5

72.3K 7K 36
                                    

"Yakin gak mau ke kantin, Mai?"

Maira masih menjawab dengan gelengan. Binar kembali memperhatikan sekelilingnya dengan menghembuskan napas gusar, kelas sudah sepi, hanya ada dirinya dan Maira di sini. Sebenarnya perutnya sudah keroncongan dari tadi ingin segera diisi makanan, tapi sahabatnya itu sulit sekali diajak ke kantin. Padahal, Binar tidak ada lelahnya terus membujuk.

"Kamu kenapa sih, sakit? Akhir-akhir ini kamu keliatan aneh, Mai. Bibir pucat, mata selalu sembap. Maira, kalo ada masalah cerita dong sama aku, pasti aku dengerin kok." Binar menatap Maira sungguh-sungguh, gadis itu mengangguk-angguk sambil mengedipkan matanya. "Ya, cerita ya? Siapa tau aku bisa bantu kamu."

Maira tersentuh mendengar ucapan Binar. Maira sudah berteman dengan Binar sejak SMP, jadi wajar jika persahabatan mereka cukup erat. Oleh sebab itu, ketika dirinya berpacaran dengan Anfal, hanya Binar lah satu-satunya orang yang tahu hubungan mereka. Karena Maira tidak pernah bisa tahan menyimpan rahasia dari Binar, begitupun Binar padanya. Namun untuk kali ini, rasanya Maira tidak bisa bercerita.

"Gak apa kok Nar, kalo kamu mau ke kantin, pergi aja ya." Maira memberikan senyuman kecil pada Binar, berharap Binar percaya dengan ucapannya.

"Gak apa gimana sih, Mai?! Wajah kamu gak bisa bohong, kamu ada masalah kan?!" tanya Binar dengan nada dongkol.

Lagi, Maira hanya menggeleng. Perempuan itu bangkit dari duduknya sambil mendongak, menahan air matanya agar tidak jatuh.

"Tolong, Nar. Jangan memaksa aku untuk cerita, aku udah bilang gak apa, berarti gak ada apa-apa. Kamu ngerti gak sih?!"

Binar menatap Maira tidak habis pikir. Sekarang dia semakin percaya jika Maira tidak baik-baik saja, dia yakin ada sesuatu yang Maira sembunyikan. Sebenarnya apa sih? Kenapa Binar tidak boleh tahu?!

"Mai, kita sahabatan udah lama. Kamu kenal aku, begitupun aku kenal kamu. Sejak awal kita udah janji bakal selalu cerita tiap ada masalah, tapi apa? Aku simpan baik-baik rahasia kamu yang pacaran sama Kak Anfal karena itu permintaan kamu. Dan sekarang, kamu masih ragu cerita sama aku? Sejak kamu pacaran sama Kak Anfal, kamu emang banyak berubah, Mai."

Maira tidak memandang wajah Binar, dia merasa sangat bersalah kepada Binar.

Binar bangkit berdiri, napas dihembuskan dengan berat. "Oke, gak apa kalo kamu gak mau cerita. Aku gak akan maksa lagi, maaf." Gadis itu kemudian berlari meninggalkan kelas.

Maira kembali terduduk dengan lemah. Bahunya bergetar menahan tangis, kepala ditenggelamkan di atas meja. Maaf Binar, maaf....

"Serius? Kamu pacaran sama Kak Anfal?" Binar membulatkan matanya tidak percaya.

Maira melotot, memerintahkan Binar agar memelankan suaranya. Binar kemudian menyeringai lebar dan mengangguk.

"Sejak kapan?"

Maira memerhatikan keadaan di sekitarnya. Taman belakang sekolah di pagi hari masih sepi, dia membuang napas lega. Semoga saja tidak ada yang mendengar pekikan Binar tadi.

"Tiga hari lalu." balas Maira sambil mengulum senyum.

Binar mencebikkan bibirnya. "Pantes aja, dari kemarin senyum-senyum sendiri terus kayak orang gila, tapi kok bisa sih? Nembak nya di mana?"

"Di kantin, waktu kamu gak masuk."

