Marian Elizabeth - Bukan Akhir Perjalanan

65 9 0
                                    

[ Marian ]
Bukan Akhir Perjalanan

Mendengar kabar bahwa Marian melakukan pertunangannya, James El Lupin merayakan selebrasi besar-besaran di mansionnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mendengar kabar bahwa Marian melakukan pertunangannya, James El Lupin merayakan selebrasi besar-besaran di mansionnya. Seluruh pekerja dan pelayan benar-benar merasa lega. Mereka semua bersorak gembira karena akhirnya nona muda mereka yang satu itu mau menurut dan akan melepas masa lajangnya.

Sayangnya mereka tak tahu bagaimana perasaan Marian yang sebenarnya dan apa yang akan terjadi padanya ke depannya.

Le Wiston the Seas masih berlayar, kini diinformasikan bahwa kapal itu sudah hampir berada di tengah-tengah lautan lepas. Jarak dari mereka ke daratan terdekat di kanan dan kiri sama jauhnya.

Alyasa baru saja mengabarkan via ponsel kepada Diluvian bahwa ayah Marian dan kedua orangtua Diluv sendiri benar-benar berbahagia untuk keduanya yang sudah mengikat satu sama lain.

Tanpa diketahui oleh Alyasa bahwa sudah beberapa hari Marian tak ingin mengajak Diluvian berbicara. Di pagi hari, gadis itu akan menghilang ke pusat perbelanjaan hingga tidak terdeteksi dan akan pulang saat larut malam. Diluvian selalu sabar dan menunggu kedatangan Marian, namun hingga ia terbangun di tengah malam pun kadang ia masih tak bisa menemukan Marian.

Hendak rasanya Diluvian meminta bantuan Alyasa untuk mencari Marian bersama, namun egonya terlalu tinggi untuk itu. Tentu saja Diluvian ingin Alyasa bantu mencari gadis itu karena mereka sudah lama di kapal ini, sedangkan Diluvian baru tiba beberapa waktu belakangan ini karena tertinggal saat Le Wiston pertama berlayar. Diluvian tiba dengan menggunakan heli pribadi milik keluarganya. Banyak sekali pundi-pundi uang yang ia hamburkan hanya demi menemui tunangannya.

Kini Marian sudah mengenakan cincin tunangannya, namun masih terasa jauh seperti pertama jumpa.

Diluvian harus mengakui, gadis yang belum selesai dengan masa lalunya itu menyebalkan. Namun untuk Marian, ia takkan peduli. Dirinya sudah terlanjur memiliki ketertarikan mendalam untuk putri semata wayang keluarga Lupin tersebut yang banyak bekerjasama dengan perusahaan ayahnya. Meski kadang Diluv sering membenci ayahnya, ia sangatlaj bersyukur bahwa laki-laki tua itu adalah ayahnya. Tanpa orang itu, mungkin saja ia dan Marian takkan pernah berjumpa selama-lamanya.

He fell first, but she wasn't catching him.

"Eliza, kamu kemari lagi?"

Illya heran melihat Marian yang tiba-tiba ada di depan pintu kabinnya. Padahal baru beberapa waktu yang lalu gadis itu berpamitan untuk pergi ke kabinnya lagi dengan alasan kalau dia berbaikan dengan tunangannya. Namun kini Marian sudah kembali mengunjunginya—atau apa yang ia ingin ketahui?

"Ada apa dengan kapal ini, Tuan Huttrayces? Aku mendengar pembicaraanmu dan beberapa orang membicarakan rumor yang tidak-tidak."

Mendengar ucapan Marian, Illya mempersilahkan gadis itu untuk memasuki kabinnya. Setelah melihat ke kanan dan kiri, Illya pun menutup pintu.

"Karena itu kau mengikutiku? Hari itu?"

Marian memberikan jawaban dengan anggukan pelan. Hari ini gadis itu kembali membiarkan rambut pendek dan sambung berwarna cokelat itu tergerai bebas. Ia dan Illya sekarang sudah duduk di sofa yang bersebelahan dengan piano yang dulu pernah mereka mainkan bersama. Kucing gemuk milik Illya duduk manis menghiasi paha laki-laki rusia itu.

"Apa yang mau kamu ketahui, Nona Eliza?"

"Banyak, Tuan Huttrayces." Marian kemudian membenarkan posisi duduknya. "Salah satunya tentang kenapa kapal ini berbahaya, dan bahaya apa yang akan terjadi—"

Seketika seluruh ruangan bergetar, seperti kapal berhenti tiba-tiba dan gelombang kencang mengoncang seisi kapal.

"Sepertinya sudah dimulai."

"Apa yang dimulai?" Marian bertanya dengan nada suara yang sedikit panik.

