• 51 •

17.8K 1.4K 165
                                    

Hello, halo, hai.

Lanjut?

Yaudah, siap?

Aya mati! canda haha.

Happy Reading!!!

Saat ini Marvel berada di ruangan itu, menjaga putri tercintanya. Ia menatap wajah pucat pasi itu.

"Kapan kamu bangun? udah tiga hari sayang."

Marvel termenung, ia merindukan suara lembut putrinya. Ia tersentak saat tubuh Ayara bergerak, bukan bergerak pelan. Tetapi kejang-kejang.

Marvel jadi panik sendiri. "Dokter!! dokter!!"

Dokter dan beberapa perawat langsung memasuki ruangan itu, memeriksa keadaan gadis itu. Marvel keluar dengan raut wajah khawatir.

"Paa, aya kenapa??" tanya Adrian tergesa-gesa.

"Papa nggak tau, tadi Aya kejang-kejang," jawab Marvel pelan, kentara sekali ia ingin menangis.

Marvel dan Altezza yang menunggu bisa melihat kegesitan dokter saat menangani gadis itu. Mereka bekerja keras untuk menyelamatkan nyawa Ayara.

Kondisi Ayara sudah membaik, dokter keluar dengan sebuah senyum tipis.

"Pasien sudah berhasil melewati masa kritisnya, tapi dia belum sadar. Mungkin akan sadar dalam 24 jam ke depan. Ritme jantung pasien juga sudah stabil tadi, untung saja anda cepat memanggil tim medis tadi. Kalau terlambat sedikit saja, kemungkinan nyawa pasien tidak bisa di selamatkan."

Mereka berdua tersenyum senang, mereka sangat bersyukur akan hal ini. "Terima kasih, dok," ucap Marvel seraya tersenyum tipis.

"Sudah kewajiban saya, Pak. Saya permisi dulu, saya akan menyiapkan ruang perawatan untuk pasien."

"Oh iya, pasien belum bisa di jenguk dari dekat sebelum di pindahkan ya, pak," lanjut dokter itu, lalu pergi dari ruang itu, mempersiapkan kamar inap untuk Ayara.

Marvel mengangguk, mengiyakan ucapan dokter. "Nggak usah beritahu temen-temen kamu dulu, ya? Biarin mereka sekolah dulu."

Altezza mengangguk, "Iya, pa."

••Ayara••

Marvel dan Altezza mengikuti langkah dokter dan beberapa perawat yang mendorong brankar Ayara, mereka akan pergi ke kamar inap yang sudah di tentukan dokter.

Wajah gadis itu masih pucat. Namun, kondisinya sudah stabil. Tinggal menunggu gadis itu sadar saja.

Mereka menatap perawat yang sedang memindahkan tubuh Ayara ke brankar lain. "Sudah selesai. Nanti kalau pasien sudah sadar, pencet saja tombol yang ada di sisi kanan brankar. Saya tinggal dulu, ya pak."

Marvel mengangguk, "Iya dok."

Dokter dan beberapa perawat akhirnya meninggalkan kamar itu. Meninggalkan keluarga itu dalam kesunyian. Marvel berjalan mendekati Ayara yang masih belum sadar, ia tersenyum tipis.

Ia mengecup kening gadis itu lembut. "Cepat sadar sayangnya, papa. Papa udah nunggu kamu di sini," bisiknya tepat di telinga Ayara, berharap gadis itu mendengar apa yang ia katakan.

Altezza menelisik wajah adiknya itu, pantas saja adiknya sedikit kelihatan pucat. Ternyata penyakit itu alasannya.

"Papa pulang dulu, ya? Mau jemput mama kamu."

AYARA Where stories live. Discover now