Galiena memiliki trauma terhadap sosial media. Masa lalunya yang begitu buruk membuat ia selalu berusaha menghindar dari segala hal yang bersangkutan dengan sosial media. Sebab setiap kali ia mencoba membuka sosial media, maka bayang-bayang menyaki...
Selamat hari raya Idul Fitri untuk teman-teman yang merayakan!
Dan selamat membaca❤️
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Alankar mengembuskan napas kasar kemudian beranjak dari kasur. Dia sudah berhasil menentukan pilihan mana yang akan dia ambil. Pandangannya berjelajah ke satu ruangan, mencari sebuah benda pipih yang sempat dia lempar beberapa saat lalu. Begitu menemukan benda pipih tersebut, dia meraih dan mencari kontak Galiena.
Meski rasa takut kembali hadir, Alankar melawannya.
Alankar Jethro Bu Galie
Alankar Jethro Sebelumnya saya minta maaf karena telah melanggar jadwal unggah konten di akun saya, tetapi saya memiliki alasan
Alankar Jethro Apa hari ini Bu Galie memiliki waktu kosong? Jika iya, apa bisa Bu Galie menemui saya di cafe Purnama? Saya akan menunggu Bu Galie
Tanpa menunggu pesan itu dibaca ataupun dibalas oleh Galiena, Alankar segera keluar dari ruang obrolan. Dia menarik napas dalam, meyakinkan dirinya bahwa dia telah mengambil keputusan yang tepat. Galiena akan jauh lebih kecewa jika mengetahui kebenarannya dari orang lain.
Terlalu lama berpikir keputusan mana yang harus dia ambil membuat Alankar tidak sadar kalau dia sudah melewati tenggat hari yang diberikan sosok misterius tersebut.
Tidak mungkin menemui Galiena dalam keadaan tidak mandi berhari-hari, Alankar menyambar handuk dan pergi ke kamar mandi. Di kamar mandi, otaknya berpikir keras perihal cara mengakui kesalahannya. Dia tidak boleh melakukan satu pun kesalahan nanti.
"Bu Galie, apa kabar?" Alankar memulai sesi latihannya.
"Bu, sebenarnya orang yang post video Bu Galie di sosial media itu saya. Tapi, saya mohon Bu Galie denger penjelasan saya dulu."
Alankar yakin seratus persen nanti Galiena pasti menamparnya sehingga dia bertingkah seakan-akan baru mendapat sebuah tamparan keras.
"Saya bener-bener menyesal, Bu. Saya minta maaf. Seandainya ibu masih ingin menampar saya, saya enggak masalah, Bu."
Alankar langsung menggeleng. "Gila aja gue nyodorin pipi buat ditampar. Kalau dia enggak puas-puas namparnya, gimana? Auto bengkak, dong, pipi gue?"
Sembari membilas rambutnya yang penuh busa, Alankar bergumam lagi, "Enakan ngomongnya gimana, ya? Gue takut nanti dia mikirnya gue enggak serius minta maaf, padahal kan gue bener-bener udah sadar gue salah."
Alankar menaikkan sebelah alis kala sebuah ide tebersit di benaknya. Haruskah dia mengucapkan kata maaf sambil bersimpuh? Apa itu akan cukup untuk menebus perbuatannya? Atau sebaiknya dia membawa makanan dan minuman kesukaan Galiena? Tapi, dia saja tidak tahu apa yang Galiena sukai.
"Alankar Jethro! Keluar kamu sekarang!" Lana tak tahu-menahu memekik kencang seraya menggedor pintu kamar mandi.
Saking terkejutnya Alankar, hampir saja dia terpeleset. Dia mendengkus sebelum menyahut, "Apa, Kak? Lankar lagi mandi. Tunggu bentar. Sepuluh menit Lankar keluar."