26. Panti Asuhan

34 27 16
                                    

"Siapapun kamu, jangan lupa bersyukur."

—author

©apsaapena 2022
Januari


Setelah menikmati perjalanan yang cukup singkat, kini mereka sampai di panti asuhan kasih bunda.

Pemandangan pertama kali yang mereka lihat adalah tawa dari beberapa anak yang tengah bermain di halaman yang terbilang luas itu.

"Gila, tempat nya adem banget." pekik Alby.

"Iya, gue kira panti asuhan nya kumuh. Ehh ternyata realita nya cukup menyegarkan otak dan pikiran." sahut Arnold.

Ana tersenyum melihat beberapa anak yang tengah bermain dan berlari. Rasa nya sangat menghatkan melihat mereka yang asik tertawa serta bercanda bersama.

"Assalamu'alaikum, adek adek." sapa Arvian ramah.

"Wa'alaikumussalam, abang kakak." jawab mereka.

Salah satu dari mereka langsung berteriak memanggil pemilik panti itu.

"BUNDAA ADA ABANG GANTENG SAMA KAKAK CANTIK." teriak anak kecil itu kegirangan.

Sang pemilik panti yang mendengar teriakan anak nya langsung keluar terburu buru.

Wanita paruh baya dengan hijab biru wardah yang menutupi kepala hingga dada nya itu menghampiri nya.

"Assalamu'alaikum, bu." sapa Arvian dkk.

Mereka menyalimi sang pemilik panti.

"Wa'alaikumussalam, ehh kamu yang dulu sering datang ke panti bunda kan." tanya pemilik panti.

"Hehe, iya. Bunda masih ingat gak sama Vian?" jawab Arvian sekaligus bertanya.

"Ah iya. Kamu Arvian. Masyaallah udah lama gak ketemu. Ini teman teman kamu?" tunjuk bu Laras pada teman Arvian.

Mereka mengangguk, lantas mereka langsung menyalimi Bunda Laras. Salah satu anak panti langsung menyeret tangan Alby dan mengajak nya bermain bola. Arnold yang tidak ingin melewatkan satu moment itu langsung ikut bermain.

"Abang, ayo oper bola nya ke aku." tunjuk bocah kecil itu. Arnold langsung saja mengoper nya ke dia. 

"Yeaaahhh, gooolll." pekikan itu terdengar nyaring. 

simple, namun sangat istimewa. Hanya karena menang dalam permainan anak anak akan tertawa. Bahkan tak segan memamerkan nya ke yang lain. Arnold langsung mengusap gemas rambut bocah itu. Bahkan, Alby langsung mengangkat tubuh anak itu bak kapal terbang.

"Keren,"

"Ayo main lagi," ajak salah satu dari anak panti.

Mereka melanjutkan permainan nya. Napas Alby dan Arnold tampak terengah engah namun mereka tetap melanjutkan permainannya.

Arvian memfokuskan lensa kamera nya ke arah anak anak. Setelah membidik nya, Arvian melihat hasil jepretan nya itu.

Perfect ,

Satu kata yang mampu Arvian katakan pada karya yang dia peroleh.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lalu, Arvian membidikan lensa kamera nya ke arah lain lebih tepat nya ke arah Ana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lalu, Arvian membidikan lensa kamera nya ke arah lain lebih tepat nya ke arah Ana.

Cantik,

Arvian tersenyum tipis. Cowok itu lantas ikut menyusul dua teman nya.
Si kembar alias Difa dan Dina juga ikut bermain. Mereka berdua menjadikan diri nya sebagai terowongan kereta api.

"Naik kereta api,"

"Tuuttt tuutttt tutt,"

"Siapa hendak turut,"

"Ke Bandung ... "

"Surabayaa ... "

"Hendaklah na —" lirikan lagu itu berhenti saat salah satu anak terjebak di terowongan.

Hap

"Yeah kena. Sekarang kakak kasih pertanyaan nih buat kamu." ujar Dina mencolek hidung anak kecil itu.

"Jangan yang susah susah ya kak." protes anak itu. Dina dan Difa terkekeh. "Ya enggak lah. Nanti kamu gak bisa jawab lagi."

"Eumh, apa ya?" Dina meletakan telunjuk nya di dagu seolah olah sedang berfikir.

"Oh iya, siapa nama presiden yang ciptain pesawat?" tanya Dina dengan wajah serius.

Bukan hanya satu anak yang berpikir, namun semua yang di situ juga ikut berpikir.

"Itu bukan sih yang sekolah di luar negri?" celetuk salah satu nya.

"He'em, coba siapa nama nya?" tanya Difa.

"BJ Habibi bukan sih?" cicit dia, bocah dengan kepang dua.

"Betul, nama kamu siapa?" tanya Difa antusias.

"Laura." dia menunduk. Tampak jelas anak itu pemalu.

"Oke Laura, karena jawaban kamu benar nanti kakak kasih hadiah." Dina mengacak gemas rambut Laura.

Mendengar kata hadiah, yang lain juga nampak antusias. Akhirnya mereka melanjutkan permainan nya lagi. Lain hal nya dengan Laura. Anak itu nampak menjauh dan lebih memilih duduk di ayunan.

Netra Ana mengikuti langkah Laura. Laura nampak murung meski banyak teman disini. Nampak nya, Laura memiliki luka yang cukup dalam. Pikir Ana.

Ana berjalan mendekati Laura. Laura yang merasa di dekati seseorang pun akhir nya mendongak. Ana tersenyum tipis. Laura dapat melihat nya. Cantik. Itulah yang Laura pikirkan.

"Kakak boleh ikut main sama kamu?" tanya Ana. Laura mengangguk.

Terjadi keheningan sesaat. Ana mengambil sesuatu dari saku hoddie nya. Lalu ia pasangkan di rambut Laura. Tangan Laura langsung memegang kepala nya.

"Hadiah dari kakak. Jaga baik baik ya." pinta Ana. Laura mengangguk.

"Kamu gak ikut main sama yang lain?"

Laura menggeleng. Mata nya berkaca kaca. Perlahan air mata nya pun turun begitu saja.

"Lau kangen bunda hikss." isak Laura.


TBC!!

Jangan lupa voment!!

MY ASH LIFE [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang