Part 13

735 109 7
                                    

Harvey melipat lengan kemejanya setelah menyesap teh di teras samping rumahnya. Harvey sengaja tidak mengganti kemeja kerjanya. Toh, ia hanya akan pergi nggak lebih dari setengah jam. Terlebih badannya kini terasa lelah seperti biasa. Ia juga terlalu capek untuk berganti baju dan sayangnya keputusan sudah terlanjur di buat. Bagaimanapun malam ini, ia harus mengantar Mio ke toko handphone.

Tak berapa lama, Mio muncul. Masih dengan pakaian sederhana yang sama dan sepertinya style Mio ya memang begitu-begitu saja.  Baju lengan panjang dan celana baggy.

"Ayo cepet naik mobil. Sebelum tokonya tutup."

Mio mengangguk. Berjalan ke mobil Harvey dan membuka pintu mobil belakang.

"Kenapa nggak duduk didepan? Kalau kamu duduk di belakang, saya jadi kayak supir."

"Kalau duduk di depan saya ngerasa aneh, mas."

"Kalau kamu duduk di belakang justru saya yang ngerasa lebih aneh." Protes Harvey.

Mio terdiam sesaat. Matanya Merawang seperti menimbang-nimbang, sebelum dengan ragu-ragu ia berjalan ke pintu depan mobil.

"Udah cepetan duduk." Perintah Harvey dengan tak sabar sementara beberapa pengurus rumahnya yang lain menatap Harvey dan Mio dari teras.

Harvey mendengus. Sejak kapan naik mobil dengan orang itu jadi bahan tontonan? Harvey sampai heran. Kenapa pengurus rumahnya yang lain sebegitunya penasaran dengan segala tingkah Mio. Apalagi di saat Mio sedang di dekat Harvey atau ibunya Harvey.

"Kamu sudah ijin mama kan?" Tanya Harvey di saat mobilnya mulai melaju.

Mio mengangguk tanpa memandang balik Harvey.

Harvey menghela nafas. Harvey bukan sejenis orang yang seumur hidup belum pernah punya pacar apalagi cuma sekedar teman perempuan. Ia cukup gampang dekat dengan siapapun. Tapi Mio agak beda, beda karena Mio dengan sengaja terang-terangan menjaga jarak dari Harvey. Diam seribu bahasa kecuali kalau memang di tanya. Jadi perjalanan ini benar-benar hanya menjadi resmi perjalanan dinas Harvey mengantar Mio ke toko handphone. Nggak ada embel-embel ngobrol atau mampir kemanapun. Di toko handphone juga, Mio tanpa banyak basa-basi hanya beli tanpa banyak komentar.

Satu kalinya, Mio baru benar-benar bicara di luar tujuan utama perjalanan kali ini hanya saat Mio berjalan keluar dari dalam toko dan mendapati penjual wedang tahu dengan gerobak lusuhnya di depan toko handphone.

"Beliau jualan apa?" Tanya Mio sambil menunjuk bapak-bapak yang sedang duduk sambil mengipasi wajahnya dengan handuk.

"Wedang tahu. Kamu mau coba?"

Mio mengangguk, wajahnya tampak lebih semangat daripada di saat ia beli baterai handphonenya sendiri, "Ya."

"Pak, badhe tumbas wedang tahu setunggal mawon. Pun kulo Betho wangsul pak." ,- pak saya beli minumannya satu saja, di bungkus bawa pulang." Ucap Harvey dengan bahasa Jawa Krama yang langsung di sambut oleh bapak penjual dengan senyum sumringah.

"Njih mas. Lah Niki Garwane mboten di thumbaske?" -iya mas, istrinya nggak sekalian di belikan?"

"Niki sanes garwane kulo," - ini bukan istri saya.

"Oo... Rencange jenengan?" , - Ooo....temannya?

"Njih." ,- iya.

"Rencange jenengan ayu nemen." ,- temannya anda cantik sekali. Canda pak penjual wedang tahu sambil mulai menyiapkan pesanan Harvey dengan cekatan. 

"Lah njih Niku. Ayu." , -ya memang cantik. Jawab Harvey tanpa pikir panjang. Cuek bebek. Toh Mio bukan asli orang Jawa. Dia sudah pasti nggak paham bahasa Jawa.

"Niki mas." Kata bapak penjual wedang tahu sambil menyerahkan sebungkus pesanan Harvey.

"Matur nuwun pak." Ucap Mio dengan suara mengalun mengagetkan serupa dentingan lonceng di tengah malam.

Harvey terbatuk kaget.

"Kamu bisa bahasa Jawa?" Harvey buru-buru bertanya disaat Mio sedang menyodorkan selembar uang pada bapak penjual wedang tahu.

"Iya. Aku bisa."

Harvey meringis ngeri, "Bukannya kamu warga asli Serasan? Kenapa kamu bisa bahasa Jawa?"

Mio terdiam sesaat, tampak bingung, "Aku bukan orang asli Serasan. Aku juga nggak punya keturunan Sumatra."

Hati Harvey seketika bergemuruh dan ia terserang rasa malu yang sudah lama tidak ia rasakan, "Tapi mama bilang, Altair juga bilang..."

Mio menggigit bibirnya sebelum tersenyum, "Oh... Ya. Kalau begitu mereka semua salah."

"Jadi kamu orang asli mana?"

"Jawa."

Catatan Mio Where stories live. Discover now