50. Rumah Sakit

33 10 0
                                    

“Terlalu rumit untuk menebak takdir tuhan.”

—coretanpermata

©apsaapena 2022
Maret


Mereka berjalan cepat di koridor rumah sakit. Alby dan Arnold langsung menghubungi orang tua Arvian.

"Maaf, dik. Sebaiknya kalian tunggu disini." ucap salah satu suster.

"TAPI TEMEN GUE DALAM BAHAYA BANGSAT." teriak Alby.

Bagaimana diri nya bisa berdiam diri di sini sedangkan Arvian dan Ana tengah bertaruh nyawa.

"Iya kami tahu. Biar kami yang mengatasi mereka. Kalian cukup duduk disini dan berdoa kepada Tuhan."

Alby mengacak rambut nya prustasi. Andai dia menghentikan Arvian, Arvian pasti tidak akan masuk rumah sakit.

Bintang yang tadi merengek ikut pun tengah menangis di pelukan Dina. Cowok itu dari tadi tidak bisa diam. Arnold jengah melihat nya. Apalagi tahu siapa cewek yang tengah bocil itu peluk.

"Shut, udah jangan nangis. Kalo lo nangis yang ada Ana gak bangun."

Mendengar perkataan kakak kelas nya yang Bintang tidak tahu nama nya itu langsung bertambah nangis.

"Eh cil. Ngapain lo malah mambah ngejer anjir. Mana yang lo peluk itu cewek gue." sungut Arnold tidak terima.

"Kakak ini bilang, Kak Ana gak bakal bangun lagi huaaaa."

"Diem napa cil. Bukan cuma lo yang sedih, kita juga." geram Alby.

Teman sekelas nya juga ikut bersedih. Mereka semua ikut ke rumah sakit. Ya, meski berteman belum lama tapi tidak mempermasalahkan nya.

Dari kejauhan, terdengar derap langkah yang tergesa gesa. Mereka menengok ke arah sumber suara.

Ternyata orang tua Arvian lah yang datang. Dan jangan lupakan, pria dengan setelan jas dokter juga datang dengan raut wajah khawatir.

"Bagaimana kondisi Nathan, Alby?" tanya Hilda.

"Kami belum tahu tan. Yang jelas, kita nunggu dokter keluar dari ruangan itu." jelas Alby.

Farhan, yang tidak lain abang dari Arvian langsung masuk ke dalam ruangan. Waktu baru sampai di depan rumah, dia di kabari ada pasien yang membutuhkan tenaga beliau.

Dan tentu saja Farhan kaget saat mengetahui siapa pasien itu. Adik nya yang saat ini tengah berjuang melawan maut. Mata tajam yang biasa menatap nya masih setia tertutup.

Dengan tangan yang bergetar, Farhan berusaha keras untuk menyelamatkan adik nya dan juga cewek itu.

Peluh keringat menetes dari dahi Farhan. Farhan tentu saja terkejut dengan kondisi Ana yang lebih parah dari adik nya.

Tolong bertahan, demi kita. batin Farhan.

"Pasien membutuhkan darah lagi." ucap dokter Ryan.

Suster dan beberapa perawat yang membatu dokter Ryan dan juga Farhan dengan cekatan mengambil beberapa kantung darah.

"Alhamdulillah, pasien berhasil melewati masa kritis nya."

"Terima Kasih ya Allah." ucap syukur Farhan.

Mereka dapat bernafas lega. Tuhan masih baik kepada Arvian dan Ana. Sekarang tinggal menunggu mereka siuman.

Farhan memindahkan Ana dan Arvian di ruang VVIP. Dia memutuskan untuk memindahkan adik nya satu ruangan dengan cewek itu.

MY ASH LIFE [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang