21. Medusa?

38 35 2
                                    

“kadang diem adalah the best attitude ketika emosi.”

©apsaapena 2021
Desember


Entah perasaan Ana yang benar atau salah, sampai nya di ruang tamu Ana di sungguhkan dengan nenek Dewi, ibu dari mamah nya.

Sebenarnya Ana sangat senang jika nenek nya itu berkunjung untuk nya. Namun itu hanya sebuah harapan. Nenek Dewi selalu memandang ke arah Ana sinis, lain hal nya ketika menatap Rafa adik nya, pasti beliau menatap adik nya itu dengab kasih sayang.

"Assalamu'alaikum, nek. Bagaimana kabar nenek." tanya Ana sambil menyalami nenek nya itu.

Nenek Dewi membalas salaman dari cucu perempuan nya. Walau se sinis apapun pada cucu perempuan nya, nenek Dewi selalu menghargai jika seseorang mengucap salam bahkan mencium tangan nya.

"Hm, seperti yang kamu lihat. Keadaan saya baik." jawab nenek Dewi datar.

Pandangan Ana teralihkan oleh seorang gadis yang duduk di samping mamah nya. Gadis itu nampak lebih muda setahun di bawah Ana.

"Sayang, kenalin ini Nia. Nia kenalin itu putri mamah Kak Ana." ujar Ratih, Ana menyalami Nia begitu pula sebalik nya.

"Ada yang bisa jelaskan apa yang sebenarnya terjadi?" pinta Ana.

Rizal mengerti dengan perasaan putri nya itu. Dia menuntun Ana untuk duduk di samping nya.

"Ana, dia cucu nenek Dewi, cucu angkat nya. Dia menolong nenek kamu saat hampir kecelakaan di pasar." jelas Rizal,

"Jadi?"

"Gini, sekarang Nia tinggal di sini. Nia dapet beasiswa di sekolah kamu. Jadi, mulai hari ini Nia jadi adik angkat kamu." lanjut Rizal menjelaskan.

Ana menatap datar Nia, merasa di tatap Nia menatap balik. Senyum smirk tipis tercetak di bibir Nia. Ana dapat melihat nya. Pura pura polos itu julukan buat Nia.

"Oh iya, An. Sekarang kamar kamu dibawah. Kamar kamu akan di tempati Nia, cucu saya." sahut nenek Dewi sambil menekan kata cucu saya.

Rafa. Cowok itu juga tidak kalah kaget dengan penjelasan nenek nya itu. Bagaimana bisa mereka memutuskan nya tanpa persetujuan Ana.

Rafa menatap datar Nia, Rafa dapat merasakan aura negatif Nia. Dia sama sekali tidak menyukai saudara angkat nya itu.

"Bagaimana kalian bisa memutuskan ini semua. Bagaimana kalian bisa ambil keputusan tanpa menunggu persetujuan dari Ana." pertanyaan Ana beruntun. Rizal dan Ratih terdiam. Bahkan mereka melupakan Lagi keberadaan putri nya itu.

"Mamah sama papah mau ngulangi kesalahan yang sama?" tanya Rafa datar.

"Bukan seperti itu, Rafa Ana. Ini demi kebaikan kalian." jelas Ratih,

"Kebaikan apa lagi. Kebaikan agar Ana hilang dari keluarga ini." sinis Ana.

"Sekarang terserah kalian, jika kalian ingin Ana keluar dari kamar yang penuh kenangan dengan oma Sinta, terserah." lanjut Ana,

Ana langsung beranjak pergi menuju kamar baru nya. Baru saja beberapa langkah, suara nenek nya itu menghentikan langkah nya.

"Tidak sopan. Apakah begini cara kamu menghormati yang lebih tua. Saya rasa, anak saya tidak pernah lupa mengajarkan sopan santun." cerca nenek Dewi.

Tangan Ana mengepal erat. Terlihat jelas buku buku di jari nya itu. Dia tidak menjawab. Ana langsung saja pergi dari ruang tamu. Rafa pun segera menusul kakak nya itu.

"Rafa harap, papah sama mamah tidak menyesal suatu saat." desis Rafa.

Rizal dan Ratih menghela nafas lelah. Bagaimana bisa putra dan putri nya bersikap seperti itu. Dimanakah sopan santun yang selama ini ia ajarkan.

"Maafkan mereka bu, mungkin mereka membutuhkan waktu untuk menerima Nia." ujar Rizal dan diangguki nenek Dewi.

***

Tangisan Ana terdengar nyaring di kamar baru itu. Karena semua kamar kedap suara, Rafa tidak mendengar tangisan itu. Namun, Rafa tahu jika kakak nya itu sesang bersedih.

"Kak, buka pintunya." pinta Rafa dari luar.

Ana masih terisak, berusaha menerima alur yang sedang menguji kesabaran Ana.

Hampir setengah jam menangis, Ana kini mengganti pakaian nya. Karena merasa lelah, Ana segera menuju tempat tidur nya dan tertidur pulas.

Takdir begitu kejam. Bolehkah menyalahkan takdir. Atau waktu yang salah. Di tekan karena obsesi nilai, di banding bandingkan dengan saudara sepupu nya, di tinggal orang terdekat nya meninggal, dan sekarang di kejutkan dengan fakta jika orang tua mereka mengangkat satu anak.

Bahkan mereka tidak mencari tahu terlebih dahulu asal usul Nia. Yang mereka tahu Nia, gadis yang menolong nenek nya dari kecelakaan di pasar.

Renia Calista Putri,

Cewek yang tinggi nya setara dengan anak 16 tahun, berambut pendek serta memiliki tahi lalat kecil di samping mata nya.

Terkesan imut namun sangat licik bagi Rafa dan Ana. Mereka berdua enggan berhadapan dengan Nia. Mendengar nama nya saja mereka merasa mual.

Di balik kamar utama sang putri, lebih tepat nya kamar yang sekarang di tempati Nia, cewek itu tengah menelfon seseorang,

'Hallo be,'

"Hmm, kenapa sih." ujar Nia dengan nada sensual.

Mereka tidak tahu siapa Nia sebenar nya. Mereka tertipu dengan wajah polos Nia.

'Kangeenn.'

"Iyaa, sama kok. Aku juga kangen. Semua usapanmu," goda Nia. Seseorang dibalik sana menggeram, tidak kuat dengan godaan jalang kecil nya itu.

'Gak mau tahu, besok ketemu. Aku gak kuat be,'

"Iya iya. Euuumhhhh btw, aku udah masuk ke keluarga yang kamu mauhh." desah Nia, cewek itu berniat menggoda orang itu.

'Nakal kamu, yank. Awas besok aku buat kamu gak bisa jalan.' ancam orang itu.

"Coba aja kalo bisa hehe," goda Nia.

Pembicaraan mereka sampai larut. Bahkan Nia tertidur pulas. Hanya menggunakan tanktop juga hotpans cewek itu merasa tidak terganggu sekalipun.





Tbc!!
Jangan lupa voment!!
Mutualan? Yuuk

Tbc!!Jangan lupa voment!!Mutualan? Yuuk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
MY ASH LIFE [end]Where stories live. Discover now