P A R T 16 - Tantangan Balapan

1.5K 140 0
                                    

H A P P Y R E A D I N G ❤




"Kak Ika, Zee mau keluar sebentar, mau ke rumah temen, nitip rumah ya kak," Zee berucap sambil mengunci pintu kamarnya.

Ika dan beberapa maid yang berbaris rapi diluar kamar Zee mengangguk.

Zee tersenyum singkat kemudian berlalu pergi.

Ia menuruni tangga sebelum akhirnya memasuki lift untuk menuju lantai bawah.

Zee mengambil mobil digarasi kemudian mengendarainya. Ia mengenakan kacamata hitamnya, mobil dengan jenis Mercedes-Maybach s560 yang dilengkapi dengan fitur panoramic sunroof itu melaju dengan kecepatan tinggi dijalanan Ibukota.

Zee telah sampai dimarkas utama Crater, ia mengenakan jaket kulit berwarna hitam dan bandana merah yang dijadikannya masker untuk menutupi indentitas, rambutnya dicepol asal, tak lupa kacamata yang masih bertengger manis dihidung mancungnya.

Ia telah melihat ada beberapa motor yang terparkir menandakan bahwa anggota inti Corvus sudah berada didalam.

Zee mencocokkan sidik jarinya, kemudian pintu utama terbuka menampilkan beberapa anggota dan anak buah Crater yang menunduk hormat padanya.

Soal pesan yang dikirimkannya pada anggota Corvus, itu adalah ide dari Adelio.

Sebenarnya Zee masih perlu waktu untuk istirahat, ia baru saja melewati hari-hari yang berat, belum lagi masalah antara Corvus dan Crater yang ia pikirkan dan terbawa dikepanya hampir setiap hari.

Namun tugasnya sebagai leader ternama bernama Crater tidak bisa dilewatkan, ia memang leader disini, ia bisa melakukan dan memerintahkan sesuai kemauannya tetapi Zee masih sadar diri, Adelio adalah orang yang membantunya bangkit dan mengenalkan Crater kepadanya, ia harus mengerti akan hal itu.

Zee datang dan semua orang diruangan tersebut diminta berdiri sebagai tanda hormat.

Alka, Sean, Emil, Fikran, dan Leon menatap kearah Zee, mereka merasa tidak asing dengan sosok didepannya.

"Kalian inti Corvus, right?"

"Perkenalkan saya Queen, kalian pasti sudah tau siapa saya, terimakasih sudah meluangkan waktu untuk menemui saya dan yang lainnya dimarkas utama Crater ini," Zee berada ditempat kebesarannya, disebuah kursi yang dikhususkan untuknya.

"Nggak usah bacot anjink! cepet balikin Bima ke kita!" Emil tersulut emosi, teman-temannya berusaha menenangkannya.

Zee tertawa lebar, "dasar bocah ingusan! hal kaya gini saja pakai emosi, percuma, tenaga anda bakal terbuang sia-sia,"

"Kalian semua berada didalam markas Crater, jangan coba-coba memberontak atau kalian akan tau akibatnya!" Zee berucap tegas, ia berujar dengan nada membentak.

"Bawakan Bima ke depan mereka dan biarkan dia menjelaskan kesalahannya sendiri," perintah Zee dengan suara yang memang berbeda dari suara sehari-harinya.

Beberapa orang berotot kekar membawakan Bima yang sudah terkulai lemah, ia masih sadar, tetapi kesadarannya sudah tidak sepenuhnya ada lagi.

"Berikan dia minum!"

Dua pria tersebut mengangguk patuh.

"Mau lo apain Bima hah?!" kini Sean ikut tersulut emosi.

Zee menggelengkan kepalanya singkat, didepannya ada abangnya, abang yang sering memanjakannya, abang yang sering menyayangi dan menjaganya, sanggupkah Zee berkata kasar kepada saudara kandungnya sendiri?

"Siapa yang menyuruh anda berbicara?" Zee menatap tajam ke arah Sean.

Bima datang dengan keadaan yang cukup memprihatinkan, pucat, lebam, dan juga kotor.

Asteria Oberon [ E N D ]Where stories live. Discover now