Bab Empat

280 46 6
                                    

Happy reading. Yuk tinggalin jejak❤️

***

Seakan tidak puas jika hanya menjewer, Nylah menggunakan tangan kirinya yang menganggur untuk menarik hidung Alankar. Hal itu sontak mengundang pekikan kencang dari sang anak bungsu.

"Ma, eng-enggak bisa napas!"

Nylah bersedekap setelah melepaskan telinga serta hidung Alankar. "Bagus, ya. Bukannya intropeksi diri dan lamar pekerjaan, kamu malah ngejelekkin orang pas kamu live Instagram. Udah ngerasa hebat kamu?"

"Sadar umur kenapa? Kamu harusnya udah bisa kerja tahu. Kamu enggak malu lihat kakak-kakak kamu kerja, sementara kamu? Cuma leha-leha dan main sosial media?" tambah Nylah yang berhasil menyentil emosi Alankar.

Alankar menggertakkan giginya kesal. "Siapa bilang Lankar cuma leha-leha? Yang mama bilang leha-leha itu nyatanya bisa hasilin uang. Bahkan bisa lebih banyak dari gaji mereka sebulan. Promosiin produk orang dan bikin laris itu kerjaan Lankar, Ma."

"Iya mama tahu kamu bisa hasilin uang dari itu. Tapi mama juga mau kamu cari pekerjaan lain yang tetap, Lankar. Sayang sama gelar kamu."

"Produk yang mesti diendorse masih numpuk, Ma."

"Lankar!"

"Lankar janji nanti bakalan kerja di perusahaan gede, oke? Tapi enggak sekarang," ucap Alankar.

Nylah menghela napas lelah kehabisan akal untuk berdebat dengan Alankar. Sebelum membiarkan Alankar kembali ke kamar, Nylah berujar, "Oke, tapi kamu harus minta maaf dulu sama CEO yang kamu jelekkin di live."

Mata Alankar membeliak tidak percaya. Untuk apa dia meminta maaf? Dia sama sekali tidak bersalah. Karena kenyataannya, CEO perusahaan tersebut lah yang mengganggunya. Dan dia hanya bercerita kepada pengikutnya.

"Sebagai influencer terkenal, kamu harusnya punya sopan santun, Lankar. Sekesal-kesalnya kamu dengan seseorang ataupun perusahaan, alangkah baiknya kamu pendam. Jangan malah disebarin di sosial media. Jangkauan sosial media itu luas, Lankar."

"Biarin aja. Salah dia sendiri. Ngajak orang kerja sama, kok malah bikin risih?"

"Tetap kamu yang salah!"

Alankar mendengkus. "Enggak, bukan Lankar. Udah, ah. Followers Lankar pasti bingung kenapa livenya tiba-tiba mati. Dadah, Mama!"

Alankar segera menarik tangan Nylah untuk keluar dari kamarnya. Begitu pintu kamar telah terkunci rapat, Alankar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Memikirkan sebuah penjelasan tepat yang akan dia berikan kepada pengikutnya.

Tidak mungkin dia bercerita bahwa dia dimarahi ibunya tentang dia yang menjelekkan seseorang sehingga ibunya pun mematikan acara live. Hal itu jelas akan merusak citranya. Dan dia tidak akan membiarkan itu terjadi.

Seulas senyuman penuh arti lantas tercetak di bibirnya kala sebuah ide tebersit. Dengan cepat, dia melakukan push up beberapa kali agar wajahnya terlihat lelah. Memastikan penampilannya sudah sesuai rencananya, Alankar menekan tombol live.

Tanpa menunggu waktu yang lama, livenya sudah ditonton oleh lima ribu orang.

"Hai, Lanvers! Maaf, ya, tadi livenya tiba-tiba mati," sapa Alankar sembari menyeka bulir keringat di keningnya.

"Kenapa gue keringatan?" tanya Alankar membaca komentar salah satu penontonnya.

Alankar mengacak rambutnya menebar pesona. "Tadi gue diminta mama buat bantuin dia pindahin barang-barang berat. Maklum, cuma gue satu-satunya orang di rumah yang berotot."

Scent of LoveWhere stories live. Discover now