• 67 •

21.9K 1.3K 82
                                    

Haii.

Langsung aja yaa!!

Happy Reading!!!

Pagi ini Arkan bangun dengan senyum cerah, ia tak sabar bertemu Ayara. Rasanya ia sangat merindukan pelukan hangat Ayara-nya.

"Sayang," panggil Nisa dengan wajah sembabnya, ia sudah mengetahui tentang kematian Ayara.

"Iya, ma? Kenapa?"

"Kamu udah dapet pendonor mata, kamu bakalan bisa ngeliat," ucap Nisa tersenyum tipis, menahan isakan.

"Beneran? Aku nggak sabar mau liat Aya lagi," girang Arkan tersenyum lebar, tanpa tau ia tidak akan bisa melihat Ayara lagi.

Nisa sekuat tenaga menahan isakannya. Ia tidak bisa memberitahu Arkan, ini permintaan terakhir Ayara.

"Iya, sayang. Sekarang mandi, ya. Hati-hati, takut kepleset."

Arkan mengerutkan keningnya. "Kok suara Mama jadi aneh gitu? Mama nangis?"

"Nggak, mama lagi flu."

Arkan mengangguk, berjalan ke kamar mandi di tuntun Nisa.

Setelah mandi dan bersiap-siap, kini Arkan sedang duduk di sofa ruang tengah. Arkan tersenyum manis, tetapi entah kenapa sejak malam, ia merasakan hati kecilnya seperti tersentil. Ia merasa tak nyaman, apa yang menganggu hatinya?

"Udah, sayang?" tanya Nisa yang baru selesai bersiap-siap. Mata bengkaknya menatap wajah Alvin yang terlihat muram.

"Udah, ma. Ayo."

Arkan berjalan keluar rumah dituntun Nisa, senyum manis tak pernah pudar di bibirnya walaupun hati kecilnya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres. Arkan memberhentikan langkahnya saat mengingat sesuatu.

"Ma, Aya mana? Dia nggak ngantar aku?"

Pertanyaan itu membuat Nisa membekap mulutnya sekuat mungkin, berusaha mengatur pernapasannya yang memburu karena menangis. "Nanti Aya datang sebelum kamu selesai operasi," jawab Nisa yang tentu saja hanya sebuah kebohongan.

Arkan mengangguk, kembali mengeluarkan senyum terbaiknya. "Gitu ya, Operasinya jam berapa?"

"Sekitar satu jam lagi. Ayo, jalan. Jangan banyak ngomong," sahut Alvin, merangkul putranya.

Alvin membawa mobilnya dengan kecepatan sedang, matanya masih memerah. Alvin masih tidak percaya jika Ayara telah pergi.

"Nggak sabar ketemu sama Aya lagi," ucap Arkan tersenyum senang.

Nisa memejamkan matanya, berkali-kali menghapus kasar air matanya. "Iya, sayang," balasnya dengan suara bergetar.

Mereka memasuki Rumah sakit, mengantarkan Arkan ke kamar inap sementara sebelum operasi. Di depan kamar itu sudah ada Altezza dan Adrian.

Altezza mendekat ke Arkan, matanya masih terlihat sembap. "Gue seneng bentar lagi lo bisa liat lagi," ucapnya tersenyum tipis, air matanya kembali meluruh.

Arkan tersentak pelan sebelum akhirnya tersenyum senang. "Gue juga seneng banget. Aya mana?"

Altezza membekap mulutnya, menahan isakannya yang ingin keluar. "Ada di rumah, masih tidur."

Tidur dalam artian tidur untuk selamanya, tidak akan bangun lagi.

"Kok, Aya nggak mau nemuin gue sebelum operasi, sih?" tanya Arkan dengan nada kesal.

"Tapi nggak apa-apa lah. Nanti juga gue bisa ketemu Aya lagi," lanjutnya sumringah.

Adrian dengan tatapan kosongnya hanya bisa tertawa pedih. Arkan mengharapkan bertemu Ayara, tanpa ia tahu Ayara sudah tertidur nyenyak untuk selamanya.

AYARA Donde viven las historias. Descúbrelo ahora