Princess 39

3.6K 453 3
                                    

*****

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*****

Aku langsung berlari menuju kamarku begitu keluar dari ruang kerja kaisar. Pelayan dan ksatria yang seharusnya berjaga di belakangku nampak kewalahan mengejarku yang berlari begitu cepat. Aku akan mengganti pakaianku dengan gaun yang tipis dan sepatu kulit yang nyaman. Lagipula, rasanya aneh kalau aku mengunjungi temanku dengan pakaian yang terlalu mewah. Selain itu, aku juga ingin berjalan dengan santai tanpa harus melihat orang-orang terus membungkukkan badannya padaku.

Terakhir kali aku pergi keluar tanpa menyamar, seluruh rakyat kekaisaran malah membungkukkan badan mereka. Toko-toko yang aku datangi malah memberikan barang dagangannya secara gratis padaku. Aku kan ingin jalan-jalan sambil berbelanja. Bukan merampok. Mereka malah memperlakukanku seolah aku adalah penjahat.

Aku mendobrak kedua pintu kamarku. Aku sendiri tidak tahu kenapa aku suka sekali mendobrak pintu kamar. Padahal, sudah jelas hal itu melanggar aturan putri nomer 2.357 dimana mengatakan jika seorang putri harus membuka semua pintu dengan anggun. Meski, itu adalah pintu menuju kematian sekalipun.

Haha, aku lupa dengan fakta kalau semua sepupu dan kelima pamanku membuka pintu dengan mendobraknya. Kalau begitu, ini sih sudah jelas adalah penyakit keturunan. Yah, setidaknya aku tidak perlu melakukan test DNA karena jelas aku adalah putri dari ratu.

Aku segera bergegas. Aku arus segera pergi. Ellea pasti sudah tak sabar ingin bertemu denganku.

"Laure! Tolong, siapkan kereta kuda biasa!" Teriakku pada Laure yang membantu pelayan membuka kotak kado. Ada tumpukan hadiah di pojok kamarku. Tumpukan boneka. Gunung permata. Barisan pakaian. Bukit sepatu. Gudang senjata. Semuanya menumpuk di sana. Apa kamarku berubah menjadi tempat penyimpanan harta sekarang? Mau sampai kapan mereka terus memanjakanku seperti ini? Aku kan sudah 6 tahun. Aku bukan anak kecil lagi.

Aku menunjuk salah seorang pelayan yang sibuk menatap kilauan permata di tangannya yang merupakan salah satu dari sekian banyak permata yang ada, "Helena! Tolong siapkan pakaian yang tipis dan sepatu yang nyaman!"

Aku kembali menunjuk salah seorang pelayan,"Neora, tolong ikat rambutku!"

Aku duduk di depan meja rias. Menatap pantulan bayanganku di cermin. Helena dan Neora yang merupakan saudara kembar langsung melakukan apa yang aku minta.

"Anda ingin kemana, Putri?" Tanya Laure bingung.

Helena membantuku mengganti pakaian. Aku menatap Laure.  Tersenyum, "Menemui teman baikku!"

Aku duduk di atas kursi. Neora dengan perlahan membagi rambutku menjadi dua bagian. Kemudian mengepang dan mengikatnya. Aku kembali menatap pantulan bayanganku di cermin.

Dress berwarna lilac dari katun yang terdiri dari satu lapis kain tanpa ada lapisan lain ini nampak sangat menyegarkan dan lucu. Pita berwarna senada yang menutupi ikat rambut di ujung kepangan itu juga sangat menggemaskan. Sepatu berwarna putih yang dibuat dari kain tanpa adanya satu pun permata melainkan hanya bunga dari kain berwarna lilac ini benar-benar sangat nyaman. Aku jadi bisa berjalan dan berlari dengan mudah tanpa khawatir tumitku akan lecet karena bergesekan dengan sepatu.

Aku sebenarnya ingin memakai celana saja. Tapi, di zaman ini hanya kaum pria yang diperbolehkan memakai celana. Dan, hanya para ksatria perempuan yang diperbolehkan memakai celana. Itu pun hanya saat latihan berpedang. Hah!!! Kesetaraan gender itu memang hal yang sulit didapatkan. Bahkan, di zaman dimana naga dan sihir masih ada ini.

Apa boleh buat. Sepertinya, aku harus memakai gaun seumur hidupku.

"Teman baik? Maksud Tuan Putri Nona Dejerlink"?"

Aku mengangguk. Sudah kubilang kan, Laure itu ajudan yang bisa diandalkan. Selain itu, dia juga sangat peka dan mengerti aku.