"Tapi Mai, aku masih gak percaya deh, secara Kak Anfal itu kan ganteng, pinter, anak pemilik MA Holdings lagi. Masa sih, suka sama kamu?"

Maira hanya mengangkat bahu tidak acuh. Dia mana peduli dengan semua itu, yang jelas perasaannya saat ini sangat gembira.

"Oke, kamu emang cantik, banget malah. Aku aja sering minder karena kalo kita jalan berdua, pasti yang diliatin cowok-cowok cuma kamu."

Maira hanya terkekeh mendengar penuturan Binar. Sejak dulu Binar itu tidak pernah berubah, selalu saja merasa kurang percaya diri. Padahal menurut Maira, Binar sudah cantik dengan versinya. Gadis itu memiliki tubuh mungil dan wajah bulat yang menggemaskan, Maira saja sering gemas selalu ingin mencubit pipinya yang tembam.

"Tapi ya aneh aja," Binar menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Gini, kalian kan gak sekelas, terus selama ini juga cuma saling kenal dan nyapa kayak biasa aja, kok bisa ya tiba-tiba Kak Anfal bilang suka sama kamu?"

"Katanya, Kak Anfal udah tau kalo aku udah lama suka sama dia. Dan dia juga udah lama perhatiin aku."

"Serius?"

Maira mengangguk.

"Jujur aku kurang suka Mai kamu pacaran sama Kak Anfal."

"Kenapa?"

"Kamu kan gak dibolehin pacaran sama Pak Imran, kalo dia tau ...."

Maira menggenggam tangan Binar dengan wajah memohon. "Makanya, kamu tolong aku buat rahasiakan ini. Aku cuma berani kasih tau kamu, Nar. Please, bantu aku ya?"

Binar menarik kedua sudut bibirnya, lalu mengangguk. "Tapi ada syaratnya," katanya.

"Apa?"

"Kamu harus beliin aku es krim selama sebulan tiap pulang sekolah, setuju?"

Maira memanyunkan bibir ranumnya. "Yah Binar, habis dong uang jajanku."

"Kan bisa minta sama Kak Anfal." bisik Binar membuat pipi Maira langsung merona.

"Malu."

"Ih, masa sama pacar malu. Katanya cinta," goda Binar sambil mencolek dagu Maira.

Maira semakin tersipu.

"Binar ih, jangan ngomong gitu dong."

"Cie, yang udah gak cinta sepihak lagi."

"Binar ...." Maira merengek seperti anak kecil yang minta uang jajan pada orang tuanya.

Binar malah tertawa, gadis itu lalu bangkit dari duduknya. "Gak mau tau pokoknya beliin es krim selama satu bulan, kalo enggak aku bakal teriak."

"Teriak apa?"

"Pacarnya Kak Anfal!" Binar berteriak sambil berlari.

"Binar!" Maira mengejarnya dengan rasa malu bercampur bahagia.

Dulu, persahabatan mereka memang seindah itu. Maira bahagia meski hanya memiliki satu sahabat, yaitu Binar, sementara yang lainnya hanya Maira anggap sebagai teman saja. Bagi Maira, Binar adalah sahabat, saudara, sekaligus ibu. Binar selalu memberikan perhatian yang tulus layaknya kakak. Gadis itu selalu mengingatkan Maira jika telat makan, selalu membawakan obat tiap Maira sakit, ada setiap Maira sedih dan tidak pernah perhitungan.

Binar sahabat yang baik, sangat. Maira begitu beruntung memiliki sahabat sepertinya. Apakah setelah Binar tahu jika Maira hamil di luar nikah, gadis itu masih mau menjadi sahabat Maira? Dia masih mau main dengan Maira? Tidak. Dia pasti akan memilih main dengan temannya yang lain, secara Binar adalah gadis yang ceria, temannya ada banyak. Binar pasti akan sangat malu jika tahu hal ini. Maira sebenarnya belum siap memutuskan persahabatan dengan Binar. Namun, sebelum Binar merasa malu, akan lebih baik jika dia menjauh lebih dulu. Dia cukup sadar diri.

Di Usia 16(Terbit)Where stories live. Discover now