Princess 125

1.3K 195 2
                                    

👑👑👑

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

👑👑👑

Elea.

Orang yang datang adalah Elea. Aku tidak tahu bagaimana cara Elea bisa menyusulku ke tempat yang begitu jauh dari Terium ini. Apalagi, Elea tadi tidak berada di tempat pesta. Tapi, melihat ada kucing hitam raksasa tengah mengekor di belakangnya, semua pertanyaanku jadi sudah terjawab.

Alanda lah yang mengantar Elea kemari. Alanda juga yang menjemput Elea di rumahnya. Dan, Alanda juga yang menyelamatkan Elea yang diikat di gudang bawah tanah oleh ayahnya sendiri.

"Elea..." Lirihku pelan.

Aku tidak tahu apa yang sedang aku rasakan saat ini begitu melihat Elea berdiri di depanku. Rasanya aku senang karena melihat Elea baik-baik saja. Tapi, aku juga merasa sebal karena Elea sudah menyembunyikan banyak hal dariku.

"Maafkan saya karena sudah menutupi kebenaran yang ada dari anda, Tuan Putri!" Kata Elea dengan kepala yang menunduk. Suaranya terdengar bergetar. Aku bisa merasakan penyesalan Elea yang begitu mendalam. Dia pasti juga tidak menyangka kalau rahasia kecilnya akan menyebabkan kekacauan sebesar ini.

"Saya hanya ingin melindungi ayah saya! Saya selama ini hanya diam saja meski terus dipukul atau ditendang. Iblis itu bilang akan membiarkan saya dan ayah saya hidup jika saya menutup mata dan mulut. Saya benar-benar minta maaf!" Kata Elea sekali lagi.

Kali ini, Elea sudah benar-benar menangis. Kedua tangannya menutup wajahnya. Elea terisak. Suara tangisnya terdengar seperti melodi putus asa dan penyesalan yang begitu dalam.

Sring!

Alanda langsung berubah jadi manusia dan mendekap Elea erat. Elea memeluk Alanda. Wajahnya terbenam dalam dada Alanda.

"Maafkan saya karena tutup mulut atas hal itu, Tuan Putri! Padahal, saya bisa dengan mudah mengatakannya pada anda! Saya terlalu takut. Tapi, begitu saya punya keberanian, semuanya sudah terlambat!" Kata Alanda sembari menatap hamparan tamah yang ditumbuhi rerumputan kecil di depannya.

Ah, apa hal ini yang ingin Alanda katakan padaku saat di pesta tadi?

Entah kenapa aku merasa terkhianati. Dua orang yang aku percaya. Dua orang yang aku anggap sebagai sahabat terbaikku justru malah bekerja sama menyembunyikan rahasia besar dariku. Padahal, kalau salah satu dari mereka berkata jujur, semua ini tidak akan terjadi.

Elea menyembunyikan fakta yang ada karena ingin melindungi ayahnya. Sementara, Alanda menutup mulutnya dengan begitu rapat demi melindungi Elea. Apa mereka tidak sadar jika tidak ada yang melindungi para rakyat dan korban dari pembantaian itu? Aku bahkan tidak tahu sudah ada berapa banyak korban yang berjatuhan. Aku juga tidak tahu apakah keluargaku masih hidup atau tidak.

Aku benci sekali pada....

"Jika anda ingin menghukum Elea, amda bisa menghukum saya sebagai gantinya. Meski saya tahu jika nyawa saya sekali pun tidak bisa mengembalikan semuanya seperti sedia kala. Tapi, saya tetap akan bertanggung jawab atas apa yang sudah saya lakukan!" Kata Alanda sekali lagi.

Alanda juga menyesal. Lebih menyesal dibandingkan Elea.

Baron Dejerlink yang masih ada di dekat kami menatap pemandangan _yang terasa menyenangkan baginya_ dengan wajah penuh kebahagiaan. Dua orang yang saling menyesali perbuatannya dan berharap agar waktu bisa diputar. Dan, seorang gadis yang hampir menyimpan rasa benci pada dua sahabat baiknya.

Aku menatap tanah di depanku. Kedua tanganku terkepal. Kedua kakiku mati-matian membantu tubuhku berdiri.

Kalau aku terus meratapi hal yang ada tanpa berusaha melakukan apapun, aku juga pasti akan menyesal seperti Alanda dan Elea. Dan, membenci orang yang sudah menyesali perbuatannya tidak akan menghasilkan apapun selain penyesalan.

Jadi, aku sudah memutuskannya!

Aku akan terus berusaha sekuat tenagaku. Aku tidak akan sedikit pun menatap masa lalu. Aku akan fokus pada masa ini agar tercipta masa depan yang cerah di kemudian hari. Kalau pun aku harus mengorbankan nyawaku demi menciptakan masa depan yang indah itu, aku akan melakukannya!

