Part 22

640 98 1
                                    

"ini mbak, kalau nyapu ruang tamu itu pakai sapu yang ini. Kalau ruang keluarga sapu yang hijau, kalau ruang depan sapu yang kuning." Kata bu Tina di bawah supervisi Bu Darsih menjelaskan tentang jenis-jenis sapu di rumah Harvey pada Mio.  

"Disini tuh sapu ada kali' mbak dua puluh." Kata Bu Darsih sambil tertawa ngikik, "Dan semuanya itu ada kegunaannya masing-masing."

"Wah..hebat ya Bu." Kata Mio dengan senyum tulusnya, mulai memandangi satu persatu sapu dan mencatatnya dalam catatan kecil yang ia bawa.

"Hebat apanya mba? Pusing tau." Keluh Bu Tina setengah berbisik sambil melirik Harvey malu-malu.

Harvey tersenyum. Ia sudah biasa mendengar para pengurus rumah tangganya diam-diam mengeluhkan segala tetek bengek peraturan dalam rumahnya yang kadang bagi Harvey sendiri aneh. Para pengurus rumah Harvey juga tampaknya tidak begitu peduli gibahan mereka di dengar Harvey. Harvey sendiri juga cuek bebek. Jarang menanggapi dan paling banter hanya tersenyum. Tapi kadang keramahan tamahannya ini di komentari ibunya sebagai 'kurang wibawa'. Atau yang menurut definisi dari Harvey lebih tepatnya mungkin; kurang galak.

"Mas Harvey, siang ini mau di bawakan bekal apa? Atau nanti mau makan di kantin rumah sakit saja mas?" Tanya Bu Darsih saat Harvey duduk disalah satu kursi meja makan.  Sibuk mengelap wajahnya dengan handuk kecil setelah ia selesai lompat tali ratusan kali sedari subuh.

"Ikan hiu asin." Ucap Harvey. Mengulum senyum menatap Mio yang langsung terperanjat kaget dan buru-buru sibuk menyapu ruang makan.

"Hah?" Bu Darsih saling tatap dengan Bu Tina sebelum mereka berdua kompak tertawa dengan suara renyah yang sama, "Masa' mas Harvey makan ikan asin? Mas kan nggak pernah makan ikan asin sebelumnya."

"Saya mau nyoba ikan asin."

"Tapi adanya gereh ikan hiu dari Mbak Mio dan agak keras mas." Jawab Bu Darsih masih dengan nada keheranan.

"Tapi Mio sudah seminggu lebih kan tinggal di rumah ini?" Ucap Harvey dan menelan kembali kalimat selanjutnya yang hampir saja ia katakan, dulu ia bersumpah bakal makan ikan asin kalau Mio sampai tahan tinggal lebih dari satu Minggu di rumahnya. Harvey bukan orang yang suka sembarang bicara. Jadi ia melaksanakan sumpahnya sekarang. Detik ini.

"Apa hubungannya mas?" Tanya Bu Tina bingung sambil mengacak rambut ikal beliau yang kini sudah beruban sana-sini. Wajar, beliau kan tidak bisa membaca pikiran Harvey.

"Pokoknya saya mau makan ikan asin." Kata Harvey geli, "Atau kalau Bu Darsih repot, kamu mau gorengin ikan asin buat saya, Mio?"

"Eh apa?" Mio mendongakkan kepalanya terkejut. Pipinya seketika merona sementara bibirnya bergerak-gerak lucu, "I...iya.."

Bu Tina dan Bu Darsih menoleh serempak  ke arah Mio kemudian menoleh menatap Harvey dengan dua kening yang sudah berkeriput menjadi tambah berkerut.

"Pak dokter ganteng... Kenapa ndak segera nyari jodoh di rumah sakit saja? Pasti banyak perawat-perawat muda cantik juga." Ucap Bu Tina hampir seperti bisikan dan hanya di balas Harvey dengan tertawa terbahak sementara Bu Darsih menepuk bahu Bu Tina dengan sangat kencang.

Catatan Mio Where stories live. Discover now