Bab Tiga Puluh Dua

173 29 17
                                    

Selamat menunaikan ibadah puasa untuk yang menjalankan❤️

Dan selamat membaca❤️

Karena ingin memberi kejutan kepada anak-anak NALA, Galiena sengaja tidak memberitahu siapa pun—termasuk Diego—jika hari ini ia akan kembali ke perusahaan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Karena ingin memberi kejutan kepada anak-anak NALA, Galiena sengaja tidak memberitahu siapa pun—termasuk Diego—jika hari ini ia akan kembali ke perusahaan. Terselip rasa ragu kala langkahnya kian dekat dengan lift.

Di depan benda kotak tersebut, Galiena menarik napas dalam mengumpulkan keberanian. Setelah cukup yakin, ia pun menekan salah satu tombol.

Ia mengarahkan lift menuju cafetaria. Ia akan terlebih dahulu membeli kopi untuknya dan Diego sebelum memulai hari yang panjang. Akan tetapi sesampainya di cafetaria, Galiena tidak menemukan siapa pun.

Ke mana perginya Airis atau barista yang lain? Bukankah seharusnya mereka sudah mulai menyajikan makanan dan minuman, mengingat sekarang waktu telah menunjukkan pukul delapan pagi?

Selama ia absen, Diego tidak mungkin berani mengganti jam masuk kerja, bukan? Mengurungkan niatnya membeli kopi, Galiena melangkah menyusuri koridor guna mengecek karyawan yang lain. Namun hasilnya tetap sama, ia tidak menemukan satu orang pun.

Ingin bertanya kepada Diego, tetapi jika begitu rencana mengejutkan anak-anak NALA secara otomatis akan gagal. Sehingga yang dapat Galiena lakukan hanya kembali ke lift. Ia berusaha menanamkan pikiran positif, mungkin saja hari ini Diego mengadakan rapat. Galiena rasa ia harus menunda rencananya beberapa saat.

"Tapi, rapat apa sampai Airis juga ikutan?" gumam Galiena setelah berpikir keras.

Meski terasa ganjil, Galiena berusaha mengabaikannya. Ia akan tahu jawabannya nanti. Ia sontak menaikkan sebelah alis kala melihat meja Diego yang masih kosong. Pukul delapan lewat sepuluh dan Diego masih belum datang?

Tak kuasa menahan rasa penasarannya lagi, Galiena mengeluarkan ponsel dari tas, hendak mengirimi Diego pesan.

Sembari mencari kontak Diego, ia berjalan ke ruangannya. Betapa terkejutnya Galiena mendapati ruangannya penuh dengan balon peach yang beterbangan.

"Selamat datang kembali, Bu Galiena!" teriak seluruh karyawan NALA serempak.

Beberapa karyawan NALA yang berdiri di paling belakang membawa banner bertuliskan "Selamat datang kembali pemimpin terhebat yang kami cintai!".

Galiena bergeming. Berniat memberi kejutan, malah ia yang berakhir dikejutkan. Dari mana mereka semua tahu jika hari ini ia kembali? Apakah Gabriella membocorkan informasi tersebut kepada Diego?

Diego maju mendekati Galiena. Di tangannya terdapat sebuah kue yang didominasi warna putih. "Kue dalam rangka menyambut kembalinya CEO kesayangan kami semua?"

Galiena menggigit bibirnya, ingin menangis. Tidak menyangka mereka akan meluangkan waktu di tengah kesibukan, guna mempersiapkan kejutan istimewa ini.

"Ka ... kalian."

Melihat mata Galiena berkaca-kaca, Luna lantas berinisiatif memeluk Galiena. Dalam sekejap, Galiena dikerumuni oleh mereka semua.

"Seneng banget akhirnya bisa lihat Bu Galie lagi," ujar Kiara—karyawan dari divisi penjualan.

"Bu Galie, welcome back!" seru Bellanca—ketua divisi pemasaran.

Menyudahi acara pelukan mereka, Galiena menatap satu per satu karyawannya. "Makasih banyak, ya, kalian. Saya bener-bener enggak tahu harus bilang apa, selain kata maaf dan terima kasih. Saya juga minta maaf atas kekacauan yang terjadi, khususnya pada tim Luna yang sudah berusaha menyiapkan acara pemilihan brand ambassador sekeren mungkin, tapi malah berujung berantakan."

