13 || Pagi Yang Sial

74 5 0
                                    

“Nanti antar Scorpio kesekolah dulu ya, Len. Soalnya papah udah berangkat tadi,” ujar Puppy seraya memberikan roti yang sudah diberi selai cokelat kesukaan Alendra.

Alendra mengunyah rotinya dengan gerakan lambat. Sengaja, karena Alendra ingin mengulur waktu banyak. Sekolah Alendra dan Scorpio arahnya berbeda, meskipun hanya terhalang tiga gang dan memakan waktu 15 menit sama saja kan membuang waktu dan boros bensin bagi Alendra. Uang jajan dikurangi, maka dari itu Alendra harus menghemat termasuk urusan bensin motornya.

“Mah, liat tuh Kak Lend. Keliatan banget nggak mau anterin aku,” ujar Scorpio yang sudah paham jika kakaknya itu tidak mau mengantarnya kesekolah.

“Kok lo tau?” Alendra memasang wajah terkejut, lalu Kembali biasa saja “Jalan kaki juga bisa? Gak usah manja deh, orang deket juga.”

“Iya deket, tapi kan kalau pake motor cuman 15 menit. Kalau jalan bisa 30 menitan,”

“Sepeda lo kan ada, Scor. Pake aja dari pada nganggur tuh sepeda kagak berguna.”

Scorpio menatap Alendra datar. Apakah kakaknya lupa? Padahal kemarin sepeda itu rusak oleh Alendra. Sepeda berukuran kecil malah di pake nya untuk berkeliling komplek, dan lebih parahnya lagi berboncengan dengan Amora. Scorpio tidak mengerti kenapa kakaknya itu gampang sekali terkena amnesia mendadak. Suka tidak sadar diri sering membuat orang disekitarnya menjadi susah.

“Sepedanya Scorpio kan rusak, Len. Malah kemarin yang ngerusakinnya kan kamu.” Puppy melirik sinis putra sulungnya itu, sedangkan Alendra membalasnya dengan cengiran kaku.

“Yau dah berhubung aku baik, khusus untuk hari ini kamu kakak anter. Bilang apa coba?”

“Bilang apak, kak?” tanya Scorpio tak paham.

“Kalau ada orang yang udah bantu bilang apa?”

Scorpio mengerutkan dahinya “Bilang apa sih kak?”

Alendra melotot galak “Ter…?”

“Terr??”

Alendra menghela napas pelan “Assalamualaikum, sibuk gak? Ribut yuk!” ajaknya.

“Apa sih kak? Tadi ngomong apa? Terii?” tanya Scorpio masih penasaran.

“Maksudnya itu terimakasih!”

“Oh, kakak mau bilang terimakasih.” Scorpio manggut-manggut “Iya sama-sama kak.” Balas Scorpio menyengir lebar lalu Kembali melahap rotinya.

“Gimana lo aja! Terserah!” ujar Alendra kesal membanting rotinya keatas piring.

Puppy hanya menggelengkan kepala prihatin, suasana sarapan di kediaman Demiand selalu saja begini. Di isi dengan keributan-keributan yang dibuat oleh anak-anaknya.

***

“Heh! Enak aja lo main nyelonong. Nggak ada sopan-sopannya lo sama orang paling ganteng didunia. Bayar dulu woy! Enak aja gratis.” Tagih Alendra sesaat setelah motornya berhenti tepat di depan gerbang sekolah Scorpio.

Scorpio mendumel jengkel, tangan kirinya merogoh saku seragamnya mengambil beberapa uang koin. “Nih duitnya, sana pergi! Dasar ya orang miskin, bisanya minta-minta,” ujar Scorpio songong menyelipkan empat koin seribuan di jas almamater Alendra.

Alendra mendelik tak terima, enaknya saja ia di katai orang miskin. “Cuman empat ribu?” protes Alendra “Gue beli minuman aja kagak bakalan cukup lah. Pokoknya lo harus ganti duit bensin gue! Gue tau lo tadi di kasih duit lebih sama Papah.”

“Kak Lend, kan duitnya mau aku beliin bebek lucu yang warna-warni sama kandang ayam. Lagian ngapain kakak minta aja sana sama Papah? Kok malah minta ke aku sih.”

“Gue minta duit bensin! Kasih gue duitnya nggak?!” paksa Alendra menarik tas Scorpio.
“Jangan bang, jangan ambil uang saya! Saya gak punya uang lagi!” teriak Scorpio.

Alendra mengernyitkan dahinya, “Tunggu, kenapa nih bocah mendadak ngomong formal?” batin Alendra.

“Buruan Scor, kakak kan cuman minta uang lima ribu doang buat nambah-nambah beli bensin.”

“Jangan bang, jangan ambil uang saya. Saya nggak punya uang lagi!” teriak Scorpio semakin keras.

“Scor, lo ngapaih sih teriak-teriak?!”

“Woi lo! Ngapain?! Beraninya malak anak SD!” teriak salah satu pedagang menunjuk Alendra.

Alendra buru-buru melepaskan tangannya dari tas Scorpio. Wajahnya berubah panik Ketika beberapa orang dan pedagang mendatanginya dengan ekspresi marah. Alendra merasa ada yang janggal, ia mengalihkan tatapan matanya kearah Scorpio.

Scorpio menyengir lebar, alisnya bergerak naik turun penuh mengejek Alendra.

“Lo ya beraninya malakin bocah. Kalau lo butuh duit minta sono sama emak lo! Bukannya malah malakin bocah bisanya!” omel bapak-bapak bertopi merah menarik kerah seragam Alendra dengan jari telunjuknya yang teracung didepan wajah Alendra.

“Pak, tapi kan ini ad_”

“Ngejawab lagi lo.” Sentak pria berbaju hitam.

“Udah, kita gebugin aja. Anak sekolah kayak gini nih yang bikin resah orang. Hajar aja!”

“Monmaap nih pak, ini bocah adik saya. Tanya aja sama dia.” Tunjuk Alendra pada Scorpio “Scor!” panggil Alendra dengan suara tertahan, matanya melotot pertanda memperingati.

Scorpio menggeleng kuat, “Enggak pak, saya aja nggak kenal.”

“Scor! Gue jotos baru tau rasa lo!” ancam Alendra.

“Heh! Beraninya ya lo main mukul anak kecil. Udah, hajar aja nih orang!” kompor pria berbaju hitam.

“Eh pak, saya nggak punya salah apa-apa! Orang dia beneran adik saya.”

Sungguh pagi yang sial bagi Alendra, ia malah dituduh memalak. Padahal sudah jelas itu adalah adiknya sendiri. Alendra bersumpah akan membalas semua perbuatan Scorpio.

Lihatlah, hanya karena uang lima ribu Alendra harus rela babak belur dipukul warga. RIP Alendra.







AlendraМесто, где живут истории. Откройте их для себя