Part 24

609 99 1
                                    

Harvey memacu mobilnya dengan cukup cepat sore ini, berharap ia masih cukup ada waktu untuk sampai di rumah sebelum yang ia khawatirkan terjadi.

Sialnya, baru sekarang Harvey menyadari. Ia sudah berhari-hari tinggal dengan Mio tapi ia tidak tau nomor teleponnya. Ia bahkan nggak bisa menanyakan hal itu ke ibunya sendiri tanpa memicu perang dunia.

Untungnya, ketika Harvey sampai di rumah ia melihat Mio sedang duduk menggerombol dengan para pengurus rumah tangganya di gazebo kecil dekat kolam. Tertawa akrab sambil menikmati rujak bersama-sama.

"Mio?" Panggil Harvey begitu ia keluar dari dalam mobilnya dan melambai-lambaikan tangannya ke arah Mio.

Mio mendongakkan wajah kaget. Senyum dan tawa yang tadi muncul di wajahnya saat bercanda dengan pengurus rumah Harvey mendadak lenyap. Membuat Harvey anehnya merasa jengkel sendiri.

"Mas Harvey sudah pulang njih." Kata Mio begitu ia berdiri di hadapan Harvey dengan kedua tangan langsung terulur sopan kedepan.

Alis Harvey terangkat satu, keheranan, "Kamu ngapain?"

"Mau bawain tas kerja mas Harvey."

Harvey menggertakkan gigi, "Kamu tamu disini. Bukan orang yang bantu ngurus rumah."

"Maaf mas." Mio mendongak menatap mata Harvey. Kesalahan fatal. Karena tatapan mata Mio adalah salah satu hal yang paling sangat membangkitkan insting primal Harvey.

"Kamu sudah mandi?"

"Sudah."

"Kalau gitu kamu ikut saya."

"Apa?" Mio mengerjapkan mata, bingung, "Kenapa saya harus ikut mas?"

"Pokoknya kamu jangan di rumah sore ini." Ucap Harvey dan entah kenapa dalam setiap kata yang barusan Harvey ucapkan terlontar dengan nada belepotan seperti orang yang salah tingkah.

"Hah?" Mio menelengkan kepalanya, ekspresinya berubah lucu.

"Ayo berangkat sekarang." Kata Harvey terburu-buru sambil melirik jam tangannya. Ia sungguh-sungguh nggak punya waktu untuk menjelaskan, "Saya harus sampai di poliklinik setengah jam lagi."

Harvey dengan buru-buru menarik pergelangan tangan Mio untuk membawanya segera masuk ke kursi penumpang di jok depan sebelum ia sendiri berputar masuk ke kursi supir. Berusaha cuek dengan pandangan seluruh pengurus rumahnya yang menatapnya tanpa kedip dari gazebo.

"Mas Harvey seharusnya masih kerja ya?" Tanya Mio saat mobil Harvey mulai melaju keluar dari gerbang rumah.

Harvey mengangguk.

"Di rumah sakit yang sama dengan Tante?"

"Nggak. Hari ini saya praktek di Rumah sakit lain."

"Tapi kenapa saya harus ikut?"

"Saya nggak mau kamu di rumah terus."

"Tapi saya belum ngabari ibu kalau saya pergi dengan mas Harvey."

"Biar saya yang ngabari mama."

"Terus kalau mas Harvey sedang praktek di poli, saya nanti ngapain?"

"Saya ajak kamu ke perpustakaan rumah sakit. Disana ada banyak buku. Kamu pasti suka."

"Tentang bintang juga ada?" Tanya Mio dengan nada polos.

Harvey diam sesaat. Sebetulnya dia nggak paham di perpustakaan Rumah sakit apakah ada buku tentang bintang atau enggak, "Saya nggak paham. Tapi disana ada banyak anak kecil. Kamu bakal suka."

"Oh..." Mio mengangguk-angguk. Wajahnya langsung berubah lebih semangat. Membuat senyum Harvey mendadak muncul tanpa diminta, "Tapi saya juga nggak bawa handphone dan dompet itu mas."

Harvey mengangguk menahan diri untuk tidak memberi tanda jempol sambil berkata, malah bagus itu. Si Melanie atau ibu Harvey jadi nggak bisa ngehubungi kamu. Tapi untungnya Harvey masih bisa menahannya.

"Gimana kalau saya nanti tiba-tiba ke kamar mandi terus mas Altair nyariin saya dan saya nggak ada?" Lanjut Mio.

"Yang penting, jangan pergi terlalu jauh dan kalau kamu nggak ada di perpustakaan rumah sakit sewaktu saya selesai praktek di poli; saya bakal cari kamu kemanapun sampai kamu ketemu."

Catatan Mio Where stories live. Discover now