"Maaf karena telah merepotkan kalian selama seminggu terakhir ini. Dan—"

"Ih, Bu Galie kayak sama siapa aja. Kita enggak masalah, kok," tandas Luna yang kemudian dibalas sorakan anak-anak lainnya.

"Sekali lagi, makasih, ya. Saya sungguh beruntung bisa memiliki orang-orang hebat seperti kalian di NALA."

Sebelum bubar ke ruangan masing-masing, mereka membentuk sebuah lingkaran besar. Dengan tangan yang saling menumpuk, mereka berteriak lantang, "NALA, GO!"

Satu per satu karyawan beranjak meninggalkan ruangan Galiena, menyisakan Diego seorang. Diego tersenyum penuh arti menatap Galiena. Dia mengulurkan tangan kepada atasannya. "Selamat kembali?"

Galiena terkekeh lalu menyambut uluran tangan sang sekretaris. "Pasti ulah kamu, kan, ngumpulin mereka semua di sini?"

"Enggak, kok, Bu," Diego memberi jeda sebentar, berpikir nama siapa yang dapat dia pinjam, "Itu ide Luna."

Walau tahu Diego berbohong, Galiena tidak memperpanjang hal tersebut. Ia mendudukkan diri. "Diego."

"Iya, Bu Galie."

"Ayo, kita tekan kontrak dengan mereka. Kalau bisa, tolong secepatnya urus berkas kerja sama dan atur pertemuan. Oh iya, untuk mengapresiasi ketulusan mereka, saya rasa sudah sepantasnya memberi mereka gaji lebih tinggi dari yang kita janjikan sebelumnya."

Senyuman Diego melebar. Dari ucapan panjang Galiena, Diego percaya jika Galiena sudah baik-baik saja. Bahkan antusias Galiena untuk bekerja sangatlah tinggi. Dia berterimakasih kepada Tuhan akan itu.

"Gimana? Kamu setuju, bukan?"

Diego mengangguk. "Iya, Bu. Secepatnya akan saya selesaikan. Saya usahakan selesai dalam waktu dua hari."

"Terima kasih, Diego. Dan Diego saya ingin berpesan. Seandainya di masa depan situasi seperti kemarin terulang, saya harap kamu bisa bertingkah lebih rasional. Bagaimana bisa dengan gegabah kamu mempertaruhkan pekerjaan yang sudah belasan tahun kamu geluti?"

Diego menggaruk tengkuknya salah tingkah. "Iya, Bu. Saya minta maaf."

"Saya yakin tidak akan bisa memaafkan diri saya jika kamu sungguh mengundurkan diri karena itu."

"Tapi, Bu Galie kembali bukan semata-mata agar saya tidak mengundurkan diri, kan?" tanya Diego memastikan. Dia khawatir sebenarnya keadaan Galiena belum pulih. Namun, Galiena memaksakan diri untuk berkorban.

"Iya, bukan. Saya sudah merasa lebih baik."

Diego menghela napas lega.

Galiena mengambil sebuah kotak dari tas lalu meletakannya di meja. "Buat kamu."

"Eh?"

Galiena mendorong kotak tersebut supaya lebih dekat dengan Diego. "Kemarin saat di mal, saya tidak sengaja melihat jam itu. Dan saya rasa akan bagus di tangan kamu. Anggap saja itu hadiah terima kasih saya karena telah bekerja begitu keras selama saya absen."

"Boleh saya buka sekarang?"

"Boleh."

Mata Diego berkedip tak percaya. Di dalam kotak, terdapat sebuah jam tangan Rolex Oyster Perpetual mewah dengan segala sisinya yang berpantulan cahaya. Dia menutup kembali kotak tersebut dan mengembalikannya kepada Galiena. "Ini ... terlalu mahal untuk dikasih ke saya, Bu."

Galiena menggeleng. "Enggak, kok. Harganya setimpal dengan kerja keras kamu selama ini. Jadi, saya harap kamu mau menerimanya."

"Ta-tapi ...."

"Diterima, ya. Dan usahain anak-anak yang lain enggak tahu kalau itu dari saya. Nanti pada minta lagi. Kan lumayan itu beliin satu gedung jam rolex," canda Galiena agar suasana di antara mereka sedikit mencair.

Diego sontak tertawa terpingkal-pingkal.

***

Kalau bisa milih, kalian tim siapa? Diego-Galiena atau malah berharap nanti Galiena-Alankar?🤭

Scent of LoveWhere stories live. Discover now