Bab Lima Puluh Sembilan

312 28 11
                                    

Part terakhirr!!!

Kedua alis Galiena bertautan membaca pesan masuk dari Alankar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kedua alis Galiena bertautan membaca pesan masuk dari Alankar. Alankar memintanya membuka email karena pria tersebut mengirim beberapa video di sana. Sekejap, rasa penasarannya pun berkecamuk. Kira-kira video apa yang dikirim Alankar hingga harus melalui email?

alankarjethro@gmail.com
Saya terlebih dahulu minta maaf semisal Bu Galie berpikir saya lancang. Bukannya bermaksud ikut campur atau gimana, tetapi saya ingin membantu Bu Galie karena secara tidak langsung saya orang yang membuka luka lama Bu Galie perihal video pembulian semasa Bu Galie SMA. Saya harap ini bisa menjadi penawar luka tersebut

Galiena menghela napas. Alankar masih selalu membahas itu, padahal sudah beberapa kali Galiena berkata bahwa saat ini ia sudah baik-baik saja. Mungkin terkadang memori menyakitkan tersebut bisa muncul di beberapa waktu.

Namun, ia masih bisa mengendalikan diri. Berkat dukungan lingkungan sekitarnya—rumah dan kantor, harus ia akui keadaannya jauh membaik.

Kendati begitu, Galiena menekan video yang dikirim Alankar. Rupanya, durasi video cukup panjang. Sehingga Galiena memutuskan menontonnya dalam posisi rebahan.

Usai memastikan posisinya telah nyaman, Galiena baru memutar video. Wajah Alankar lantas memenuhi ponsel. Ia mengernyit. Sepertinya video diambil saat pria tersebut berada di balik kemudi.

Alankar melambaikan tangan ke kamera. "Halo, Bu Galie! Gimana hari ini? Semoga baik. Oh iya, sebelum itu saya mau minta maaf karena membuat Bu Galie berakhir di rumah sakit. Saya berani bersumpah saya benar-benar enggak tahu, bukannya sengaja.

Asli, Bu. Tapi, saya enggak bakal mengelak kalau saya juga salah. Seharusnya, saya terlebih dahulu menanyakan jenis makanan yang enggak bisa Bu Galie makan. Maaf, ya."

Kini kamera tidak lagi menyorot wajah Alankar, melainkan rumah seseorang. Rumah minimalis dengan satu lantai. Rumah tersebut dominan berwarna abu-abu.

"Bu Galie pasti penasaran itu rumah siapa. Cuma enggak asik seumpama langsung saya sebut. Jadi Bu Galie lihat sendiri, ya. Oke, sekarang saya harus turun."

Alankar keluar dari mobil, lalu menekan bel. Tak lama kemudian, seorang perempuan sebaya Galiena datang menyamperinya.

Galiena membekap mulut tak percaya. Bukankah itu Rose?

"Maaf cari siapa, ya?"

Galiena sangat yakin perempuan tersebut adalah Rose. Suara Rose tidak berubah. Ia tidak mungkin salah, mengingat ia harus menghadapi Rose sepanjang masa SMA.

"Halo, gue Alankar. Lo pasti Rose alumni SMA Plumeria, bukan?

Terlihat jelas jika raut wajah Rose memucat. Walau demikian, Rose tetap memasang wajah galak. "Apa hubungannya gue alumni mana sama lo? Lo mau apa? Jangan macam-macam, ya. Gue bisa teriak kapanpun gue mau."

Scent of LoveWhere stories live. Discover now