30

62.1K 5.9K 101
                                    

Di hari kedua masuk sekolah, wajah Maira tidak se-kacau kemarin. Pagi tadi dia sudah menyetok ASI sebanyak-banyaknya, jadi dia bisa merasa tenang. Di jam istirahat ini, dia bahkan mau ikut makan ke kantin bersama Anisa dan Sindi.

Soal kejadian kemarin sore di ruko, hal itu memang sudah biasa. Jadi, setelah menangis, Maira berusaha melupakan semua perkataan Bu Nani dan Bu Iceu. Inilah resiko yang harus dia terima karena semua dosanya di masa lalu, takdir memang adil. Dia pantas mendapatkan cemoohan dari orang-orang.

"Kesel deh," Sindi mulai membuka suara saat ikut duduk bersama Anisa dan Maira, setelah membeli makanannya.

"Kenapa?" tanya Anisa heran sambil mengupas kuaci, lalu memasukkan isinya ke dalam mulut.

"Anjas and the geng," jawab Sindi singkat, wajahnya terlihat masih berapi-api.

Gadis itu merasa sangat kesal pada teman-teman sekelasnya yang dikenal suka buat onar. Setiap hari ada saja kelakuan Anjas dan kawan-kawan yang membuat orang-orang kesal. Tadi saat Sindi akan memesan makanan, dengan entengnya mereka menggodanya, bilang Sindi cantik lah, bohay lah, apalah. Setelah itu, mereka ikut pesan dan setelah pesanan mereka didapat, mereka pergi begitu saja sambil berteriak pada penjaga kantin kalo pesanan mereka akan dibayar oleh Sindi. Menyebalkan! Mending kalo satu orang, ini lima!

"Ish, kenapa kamu mau-mau aja bayarin, tinggal pergi, apa susahnya?" tanya Anisa tidak habis pikir.

Sindi berdecak. "Mana bisa? Ibu kantinnya udah melotot serem liatin aku. Gak ada pilihan lain."

Anisa malah menertawakan, sementara Maira menatapnya dengan kasihan.

"Sabar ya, mungkin hari ini kamu lagi sial," kata Maira begitu tenang sambil mengusap bahu Sindi dengan perhatian.

Alis Anisa bertaut mendengar ucapan Maira, dan dia kembali tertawa.

"Maira bener tuh!"

Sindi mengerutkan bibirnya, lalu memakan baksonya dengan lahap.

"Mai, aku pengen liat deh wajah kamu kalo marah kayak gimana? Kayaknya kamu jarang marah ya?" tanya Anisa.

"Penasaran gitu, lebih serem gak dari wajah Sindi."

Maira hanya menggeleng dengan mulut penuh makanan. Aneh-aneh saja pertanyaan Anisa ini.

"Cewek dengan wajah soft kayak Maira mana bisa serem, yang ada malah gemes." ujar Sindi.

Sindi tidak bisa membayangkan bagaimana menggemaskannya wajah Maira ketika masih kecil, sudah sebesar ini saja Maira masih terlihat menggemaskan. Apalagi pipi putihnya yang agak kemerahan itu, terlihat manis sekali dipandang. Sindi yang perempuan saja begitu suka melihat wajah Maira, apalagi laki-laki. Bisa Sindi tebak, penggemar Maira pasti banyak. Terbukti, baru dua hari masuk sekolah saja dia sudah dikenal oleh banyak cowok di sekolah ini.

"Iya, bener juga sih." kata Anisa yang kini ikut memperhatikan wajah Maira.

"Ih, kalian kenapa jadi bahas aku sih?" tanya Maira merasa tidak nyaman, kemudian mangkuk bakso yang tinggal tersisa sedikit airnya itu didorong ke depan dan dia meraih es jeruknya, lalu diminum perlahan.

Kedua temannya melongo tidak percaya. Maira cepat sekali makannya, sebungkus kuaci milik Anisa saja sejak tadi belum juga habis. Bagiamana bisa?

"Mai, kamu makan cepat banget, laper ya?" tanya Anisa.

Maira hanya mengangguk, mereka mana paham jika ibu menyusui memang mudah lapar. Dan ketiganya kembali membuka obrolan ke sana-kemari. Setelah makanan mereka habis, akhirnya Sindi mengajak untuk kembali ke kelas, karena kantin pun sudah mulai sepi dan tidak lama lagi bel masuk akan berbunyi.

Di Usia 16(Terbit)Where stories live. Discover now