Part 8

845 98 0
                                    

"Hati-hati di jalan ya mas Harvey.. Pak dokter ganteng." Kata Bu Darsih ramah ketika Harvey membuka pintu mobilnya untuk bergegas menuju ke rumah sakit.

"Ah." Harvey tersentak teringat sesuatu. Buru-buru ia menjentikan jari meminta Bu Darsih berjalan mendekat kearahnya dari arah pintu ruang garasi.

"Ada apa mas?"

"Ibu bilang ke Mio kalau keran kiri air dingin kamar mandi Mio rusak?" Tanya Harvey tanpa basa-basi begitu Bu Darsih sudah berdiri di depannya.

Bu Darsih seketika membeku. Wajahnya sedikit pucat dan bibirnya bergerak gelisah, "Ndak itu mas."

"Sungguhan?"

"Iya mas." Bu Darsih mengangguk-angguk, "Apa mba Mio yang cerita? Saya nggak bilang apa-apa ke mbak Mio."

Mata Harvey menyipit, "Yakin?"

"Iya mas."

Harvey mengangguk, "Oke." Cukup dengan melihat sekelebat keringat dingin di kening Bu Darsih, Harvey tau beliau berbohong, "Saya berangkat dulu."

"I..iya mas. Hati-hati di jalan."

Harvey mengangguk. Segera memacu mobilnya menuju ke rumah sakit. Hari ini ia bertugas jaga pagi di UGD. Rutinitas normal biasa. Setelah dari UGD ia harus ke poliklinik. Kemudian pindah praktek RS yang lain dan kembali lagi ke poliklinik RS sebelumnya, Kemudian mendampingi pemeriksaan bayi baru lahir nanti dalam jadwal operasi Caesar hingga malam.

Harvey suka dengan segala rutinitasnya. Ia memang bertekad untuk mengabdikan diri menjadi dokter anak sejak dulu. Yang ia nggak suka, hari ini jadwal Melanie di UGD juga.

Mantan pacar kakaknya, yang nggak berhenti ngeluh juga seperti ibunya di rumah. Yang menjadikan Harvey tong sampah curhatan di tengah-tengah jam kerja sampai Harvey muak.

Harvey paham, Melanie patah hati. Sungguh-sungguh patah hati. Sayangnya, tega nggak tega, Harvey adalah orang terakhir sedunia yang ingin terlibat dalam cinta segitiga ala sinetron antara kakaknya Melanie, dan Mio. Terutama dengan tokoh antagonis cerita ini, ibunya sendiri.

"Cukup. Ini nggak profesional." Kata Harvey kesal pada Melanie saat Melanie mulai merempet lagi numpang curhat dikit-dikit disela-sela menunggu pasien gawat datang.

"Iya saya sadar. Tapi boleh ya saya ke rumah mas Harvey? Saya mau lihat yang namanya Mio itu gimana."

"Kamu tau darimana Mio ada di rumah?"

"Bu direktur." Jawab Melanie kecut.

Harvey menghela nafas, "Kalau memang hubungan kamu dan Altair sudah selesai ya sudah cukup di akhiri. Nggak usah cari masalah."

"Tapi, nggak bisa. Pokoknya ini nggak adil." Bantah Melanie, "Please, mas Harvey bisa bantu saya ngomong dengan mas Altair?"

"Apanya yang nggak adil?! Yang nggak adil itu kalau saya terpaksa harus terlibat urusannya kalian. Dan ingat disini kamu harus panggil saya pak Harvey bukan mas Harvey. Gimana kalau perawat, rekan sejawat dengar? Atau pasien dengar?"

"Tapi kan kita udah temenan dari dulu, pak Harvey."

"Kamu mau yang kamu lakukan sekarang saya laporkan ke Altair?!" Ancam Harvey tak sabar.

"Ampun pak." Bibir Melanie mengernyit ngejek. Dengan wajah di tekuk Melanie langsung pura -pura sibuk membentulkan rambutnya yang di potong rapih pendek sebahu.

Catatan Mio حيث تعيش القصص. اكتشف الآن