Bab Dua Puluh Satu

232 39 29
                                    

Yeay, akhirnya Rabu! Selamat menikmati❤️

Mulai dari sini Alankar bakalan sering muncul, siapin diri ya! Hati hati emosi jiwa🤣

Mulai dari sini Alankar bakalan sering muncul, siapin diri ya! Hati hati emosi jiwa🤣

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Walau sudah berulang kali Diego memanggil Galiena, Galiena tetap tidak menggubrisnya. Galiena tidak bisa mendengar apa pun sebab suara di kepalanya terlalu berisik. Ucapan demi ucapan yang pernah dia dengar di masa lalu terus-menerus bermunculan. Hal itu sukses menambah rasa sakit di kepala serta dadanya.

"Joget yang bener, dong, Gal. Masa cuma segitu kemampuan joget lo? Malu-maluin aja."

"Tahu, tuh. Enggak usah sok malu, kali. Kita semua di sini tahu, kok, kalau lo udah pernah joget di depannya geng Braylon."

Galiena menggelengkan kepala berusaha mengenyahkan ingatan tersebut dari kepalanya.

"Lo dibayar berapa, deh, sama Braylon? Gue berani kasih lo berapapun yang lo mau. Tapi, sekarang lo harus hibur gue pakai jogetan lo."

Semakin banyak ucapan yang muncul di benaknya, maka semakin kuat juga Galiena mencengkram kepalanya.

Diego sungguh bingung harus membantu Galiena dengan cara apa. Dia sudah memanggil dan menggoyangkan lengan Galiena, tapi atasannya tak kunjung membaik. Lantas, bagaimana?

Siapapun tolong bantu dia. Dia tidak tega melihat wajah Galiena yang kesakitan. Bahkan, sekarang pipi Galiena sudah basah akan air mata.

Diego menarik dan mengembuskan napas secara perlahan. Dia mengedarkan pandangan menuju sekeliling sebelum akhirnya berhenti pada dispenser. Dia menaikkan sebelah alis.

Akankah memberi Galiena air hangat dapat membantu? Meski ragu, Diego merasa dia perlu mencobanya. Tepat saat Diego hendak beranjak, ponsel di sakunya bergetar.

Nama Luna tertera di layar. Dia menoleh sebentar pada Galiena yang masih memejamkan mata, kemudian memutuskan menerima panggilan tersebut. Sembari menempelkan ponsel pada telinga, dia bergerak mengambil gelas kosong, mengisi air hangat, dan kembali duduk di samping Galiena.

"Bu Galie." Kali ini, Diego memanggil nama Galiena lebih kencang. Melihat Galiena yang langsung membuka mata membuat Diego sedikit lega. "Minum air hangatnya dulu, Bu."

"Halo, Lun? Kenapa? Maaf, tadi saya enggak dengar ucapan kamu." Diego bertanya usai memberikan gelas itu kepada Galiena.

"Apa Pak Diego masih belum bisa menyusul saya? Sekarang saya dan anak-anak lain berkumpul di lobi."

Diego memijat pelipisnya cukup lelah. "Sepertinya belum bisa, Lun. Saya masih harus menemani Bu Galiena di sini. Ada apa?"

"Para wartawan berhasil menerobos ke dalam gedung. Mereka semua berkumpul di lobi, memaksa agar dipertemukan dengan Bu Galiena. Mereka juga bersikeras tidak akan meninggalkan lobi jika belum mendapatkan secuil informasi pun terkait video tersebut. Saya harus bagaimana, Pak? Kami benar-benar bingung."

Scent of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang