ponselnya, Victoria dan aduannya adalah satu. Siapa lagi yang memberitahu hal semacam ini hingga bisa terdengar ke telinga seorang Chaz jikalau bukan gadis berusia 19 tahun itu.

“Dia terlalu takut untuk menemui dan meminta maaf secara langsung padamu, dan beberapa hari ini dia lebih memilih mengunci dirinya di dalam kabinnya. Aku harap kau—“ entah sudah berapa kali helaan napas Chaz keluar, pria itu kembali melanjutkan ucapannya, “kau bisa mengunjunginya Denzel.” Terdengar pasrah.

“Aku akan ke sana,” ujar Denzel pada akhirnya, dan segera memutuskan panggilan dengan Chaz. Kemudian mulai mengetikkan rentetan kata di ponselnya, mengabari Victoria akan kedatangannya di kabinnya nanti. Namun, entah mengapa sekelebat bayangan  tentang Elorraine Zigfrids yang tiba-tiba hadir dipikirannya, tanpa sadar mengukir senyum simpul di bibirnya. “Hampir mencapai tujuan.”


***

“K-kak Denzel, masuklah.” Meski ragu, gadis berparas manis yang berdiri di ambang pintu itu akhirnya tetap membiarkan Denzel masuk. Victoria, gadis itu takkan pernah melupakan kejadian saat nyawa dan hatinya hampir melayang, salahkan mulutnya yang begitu cerewet.

Denzel masih setia mempertahankan raut dinginnya sembari berjalan masuk melewati Victoria yang menutup pintu kabinnya. Tak ada yang tahu, saat helaan napas lolos dari bibir Victoria, ia gusar. Denzel memperlakukannya berbeda dengan wanita-wanita yang selama ini pria eksotis itu kencani, dingin dan tak berperasaan adalah perangainya untuk Victoria. Walau tak memungkiri, sikap manis Denzel pada wanita lain hanyalah sebuah kebohongan semata, sebab mereka akan mati setelah mereguk manisnya pria tersebut. Namun tetap saja, Victoria masih kesal dibuatnya.

Le Wiston The SeasWo Geschichten leben. Entdecke jetzt