Part 11

764 114 6
                                    

"Mio dimana pak Rohmat?" Tanya Harvey paginya begitu ia mendengar jawaban dari semua asisten rumah tangga bahwa setau mereka Mio langsung pergi ke kebun begitu bangun.

"Mio ada di kebun belakang mas. Dekat kebun pisang. Ngubur pecahan kaca."

"Disana?" Mata Harvey mengerjap kaget. Tempat Mio berada itu pojok kebun yang paling seram di rumah Harvey, "Pak Rohmat yang ngarahin Mio kesana?"

"Bukan, tapi ibu mas." Jawab mas Rohmat takut-takut.

"Jni masih jam empat pagi. Langit juga masih gelap. Kok Mio nggak di temenin pak?"

"Kata mba Mio. Mba Mio berani sendirian di sana mas." Jawab pak Rohmat makin takut melihat ekspresi wajah Harvey, "Saya kira, mba Mio sudah biasa gelap. Di pulau Serasan nggak ada lampu kali ya mas?"

"Huh." Harvey menghela nafas gemas, "Disana ada kilang minyak Pertamina pak. Nggak mungkin ada kilang tapi pulaunya nggak berkembang!"

"Oh.. tapi kata mba ayu Disana masih banyak buaya."

Harvey menggertakan gigi gemas. Iya sungai di Serasan katanya memang banyak buaya tapi bukan berarti buayanya Segede Godzila sampai PLN nggak berani masang listrik.

"Ya sudah pak. Saya kesana nyusul Mio."

"Mas Harvey nggak olahraga aja? Kok tumben mas?" Ucap pak Rohmat yang semakin lama seperti semakin menciut karena takut pada Harvey.

"Iya. Nanti saya olahraga." Jawab Harvey agak heran, sejak kapan pak Rohmat peduli Harvey olahraga atau enggak.

Harvey bergegas menuju ke kebun pisang belakang rumahnya. Kebun rumah harvey betul-betul besar. Ada kolam ikan juga yang diisi ratusan ikan Nila. Ibu Harvey juga menanam puluhan bunga warna warni berbagai jenis. Ada pojok bambu, pojok kaktus dan Cemara tapi satu yang paling di hindari Harvey. Pojok pohon pisang. Pohon pisang dengan sejuta mitos mistis. Harvey bukan orang penakut tapi ngapain juga dia jam empat pagi nongkrong dekat pohon pisang?

Tak berapa lama Harvey menemukan Mio. Mio masih memakai pakaiannya semalam, celana training dan kaus lengan panjang. Rambutnya juga di biarkan terurai panjang. Mio kelihatan seram berdiri dekat pohon pisang.

"Mio?"

Mio menolehkan kepala. Bibirnya tersenyum. Dasarnya ia sepertinya memang cewek yang ramah dan murah senyum, "Mas Harvey? Ngapain disini? Mau ngubur beling juga?"

Harvey tanpa sadar ketawa. Iya. Hanya di rumahnya doang ngubur pecahan beling dekat pohon pisang kedengaran normal, "Nggak."

"Oh. Saya kira."

"Saya mau sarapan pisang langsung dari pohonnya."

"Oh... Saya bantu mas." Lanjut Mio ramah.

Harvey tertawa lagi. Kali ini terbahak, "Kamu itu nggak bisa di ajak bercanda?"

"Saya nggak tau mas Harvey bercanda. Soalnya di rumah saya biasa makan pisang ngambil pisang langsung dari pohonnya."

Tawa Harvey berhenti, Uhm perbedaan budaya yang membuat Harvey garuk-garuk kepala, "Jangan ngubur beling jam segini Mio." Ujar Harvey langsung ke intinya.

"Kata Tante harus segera di kubur. Supaya nggak lupa."

"Nggak sebegitunya juga Mio."

"Oh." Mio menganggukan kepala, "Maksud Tante baik."

"Jadi? Sudah kamu kubur belingnya?"

"Sudah." Jawab Mio ceria sambil menunjuk tanah di bawahnya dengan bangga.

"Terus ngapain kamu masih disini?"

"Lihat bintang." Kini Mio menunjuk ke langit sambil tersenyum, "Itu Venus."

Harvey ikut mendongakkan kepala. Melihat jejeran bintang yang lama tidak ia lihat. Tidak pernah ia perhatikan sebelum-sebelumnya.

"Bintang pagi. Paling terang selain Sirius."

"Kamu suka bintang?"

"Iya." Mio mengangguk-angguk sorot matanya menari-nari penuh semangat, "Venus di tengah-tengah Aldebaran dan gugus Hyades."

"Apa?" Ulang Harvey. Ia mendengar sesuatu yang lagi-lagi sangat asing.

"Hyades. Gugus terbuka. "

"Hmm.." gumam Harvey tidak jelas. Ia nggak paham tentang rasi bintang dan Harvey tau kalau ia buka mulut komentar sekarang ia cuma bakal kelihatan bodoh.

Tiba-tiba Mio nyengir menatap langit, "Aku pernah lihat ratusan bintang jatuh."

"Terus?"

"Umur manusia itu pendek kayak bintang jatuh." Ucap Mio ceria, "Jadi masalahku sekarang bakal jadi masalah nggak penting sepuluh tahun lagi. Jadi buat apa kupikir? Ya kan?"

"Kamu ada masalah?"

"Ada."

"Jadi maksudmu, kamu nggak bakal nangis atau sedih kalau ada masalah?"

"Aku sedih. Tapi orang aja nggak ngetawain lelucon yang sama berkali-kali. Jadi buat apa aku nangis berkali-kali untuk masalah yang sama."

Catatan Mio Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang