• Extra chapter • 1 •

23.8K 1.4K 145
                                    

Haii, siapa yang nungguin extra chapternya?😍

Gimana nih haha.

Baca chapter sebelumnya biar feelnya dapet!

Happy Reading!!!

Hari sudah mulai gelap, kelima remaja itu masih setia memperhatikan Arkan yang masih menangisi Ayara-nya.

Mereka menatap prihatin cowok yang masih meraung itu. Sudah berulang kali mengajak Arkan pulang, tetapi cowok itu menolak. Mau tidak mau mereka harus menunggu, takut Arkan melakukan hal yang tidak baik.

Altezza mengusap air matanya yang lagi-lagi mengalir, matanya menatap nisan itu dari jauh. Baru sehari, tetapi seperti sudah bertahun-tahun. "Kakak kangen, Ay," gumamnya pelan.

Hatinya berdenyut sakit saat mendengar raungan Arkan yang masih terduduk di tanah. Keadaan cowok itu benar-benar kacau.

"Kan, pulang yuk. Udah mau gelap nih," bujuk Adrian yang kesekian kalinya.

"NGGAK!! GUE NGGAK MAU PULANG! AYA PASTI SENDIRIAN DI DALAM!!"

"Please, Kan!"

Arkan mengusap nisan itu dengan tangan gemetarnya, apa ini akhir cinta mereka?

Membayangkan tidak ada lagi Ayara di hidupnya membuat hatinya merasa dicabik-cabik, hatinya hancur. Bahkan ia tidak sempat melihat Ayara untuk terakhir kalinya. Mengingat itu, Arkan makin mengeraskan tangisnya.

"Ayaa, bangun ih!" titahnya lagi, hanya itu yang Arkan ucapkan sedari tadi.

"Ayoo, jangan tinggalin aku...."

"Arkan! Ayo pulang!" titah Altezza sedikit tegas.

"Nggak!"

"Please, Arkan! Udah mau gelap!"

Arkan hanya bergumam, tangannya kembali menyusuri gundukan tanah itu. Cowok itu hanya ingin, Ayaranya kembali. Hanya itu, kenapa begitu sulit?

"Beneran nggak mau bangun? Jahat banget."

"Di dalem panas ya? Gelap? Makanya ayoo!! Bangun sayang...," ucap Arkan seperti orang gila.

Arkan tertawa nyaring, matanya menatap tajam kuburan Ayara. "Ayaa!! pulang gue bilang!!" perintahnya kembali tertawa terbahak-bahak.

"Pulang anjing!! Gue butuh lo Ayaaa!! Hahaha."

"Gini amat kasih gue kejutan! Ayo keluar, pasti panas kan? nggak ada angin?" Arkan berceloteh sesekali tertawa nyaring.

Kelima remaja itu terkejut melihat tingkah Arkan, kenapa Arkan tertawa keras?

"Al, kok Arkan gitu astaga," panik Adrian mengusap wajahnya.

"Arkan! pulang!"

Arkan tertawa pelan, menatap kesal kelima remaja itu. "Kok gue disuruh pulang sih? Ayanya aja masih belum kelar main petak umpet," rajuknya memukul gundukan tanah itu.

"Ayaa!! kamu udah ketahuan!! Ayo keluar! sekarang kamu yang jagaa," ucap Arkan kembali tertawa nyaring.

"Astaga!" Deeva kembali menangis, dadanya terasa sesak.

"Arkan! pulang! Aya udah pergi, dia nggak akan balik lagi!"

Sepertinya Revan salah bicara. Lihatlah sekarang, wajah Arkan memerah. Rahangnya mengeras. "MAKSUD LO APA ANJING!! AYAA NGGAK PERGI GOBLOK! DIA MAIN PETAK UMPET!"

"Lihat tuh, dia sembunyi di dalam situ," tutur Arkan tertawa kecil, menunjuk kuburan dengan telunjuknya.

"Al, telpon Papa sama Om Alvin!"

Dengan cepat Altezza mengeluarkan ponselnya, menghubungi Marvel dan Alvin.

Tingkah Arkan membuat mereka takut.

"Al, lo nelpon Aya ya? Bilangin dong, gue kangen sama dia. Suruh dia keluar dari sana," titah Arkan sumringah.

"Kan, astaghfirullah!"

Arkan mengerutkan keningnya, menatap bingung Deeva. "Kok lo ngucap sih?! Ada yang salah? Kan gue kangen Aya!" kesalnya.

Arkan kembali menatap kuburan itu, kembali tertawa nyaring. "Ayaaa!! Kamu budeg? Ayo keluar, ih. Udah ketahuan jugaa!"

"Please, ini Arkan kenapa?!" tanya Zoya panik.

Sorot mata Arkan meredup, airmatanya kembali menetes. "Kok kamu nggak mau keluar sih? kamu beneran pergi?"

"Pulang Ayaaa, pulang."

"Aku butuh kamu, sayang," lirihnya kembali menangis hebat.

"AYAAA!! GUE BILANG PULANG ANJING!!"

Matanya kembali berkilat marah, ia meremas gundukan tanah itu sebelum akhirnya kembali akan menggali kuburan itu dengan tangannya.

"Ayaaa!! Keluar!"

Mata mereka melotot saat melihat Arkan kembali akan menggali kuburan itu. Adrian dan Altezza menarik Arkan, menjauhi kuburan.

"LEPASIN!!! AYA KEPANASAN GOBLOK!!"

"ARKAN, ISTIGHFAR!!" teriak Adrian.

"Nggak, Aya nggak pergi!!" Arkan terisak lagi, berusaha melepaskan diri dari cengkraman Altezza dan Adrian.

"Aya, aku kangen!!"

Tingkah Arkan sangat membingungkan. Tadi menangis, lalu tertawa, marah, tertawa, dan menangis lagi. Apa yang terjadi pada Arkan.

"Lepasin anjing! hahaha, Aya sendiri goblok!"

Tertawa lagi!

Deeva menggelengkan kepalanya, mengenyahkan pemikiran buruk yang menderanya.

"Ck! Jangan mikir gitu bodoh!" umpatnya pada dirinya sendiri.

Marvel dan Alvin yang baru datang diikuti istri mereka terkejut melihat tingkah Arkan. Arkan mengamuk, lalu tertawa.

"Arkan," panggil Alvin.

Arkan tersenyum senang, melepaskan cengkraman si kembar dari tangannya. "Papa!! Suruh Aya keluar dong!! Udah ketahuan jugaa, kan gantian Aya yang jaga," titahnya dengan wajah kesal.

"Kan? Aya udah pergi, nak!"

Arkan terkejut, air matanya jatuh lagi. Cowok itu kembali menatap kuburan, isakannya terdengar lagi. "Nggak! Ayaa nggak pergi!"

"Ayaa!!" teriak Arkan, memukul gundukan tanah yang tak lagi rapi.

Nisa hampir saja terjatuh jika Alvin tidak menahan tubuhnya. Tingkah laku Arkan, membuatnya teringat kejadian dulu. Kejadian saat dirinya tidak terima putra bungsunya meninggal, dan ia jadi tidak waras. Dan berakhir harus mendekam di Rumah Sakit Jiwa kurang lebih empat tahun.

Nisa menggelengkan kepalanya cepat. "Mas! Arkan? Enggak-nggak!" bantahnya menangis hebat.

"Tenang sayang!" titah Alvin mengusap air mata Nisa.

Arkan yang tak sengaja melihat itu tertawa keras. "Lihat deh, Ay. Papa sama Mama aku romantis banget, masa kamu nggak mau kayak gitu sama aku?"

Alvin memejamkan matanya, menahan sesak yang menjalar ke dadanya. Lagi! Setetes air terjun begitu saja dari matanya. Apakah putranya akan berakhir sama seperti istrinya?

••Ayara••

Extrachapternya pendek-pendek aja🌝.

Arkan kenapa?!!

Gas lanjut😍😍

AYARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang