28 || Anyelir

67 4 0
                                    


Anyelir. Katanya bunga Anyelir itu memiliki arti kesetiaan. Bunga Anyelir putih mewakilkan perasaan ataupun rasa syukur yang murni, menggebu, dan mendalam.

~Devano Alendra Demiand~


“Na, maaf.” Lirih Alendra penuh penyesalan. Kepalanya menunduk dalam, merasa menyesal atas kejadian yang menimpa Leviana. Andai saja tadi Alendra tetap bersikeras menemani Leviana ke kamar mandi, pasti semua ini tidak akan terjadi. Alendra belum bisa menjadi yang terbaik, meskipun kejadian ini bukan kesalahannya. Alendra tetap merasa bersalah.

Leviana menghela napas lemah. Ia menggerakkan ujung kakinya gelisah, terhitung hampir 15 menit lebih ia dan Alendra berdiri di depan pintu gerbang rumahnya hanya dengan saling bungkam penuh kecanggungan. Sungguh, Leviana tidak menyalahkan Alendra atas kejadian yang menimpanya tadi. Leviana hanya masih terlalu shock, apalagi melihat Alendra yang babak belur karena bertengkar dengan Arthur dan berhasil membuat Leviana diliputi rasa bersalah.

Sudah banyak hal yang Alendra lakukan untuknya, sampai sekarang pun Leviana masih tidak tahu harus mengatakan apa.

“Maafin gue, Na.” ulang Alendra sekali lagi “Gue salah, Na. kenapa gue bodoh banget sih? Gue minta maaf, Na.” racau Alendra putus asa.

“Dev.” Panggil Leviana pelan, “Ini bukan salah lo kok. Andai tadi gue lebih bisa membela diri, mungkin kejadian memalukan ini nggak akan terjadi. Lo stop buat menyalahkan diri sendiri dan merasa bersalah ya. Karena emang bukan salah lo.”

Alendra mengangkat wajahnya, menatap Leviana lekat. Darah yang sudah mengering memberi jejak disudut bibir kanan Alendra. Seluruh wajahnya penuh luka, namun bagi Alendra luka semacam ini sudah biasa ia terima. Tapi, melihat Leviana diperlakukan tidak senonoh oleh Arthur membuat Alendra dibuat jauh lebih merasakan sakit.

“Dev, lo udah jadi yang terbaik.” Leviana mengusap kening Alendra menggunakan jempolnya, “Makasih ya, makasih atas pembelaan lo. Dan maaf, karena gue lo malah babak belur gini.”

“Na, gue bodoh ya. Gue nggak bisa jagain lo."

“Dev, udah gue bilang ini bukan kesalahan lo.”

“Gue minta maaf.”

“Dev, pliss.”

“Na, maafin gue ya.”

Mata Leviana berkaca-kaca, kenapa Alendra justru yang diliputi rasa bersalah. Harusnya hal itu berlaku pada Arthur. Alendra sudah menjaganya dengan baik, hanya saja tentang kejadian tadi siapa yang sangka akan terjadi.

“Lo tau nggak, Dev? Waktu gue pacarana sama Jovian, dia itu bahkan nggak seperhatian lo. Kalau tau gue dilecehin kayak gini, Jovian nggak bakalan peduli.” Leviana mengusap matanya kala mengingat rentetan peristiwa Ketika ia masih Bersama dengan Jovian.

“Lo nggak salah kok, Dev. Lagian kejadian kayak gini bukan yang pertama kali buat gue.”

“Maksud, lo?”

Leviana meneguk ludah kasar. Sejujurnya ia belum siap harus berterus terang pada Alendra kalau ia hampir pernah menjadi korban pemerkosaan yang dilakukan oleh Jovian. Namun, Leviana percaya jika Alendra tidak akan merasa jijik atas peristiwa buruk yang pernah menimpanya dimasa lalu.

“Gu_”

“Gue…, Gue hampir pernah jadi korban pemerkosaan Jovian.” Lirih Leviana dengan kepala tertunduk malu.

Mata Alendra membulat, merasa tidak yakin dengan ucapan Leviana. Jovian? Kini rasa benci Alendra kepada Jovian semakin besar. Bisa-bisanya Jovian sebejat itu?

AlendraDonde viven las historias. Descúbrelo ahora