Bab Sembilan

247 39 8
                                    

Happy reading❤️

"Wow," takjub Diego tak percaya melihat angka yang tertera di layar komputer

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Wow," takjub Diego tak percaya melihat angka yang tertera di layar komputer. Ternyata terlepas dari produk terakhir NALA yang mendapat kritikan, masih ada banyak influencer yang bersedia menjadi brand ambassador NALA.

Dia harus lekas menyampaikan kabar bahagia ini kepada Galiena. Dengan buru-buru, dia melangkah menuju ruangan Galiena. "Bu Galie."

"Iya? Masuk aja, Go," ucap Galiena yang mengenali suara Diego dari balik pintu.

Senyuman lebar Diego menjadi pemandangan pertama yang Galiena lihat begitu pintu terbuka. Batinnya bertanya-tanya ada kabar bahagia apa hingga sekretarisnya tersenyum lebar seperti itu?

"Kenapa?" tanya Galiena.

"Enggak sia-sia tim desain merevisi poster sebanyak delapan kali, Bu. Poster kali ini berhasil menarik perhatian banyak orang," ujar Diego antusias.

Galiena menaikkan sebelah alis menunggu kelanjutan ucapan Diego.

"Jumlah influencer yang mendaftar jauh melampaui target kita, Bu. Kita hanya menargetkan sekitar dua ratus yang ikutan, tapi ternyata sudah empat ratus yang mendaftar."

Kedua mata Galiena membulat tak percaya. "Kamu serius?"

"Serius, Bu. Saya rasa kita harus cepat menutup pendaftarannya. Karena jika kita tetap menunggu hingga akhir minggu dan jumlah pendaftar semakin membludak, saya rasa kita belum siap. Terlebih tim produksi serta para juri yang menilai."

Galiena menganggukkan kepala. "Saya setuju. Menilai empat ratus video saja sepertinya sudah memakan waktu yang cukup banyak. Dan kita juga tidak bisa sembarang memundurkan acara final karena kita sudah memesan catering, meminta para pemegang saham mengosongkan jadwal, serta beberapa hal lainnya."

"Kalau begitu setelah ini saya akan meminta Bellanca untuk mengurus pengumuman bahwa pendaftarannya telah ditutup."

"Iya dan jangan lupa, Go, sebelumnya kita hanya meminta tim produksi menyiapkan Icy Mint juga Strawberry Fairy masing-masing seratus botol. Agar tidak ada keterlambatan jadwal dalam pengiriman, segera hubungi mereka untuk menambah jumlah stok."

"Siap, Bu. Ada hal lain lagi yang perlu saya kerjakan?"

Galiena mengetuk jari-jemarinya pada meja berpikir lalu berucap, "Kalau kamu ada waktu senggang, tolong kirimkan saya link berisikan jawaban para pendaftar. Saya ingin terlebih dahulu melihat jawaban mereka sebelum menonton videonya."

"Baik, Bu. Setelah menghubungi Bellanca dan Salmo, saya akan mengirimi linknya ke ibu."

"Terima kasih, Diego. Semangat! Jika ada kendala, tolong langsung hubungi saya. Saya tidak ingin ada satu kesalahan pun dalam acara ini."

***

Usai makan malam, Galiena bergegas menuju kamarnya untuk membuka link yang diberikan Diego. Dalam sekejap, satu layar komputer Galiena dipenuhi oleh tulisan. Galiena menarik napas dalam sebelum mulai membaca data pendaftar pertama.

Untuk memudahkan proses penyeleksian nanti, tim NALA meminta para pendaftar mengisi beberapa hal selain identitas mereka, seperti apakah pendaftar memiliki pengalaman menjadi seorang brand ambassador, jumlah pengikut pendaftar serta engagement rate, dan benda jenis apa yang biasa diendorse oleh pendaftar.

Pengalaman Menjadi Seorang Brand Ambassador : -
Jumlah Pengikut : 11.5k
Engagement Rate : 2.35%
Jenis Benda yang Biasa Diendorse : Makanan dan minuman

Merasa kurang dengan data yang barusan ia baca, Galiena pun beralih ke data pendaftar selanjutnya. Sembari membaca, ia menandai beberapa influencer yang sekiranya berpotensi lolos hingga babak semifinal nanti.

Baru membaca hingga seperempat, Galiena bisa menebak hari-hari ke depannya akan terasa panjang sebab kebanyakan influencer yang mendaftar sudah berpengalaman.

Galiena membentuk kepalan tangan di udara menyemangati dirinya sebelum kembali tenggelam dalam kesibukan. Hingga akhirnya, atensinya teralihkan oleh suara lembut milik Gabriella.

"Akhir-akhir ini kayaknya anak mama sibuk banget?"

Galiena menoleh dan tersenyum tipis. "Kenapa, Ma? Ada yang perlu Galie bantu?"

Gabriella melangkah mendekati anak semata wayangnya. Karena penasaran dengan apa yang tengah dilakukan Galiena, dia pun sedikit membungkukkan badan agar dapat melihat tulisan di komputer. Dengan alis yang terangkat sebelah, dia bertanya, "Apa itu? Data para influencer yang daftar?"

"Iya, para pendaftar acara brand ambassador. Sambil nunggu mereka unggah video, Galie rasa enggak ada salahnya buat lihat data mereka dulu."

"Terus hasilnya, gimana? Udah ketemu yang kira-kira bisa jadi brand ambassador kita?"

"Sejauh ini yang Galie baca, ada cukup banyak influencer yang berpotensial. Galie juga udah bintangin influencer yang punya pengalaman. Tapi kembali lagi sama hasil video mereka nanti, karena itu poin pentingnya."

"Emangnya udah baca seberapa?"

Galiena menarik napas. "Seperempat."

Gabriella terkekeh lalu mengusap puncak kepala Galiena. "Baru baca seperempat, tapi mukanya udah capek banget. Mau istirahat sebentar sebelum lanjut? Kita bisa cerita sambil ngopi dulu di taman."

"Oke, Ma. Mau Galie atau mama yang buat kopinya?"

"Mama aja. Kamu langsung pergi ke taman, gih."

"Jangan lupa punya Galie harus manis, ya."

"Iya, Sayang. Mana mungkin mama lupa kebiasaan kamu yang aneh itu? Haha. Sana kamu ke taman," usir Gabriella kemudian mendorong Galiena agar beranjak dari kursi komputernya.

Sembari tertawa pelan, Galiena menuju taman. Begitu tiba, Galiena tidak langsung duduk melainkan membiarkan bola matanya menjelajahi satu taman. Hingga akhirnya pandangannya berhenti pada kolam ikan yang berada di ujung kanan taman. Kolam ikan sejuta memori.

Tanpa Galiena sadari, secara perlahan kaki jenjangnya bergerak ke sana. Selain ruangan khusus untuk meracik parfum, kolam ikan juga menjadi spot kesukaan mereka—Galiena dan ayahnya. Mereka sering berdiam diri di sekitar kolam menikmati udara segar serta memandangi ikan hias yang sudah dipelihara sejak Galiena kecil.

"Mama tiba-tiba keingat kejadian itu, deh. Waktu kamu nangis karena mama marahin kamu yang corat-coret dokumen penting papa. Kamu jongkok di sini sambil ngomong sama ikan, haha," ujar Gabriella setelah meletakkan kedua kopi mereka di meja dekat kolam.

Semburat rona merah lantas menghiasi pipi Galiena. "Jangan bahas itu, deh, Ma."

Gabriella tergelak. "Terus yang paling mama ingat, papa kamu bukannya marah, malah ikutan ngomong sama ikan."

Galiena tersenyum. Sedari kecil, Edward sang ayah memang tak pernah memarahinya. Karena Edward takut jika memarahinya, maka ia akan menangis kencang. Alih-alih memarahi atau meneriakinya, Edward lebih memilih menasehatinya seraya tersenyum konyol.

"Sekarang papa pasti lagi bangga banget karena kamu hebat dalam meneruskan NALA."

Seketika senyuman Galiena pias.

"Loh? Kok tiba-tiba jadi murung?"

"Galie selalu ngerasa enggak pantas untuk jadi pemimpin NALA. Masih ada banyak hal yang belum Galie kuasai."

"Hei, jangan ngomong gitu. Kamu pantas, kok. Terlepas dari masih ada banyak hal yang belum kamu kuasai, kamu udah hebat banget. Baik mama ataupun papa, kami tahu kamu udah bekerja begitu keras demi membuat NALA semakin maju."

"Buktinya aja, acara brand ambassador ini berhasil narik perhatian banyak orang, kan? Ayo, semangat anak mama! Kamu pasti bisa jadi pemimpin yang paling hebat. Bahkan melebihi papa kamu."

Melihat anaknya yang masih tak menanggapi, Gabriella merengkuh Galiena ke sebuah dekapan hangat. "Semua pasti berjalan dengan lancar, Sayang. Mama bakalan selalu ada di belakang kamu."

Scent of LoveWhere stories live. Discover now