"Tuan Putri kan baru bertemu Nona Dejerlink sekali saat pesta ulang debutante ketiga pangeran. Bagaimana mungkin Tuan Putri mengatakan kalau dia adalah teman baik Tuan Putri?"

Ah, aku lupa. Selain peka dan mengerti diriku, Laure ini tipikal orang keras kepala yang selalu menentang ucapanku. Bahkan, jika aku mengatakan kalau matahari terbit dari timur pun dia akan menentangnya. Terkadang, sifat keras kepalanya itu berguna bagiku untuk mempertimbangkan keputusan yang akan aku buat. Tapi, lebih sering menyebalkan dibandingkan berguna.

Sudah aku duga! Lebih baik aku membawa seorang ajudan pria saja sedari dulu. Karena, para pria tidak mungkin menentang ucapan seorang wanita. Tapi, kaisar dan kelima pangeran juga para sepupu dan pamanku bersikeras agar aku memiliki ajudan perempuan saja. Karena, hal itu bisa membuatku terhindar dari pria kurang ajar.

Hah! Hidup seorang Tuan Putri memang sangat berat.

"Aku sebenarnya bertemu dengan Ellea sebanyak 2 kali. Saat pesta ulang tahun pertamaku!"

"Anda memanggil Nona Dejerlink dengan nama panggilan dan bukan nama keluarga?"

Ya ampun, kekaisaran ini memang sangat sensitif soal nama. Biasanya, orang akan memanggil bangsawan lain dengan nama keluarga. Memanggil seorang bangsawan dengan nama panggilan menandakan kalau mereka sudah cukup akrab. Aku memang belum terlalu akrab dengan Ellea sampai bisa memanggilnya dengan nama panggilannya. Seharusnya minimal aku memanggilnya Elleanor. Dan, dia memanggilku Tuan Putri atau Auristele. Tapi, kalau begitu, kapan kami berdua akan jadi lebih dekat?!?! Selamanya pun tidak mungkin.

"Siapkan saja kereta kudanya, Laure. Kau ingin aku pecat?" Aku memicingkan mataku.

"Lama-lama anda jadi mirip Yang Mulia Kaisar!"

Yah, aku memang jadi semakin mirip dengan kaisar yang hobi memecat pelayan dan pekerja lain karena alasan yang remeh. Tak seperti ratu yang justru berusaha keras untuk tidak membuat ayahnya memecat pekerja, aku justru malah menjadi orang yang memecat pekerja. Walau, sebenarnya aku hanya sekadar mengancam dan tidak pernah benar-benar memecat mereka.

"Aku sudah menulis surat pemecetanmu, lho!"

Laure akhirnya pergi dari kamarku dan berjalan menuju kandang kuda. Meminta kusir istana untuk menyiapkan kereta kuda dan beberapa ksatria untuk menjagaku selama perjalanan.

Kali ini, aku akan menyamar menjadi seorang putri Marquiss dengan rambut merah dan manik mata coklat. Untuk ukuran nona muda sekelas Marquiss, bukan hal yang mengherankan jika kereta kudanya hanya berhiaskan ukiran emas dan 20 ksatria menjaga di belakang. Yah, kereta kuda dengan hiasan emas memang masuk kategori biasa di kekaisaran ini.

"Kereta kudanya sudah siap, Putri Auristele!" Laure membungkukkan kepalanya.

Aku bangkit dari kursi dan berjalan dengan anggun. Helena dan Neora mengekor di belakangku. 20 ksatria muncul dari balik koridor lain. Ikut mengekor.

Aku sebenarnya ingin pergi sendirian tanpa adanya ksatria dan pelayan. Tapi, Laure pasti tidak akan pernah membiarkanku melakukannya.

Padahal, ini adalah hari langka dimana semua pangeran larut dalam neraka bernama 'pelajaran' sampai sore. Aku seharusnya bebas pergi kemana pun aku mau tanpa takut harus membuat 5 anak laki-laki mengeluarkan tanah dan api dari tangan mereka. Tapi, pada ujungnya tetap harus pergi dengan membawa rombongan seperti ini.

Benar-benar menyebalkan!

Setidaknya, kalau mereka memang ingin mengawalku, bisa dilakukan secara diam-diam, kan? Aku kan sudah menyamar. Jadi, tidak akan ada yang menyakitiku! Mereka ini terlalu berlebihan.

Putri ini kan juga ingin bebas!!!

The Only Princess✔ [Sequel BOTP]Where stories live. Discover now