Lagipula, sejak awal tempatku bukan di sini! Aku hanyalah jiwa yang tersesat yang kemudian masuk ke dalam tubuh seorang bayi. Jadi, tidak akan ada masalah besar jika aku pulang ke tempat asalku. Walau, rasanya berat karena harus meninggalkan keluarga, teman, rumah, dan.... Ian.

Tidak apa! Seiring dengan berjalannya waktu, mereka pasti akan terbiasa tanpa kehadiranku. Seperti kata pepatah lama, 'Waktu adalah obat terbaik untuk menyembuhkan luka'.

"Aku sudah memaafkan kalian berdua. Tapi, meminta maaflah juga pada semua penduduk Terium setelah semua ini selesai!" Kataku. Tak lupa memberikan senyuman manis yang tulusn Pertanda jika aku memang sudah memaafkan mereka.

"Tuan Putri...." kata Elea.

Aku bisa melihat dengan jelas kalau Elea sangat tersentuh dan senang dengan ucapanku. Memang ya, terkadang kata bisa mengobati luka terdalam seseorang dalam sekejap.

Aku mengulurkan tanganku di hadapan Elea. Elea tersenyum. Manik matanya berkaca-kaca. Dengan senang hati Elea menerima uluran tanganku.

Aku tersenyum. Menatap Alanda. Mengulurkan tanganku yang lain. Alanda memalingkan wajahnya. Dia jelas tidak bisa menerima kebaikanku begitu saja. Tapi, begitu aku menatapnya dengan tulus, Alanda akhirnya luluh. Dia ikut mengulurkan tangannya.

Sekarang, aku jadi punya dua teman yang akan membantuku.

Aku menatap iblis ular itu dengan senyum penuh kemenangan. Walau, aku tidak tahu apakah aku akan menang atau tidak. Tapi, kalau mengingat semua buku dengan genre fantasi petualang, tokoh utamanya selalu menang karena mengandalkan kekuatan persahabatan, bukan? Jadi, anggap saja kalau aku adalah tokoh utama itu. Walau, yang lebih cocok jadi pemeran utama adalah Elea, sih.

"Aduh! Menggelikan sekali! Rasanya aku hampir menangis karena terharu!" Kata Baron Dejerlink sembari mengusap pipinya.

Aku balas menatapnya tajam. Berbeda dengan Elea yang justru menundukkan kepalanya.

Aku bisa mengerti perasaan Elea. Dia pasti sedih karena ayah yang ia sayangi kini tidak lebih dari sekadar tubuh kosong dengan jiwa iblis yang mengendalikannya. Ditambah, ayahnya bisa mati kapan saja. Padahal, bagi Elea, dia adalah satu-satunya tempat bersandar yang ia punya. Kalau aku jadi Elea, mungkin aku sudah menangis dan hampir gila.

"Tidak apa, Elea! Kita akan temukan cara untuk menyelamatkan ayahmu!" Kataku sembari menyentuh pundak Elea lembut. Seandainya aku punya kekuatan spirit penyembuh juga, aku bisa memberikan cahaya lembut yang akan menenangkan Elea. Tapi, sayangnya aku tidak punya kekuatan yang aku butuhkan itu.

"Terima kasih, Tuan Putri!!" Elea tersenyum. Secercah harapan muncul di manik mata coklatnya.

Aku sendiri tidak tahu apakah aku bisa menyelamatkan Baron Dejerlink atau tidak. Tapi, aku akan berusaha keras agar bisa melakukannya. Tidak hanya menyelamatkan Baron Dejerlink. Tapi, juga menyelamatkan para rakyat dan keluargaku.

Iblis ular itu menyeringai, "Hahaha, kau tidak akan bisa menyelamatkan siapapun, Ristel! Baron bodoh ini! Rakyatmu! Ataupun, keluargamu!" Katanya.

Aku menatapnya tajam. Apa dia ingin mengusik perasaanku lagi? Tidakkah dia sadar kalau rencananya itu tidak akan berhasil?

"Kau tahu kenapa?! Karena mereka sudah mati!"

Deg! Mataku membulat ketika menatap layar besar yang ada di depanku. Di dalam layar raksasa itu, tubuh kedua kakakku terbelah jadi dua. Sementara, ayah dan ibuku mati dengan kepala yang terpisah dari badannya. Dan, kakekku tertusuk belasan duri tajam seperti pedang. Bahkan, Ian pun mati dalam wujud beruangnya.

Deg! Deg! Deg!

Jantungku berdegup kencang. Aku tersungkur ke depan. Pandanganku kabur karena genangan air di pelupuk mataku.

"Tuan Putri!" Teriak Elea khawatir.

Nafasku terasa sesak. Dan, pemandangan terakhir yang aku lihat adalah hitam.

Semuanya berwarna hitam.

The Only Princess✔ [Sequel BOTP]Where stories live. Discover now