Part 28

615 99 1
                                    

Harvey menggertakkan gigi keras-keras. Marah dengan apa yang ia lihat dari balik kaca jendela mobilnya; mobil putih kecil yang ia cukup kenal terparkir di samping pagar rumahnya.

"Mio?" Geram Harvey, membuat Mio ikut mendongak waspada menatap keluar jendela.

"Ya?"

"Kamu kenal Melanie?"

Mio menggeleng, "Nggak mas."

"Altair nggak pernah cerita apapun soal Melanie?" Harvey menyeringai ngejek antara geli sendiri dan kesal pada kakaknya.

Mio sekali lagi menggeleng. Wajah polos tanpa dosanya hanya bisa menatap bingung mobil putih yang di tatapi Harvey. Seperti kambing yang nggak tau dia dibawa ke rumah jagal. Pasrah begitu saja. Nggak tau apa-apa.

Harvey melirik jam di dashboard mobilnya sambil mengumpat dalam hati. Padahal ia sudah dengan sangat sengaja pulang selarut mungkin hampir mendekati pukul setengah sepuluh. Harvey sama sekali tidak menyangka, Melanie serius dengan ucapannya. Sampai mau menunggu hingga jam segini di rumah Harvey entah dari jam berapa.

"Melanie itu mantan pacar Altair. Mereka sudah pacaran sekitar enam tahun. Dia juga salah satu dokter di rumah sakit ibu saya." Jelas Harvey.

Mendengar kalimat Harvey, Mio langsung mencengkram celana jeansnya, "Apa beliau mau menemui saya?"

"Ya."

"Apa ini alasan sebenarnya kenapa mas Harvey tiba-tiba ngajak saya pergi?" Tanya Mio gelisah.

"Ya." Harvey mengetuk stir mobilnya dengan jemari sedikit gemas, "Kamu nggak perluh takut. Biar saya saja yang menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka." Lanjut Harvey sebelum memacu mobilnya memasuki garasi rumahnya.

Tak berapa lama, Harvey melihat pemandangan lain yang membuatnya menggertakan gigi untuk kedua kalinya. Melanie, sudah duduk manis di ruang keluarga Harvey. Memakai baju terusan selutut sewarna mutiara, make up lengkap, dengan rambut di tata rapih. Penampilan seorang perempuan yang hendak secara halus menjatuhkan lawan bicaranya tanpa kata.

Disebelah Melanie, duduk ibu Harvey dengan penampilan dan wibawa yang sama. Baju batik terusan selutut yang mewah, masih dengan make up lengkap di waktu hampir jam sepuluh malam di rumahnya sendiri. Sebegitunya totalitas untuk berkolaborasi menjatuhkan mental Mio yang baru saja melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah dengan celana baggy dan baju lengan panjang ketinggalan zamannya.

"Mio." Panggil ibu Harvey sambil melambaikan tangan menyuruh Mio untuk segera duduk di sofa empuk ruang keluarga Mio.

Mio dengan berani,-dan keberaniannya betul-betul harus di puji, berjalan menuju ke duo combo yang penampilannya jelas, seakan berteriak lantang, menegaskan status sosial mereka dan Mio kelewat jauh berbeda, "Ya, Tante?"

"Kamu kenal Melanie kan?"

Mio menggeleng sopan.

"Dia pacar Altair." Ucap ibu Harvey dengan nada lembut namun menyakitkan.

"Mantan maksud mama?" Potong Harvey dan tanpa basa-basi langsung duduk di sofa panjang yang sama seperti yang diduduki Mio.

Mata ibu Harvey terpincing, "Harvey?Kamu dan Mio itu sebetulnya dari mana? Kenapa telepon dan pesan mama tidak di baca?"

"Jalan-jalan, beli makan malam."  Jawab Harvey santai.

"LOH? KENAPA? BUAT APA? Bukannya seharusnya malam ini kamu ada jadwal jaga Poli?"

"Iya."

"Dan kamu bawa-bawa Mio sewaktu kamu masih ada jadwal kerja di poli?!"

Bibir Harvey menyeringai, "Memang kenapa mah? Mio tamu disini. Bukannya mama ngajarin Harvey untuk menghargai tamu?"

"Tapi bukan dengan begitu caranya! Nggak profesional. Apalagi kalian juga buat Melanie nungguin lama."

"Saya nggak tau kalau Melanie nunggu saya juga." Harvey melirik Melanie sambil tersenyum mematikan, "Apa ada urusan lagi?"

Melanie terperangah sesaat, sebelum balik memaksakan diri tersenyum menatap Mio, "Saya ingin kenalan dengan Mio."

Catatan Mio Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang