Alyasa Angkasa - Diluvian Radolph

25 5 0
                                    

[ Alyasa ]
Diluvian Radolph

[ Alyasa ]Diluvian Radolph

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

22 September 2021

Baru saja mentari terpenggal sebagian oleh cakrawala lautan, Diluvian Radolph masih menyibukkan diri dengan berlagak elok sembari bertelanjang dada di hadapan cermin. Selayaknya sosok Narcissus yang terpana oleh kesempuranaan pantulan diri pada permukaan telaga. Sorot netra putra sulung Sir Radolph itu pun jatuh pada sosok jangkung yang penuh pesona pada sebalik kaca. Dia akui dirinya rupawan, dengan garis dan lekuk paras yang halus tanpa cela. Mata yang berkilau, juga rambut putih yang serasi atas kulit putihnya.

Orang di sekitarnya memujanya sebagai perwujudan sempurna fisik pemuda eropa yang tiada tanding.

"Kau adalah kebangaan terbesar keluarga Radolph, sayang." Puji ibundanya, "Kecerdasan berpikir, kematangan dalam bersikap serta pemahaman yang baik akan hidup, menjadikanmu layak sebagai lelaki yang didamba semua orang."

"Tidak..." Sanggahnya terhadap memori barusan, "...sekarang pun masih belum cukup."

Jemari pemuda itu terangkat, meraba kulit pipinya yang terdapat jejak merah yang nampak kontras. Sisa tamparan yang dilayangkan gadis pujaanya, Marian Elizabeth Lupin, tepat saat pertemuan pertama mereka setelah sekian lama justru tidak berjalan dengan baik. Tadi siang, ringan sekali gadis itu meninggalkannya menjadi bahan tontonan para penumpang lain sembari menahan tawa. Jika bukan karena cinta dan harga diri, dia pasti akan mengejar Marian agar mau bertanggungjawab atas perbuatan tidak sopannya.

"Elizabeth..." Bisiknya pelan, sembari tertekur meratapi diri.

Sungguh, bukan tamparan itu yang menciptakan sebongkah gundah yang bercokol dalam dadanya. Perkara telapak tangan yang menghajar pipinya tiadalah masalah. Dia sudah pernah ditampar – hanya oleh ayah atau ibundanya dulu ketika ia banyak bertingkah. Tapi untuk kali pertama, tamparan dari seorang gadis yang ia sayangi malah meninggalkan bekas yang lebih dari sekedar sakit pada fisik. Namun, juga pada hati.

Kedua pasang mata Diluvian kini saling menatap dengan bayangannya selama beberapa saat, sebelum akhirnya kepalan tangannya kasar menghajar cermin itu hingga hancur sebagian. Pecahan kaca remuk berguguran dengan iringan erangan sakit yang tertahan.

"Memangnya apa yang kurang dariku, Elizabeth?" Diluvian kembali berbisik kesal, mengutuki diri sendiri, "Apa? Apa? Kenapa?!"

Romansa juga bukan perkara yang baru bagi pemuda itu, bahkan jauh lebih berpengalaman dari Dulce – adiknya. Diluvian sudah berkencan dengan banyak kaum Hawa. Para wanita itu selalu menyanjung, memuja dan mengharap balas cinta darinya. Namun, keangkuhan dan tinggi hati yang memupuk dalam diri Diluvian bersebab rupa-rupa pujian oleh orang-orang di dekatnya sedari kecil justru mementahkannya.

Diluvian selalu merasa di atas, menguasai segalanya dan berhak mendapatkan apa yang diinginkan. Kenapa? Karena dunia selalu berputar di sekelilingnya.

Hingga tiba-tiba seorang gadis yang hendak ia persunting malah melukai kepercayaan dirinya hingga rontok sebagian.

Le Wiston The SeasWhere stories live. Discover now