"Sebaiknya Nona Eliza segera menyelamatkan diri, karena aku saja tak yakin untuk menyelamatkan diriku." Illya dengan segara menarik tangan Marian, ia kemudian membawa gadis itu hingga mencapai ambang pintu.

"Apa yang terjadi, apakah bom itu benar-benar ada?!" Perkataan Marian terhenti tatkala Illya menaruh telunjuknya di depan bibir Marian.

"Bom itu sudah terpasang sempurna sebelum kalian semua menaiki kapal ini, sebaiknya nona segera mencari pengawal nona atau tunangan nona... Bersama lah dengan salah satu dari mereka agar nona bisa aman." Setelahnya Illya mendorong Marian keluar dari kabinnya dan menutup pintu.

"Marian, kamu dimana?!" Diluvian berteriak seperti orang gila.

Seolah tak cukup membuatnya gusar dengan terus menghindar, kini Marian menghilang di hari yang sudah ia perkirakan bahwa rencana keluarga Ziegfrieds dilaksanakan. Diluvian tak henti berusaha menelepon Alyasa, namun tidak ada jaringan yang terhubung dengan ponselnya.

"Ziegfrieds sialan! Mereka sengaja menunggu agar kapal ini sampai di pertengahan laut lepas agar rencana mereka berjalan mulus tanpa terdeteksi jaringan." Diluvian mengumpat keras sambil terus berlari menelusuri lorong.

Entah siapa yang menyebarkan informasi, hari ini juga seluruh penumpang bahkan pelayan dan pekerja di Le Wiston the Seas berhamburan kesana kemari—berusaha menyelamatkan diri. Sebagian ada yang berupaya menggunakan pelampung dan sekoci yang jumlahnya tak mampu mengimbangi berapa banyaknya manusia yang menaiki Le Wiston.

Untung Diluvian sudah memperkirakan hari ini dan dia telah mengerahkan bawahannya untuk bersiap-siap menjemput dengan helicopter yang berada di daratan kanan terdekat.

Jika saja Diluvian tidak memiliki kepentingan lain, sudah sejak awal ia tak sudi berada di kapal pesiar kotor ini. Namun Marian—tunangannya melarikan diri kemari, seolah lebih memilih mati ketimbang menikah dengannya.

Kini Diluvian kalut mencari Marian yang entah kemana perginya. Lalu lelaki itu terpikir untuk mencari Marian di kabin Alyasa yang letaknya hanya berbeda lorong dari kabinnya.

Sesampainya ia di depan kabin Alyasa, Diluvian hanya menemukan Alyasa yang masih sibuk menyiapkan pistol dan pelurunya.

"Woah, Alyasa kau akan pergi berperang? Omong-omong—haah, kau melihat Marian?"

"Hanya untuk berjaga-jaga, siapa tahu ada yang memblokir jalan lewat. Ah—nona tidak bersama denganmu?"

Celengan pelan kepala dari Diluvian membuat keduanya tak berpikir dua kali, mereka langsung lanjut berlari lagi menuju lorong sebelah dan menghampiri kamar yang sempat mereka datangi bersama Marian beberapa waktu yang lalu. Diluvian menjumpai Marian yang berlari ke arah lift. Kemudian gadis itu dengan entengnya menaiki lift ke arah atas.

Alyasa yang juga menyusul Diluvian pun terheran-heran melihat kepergian Marian ke lantai atas.

"Diluv, kau lewat tangga kanan, aku tangga kiri."

Keduanya pun berselisih jalan. Entah siapa yang terlebih dahulu tiba di atap, seingat Alyasa yang terakhir ia lihat adalah pemandangan Diluvian memeluk Marian dengan erat. Gadis itu yang tubuhnya bergetar hebat pun turut membalas pelukan Diluvian diantara bisingnya bunyi baling-baling helikopter di sekitar mereka.

"Selalulah berbahagia, Nona Marian."

Untuk terakhir kalinya Alyasa juga ingin merengkuh gadis itu, namun ia justru oleng dan kehilangan kendali atas lututnya hingga tersungkur di atap. Untung saja ada beberapa bawahan Diluvian yang menangkap Alyasa sebelum laki-laki itu kehilangan kesadarannya.

Diluvian yang melihatnya sebelum memasuki helikopter hanya bisa memasang ekspresi wajah yang tak jelas sambil berlari dan membantu membopong Alyasa.

Melihat kondisi Alyasa, Marian kembali menitikkan air matanya. Alyasa sepertinya kelelahan berdesakan dengan banyaknya manusia yang memenuhi tangga kiri. Alyasa juga membantunya keluar dari lift yang tersangkut di lantai paling atas.

Diluvian hanya bisa bersyukur karena Marian dan Alyasa tidak ada yang terluka.

***

Le Wiston The SeasWhere stories live. Discover now