3. Sakit tak Berdarah [revisi done]

321 270 164
                                    

Happy Reading!!

Note : Semua jalan cerita hasil pemikiran sendiri. Untuk visual tokoh hanya untuk gambaran. Tidak ada kaitan nya dengan real life. Ini hanya Fiksi. Jangan di bawa ke real life.

--o0o--

"Terima Kasih, nasehat dan luka nya. Jujur, ini sakit :) "

-Andreana Delisha Abraham

©apsaapena 2021
Agustus

--o0o--

Sudah tiga hari, Ana dan keluarga nya berada di Bandung. Belum ada pembahasan tentang nilai. Mereka berkumpul menyalurkan sebuah rindu.

Hari ini, tepatnya hari ke 4. Mereka berkumpul di ruang keluarga. Ada yang bercanda. Ada yang membahas kemajuan perusahaan masing masing. Ada juga yang dengan estetik menghitung rambut yang tumbuh di kaki jenjangnya, Fatih.

"Bang Fatih, Bintang liat abang kasian deh. " celetuk Bintang menghentikan aktivitas Fatih. Fatih menaikkan satu alis nya bingung.

Para orang tua yang sedang membahas pekerjaan nya pun ikut menoleh ke arah Bintang.

"Iya, IQ abang berapa sih. Buat apa coba ngitung rambut dikaki. Kaya gak ada kerjaan. " jelas Bintang.

"Heh, namanya juga gabut. Nggak ada kerjaan ya gini. Emang kamu mau mabar sama abang?" ajak Fatih menantang Bintang.

"Jangan kira Bintang takut sama abang ya. Mau mabar apa? FF? Ayooo, Bintang jabanin. " jawab Bintang menggebu.

"Hilihh, bocil ep ep jangan sok keras. " ejek Jennie.

"Orang ganteng di syirikin." cibir Bintang tanpa menoleh.

"Stop! Jadi mabar nggak sih, Bin?" tanya Fatih menengahi perselisihan Bintang dan Jennie.

"Ayok. "

"Bintang, jangan keseringan mabar. Ntar nilai kamu turun." ujar Roni sang kakek yang melihat perdebatan kecil para cucu nya.

Ana? Jangan kira Ana ada di kamar. Ia di seret oleh adik laknatnya itu untuk ikut kumpul di ruang keluarga.

"Iya bener. Lagian waktu penerimaan raport nilai kamu aja selisih tiga angka dari yang peringkat ke dua. " sahut Bryan, ayah Bintang.

"Iya, Yah. Cuma main bentar kok sama bang Fatih. " jawab Bintang tanpa menoleh kearah lawan bicara.

Bryan menghela nafas kasar. Anak itu susah sekali di atur. Terkadang ia dipusingkan dengan tingkah Bintang di sekolahnya. Namun, ia heran. Kenapa anaknya tetap dapat nilai bagus. Padahal belajar aja jarang.

"Sudah, mas. Jangan terlalu keras sama Bintang. Lagian juga tiap tahun nilainya nambah. Yaa, meski selisih sedikit sama yang peringkat dua." ujar Luna sambil mengelus lengan kokoh Bryan.

Ana melihatnya merasa iri. Meski Bintang yang notabe nya adik sepupu yang kelewat bandel, namun ibu nya tak mempermasalahkannya. Lagian sifat dan sikap Bintang itu kaya ayahnya, Bryan. Keras kepala.

"Eh, iya An. Kamu dapet peringkat berapa waktu pembagian raport?" tanya Jennie.

"Satu."

"Pinter dong adik kakak yang satu ini."

"Alhamdulillah."

"Tapi ingat, An. Nonton drakor sama baca novel kamu dikurangi. Siapa tau peringkat kamu di ambil alih sama teman kelas kamu." ujar Liora menasehati, namun terkesan menyindir.

MY ASH LIFE [end]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt