Part 40

672 103 7
                                    

"KAMU SUDAH GILA VEY!?" Teriak ibu Harvey.

"Bu. Maaf. Itu mas Harvey paling tadi itu uhhhmm cuma bercanda." Seru Bu Darsih panik,  mendadak bersuara di antara Harvey dan ibunya dari pojokan ruangan.

Ibu Harvey menoleh mendelik, nafas beliau mulai tak beraturan, "Kamu juga, Darsih! Ngapain masih disini? Balik kamar sekarang."

"Cukup mah." Sela Harvey jengah, "Jangan bicara atau perlakukan orang lain kasar. Apapun statusnya."

"Kamu cuma anak mama. Nggak usah ikut ngomong."

"Iya cuma anak mama yang umurnya sudah tiga puluh tahun lebih."

"Bisa nggak sih jangan bantah mama!?"

"Iya. Memang lebih baik tidak bertengkar di depan tamu." Harvey melirik Ki Ageng yang masih terperanjat dan Mio yang gemetaran hebat dari ujung kepala hingga ujung kaki, "Memang tamu harus diperlakukan dengan baik, ya kan?"

"HARVEY! SUDAH SANA KAMU KE KAMAR! SUDAH JAM SETENGAH SEMBILAN."

"Jam setengah sembilan, oke." Harvey terkekeh. Bahkan beberapa balita pasien Harvey punya jam masuk kamar lebih larut daripada pak Dokter yang merawat dia, "Ayo Mio."

"Kenapa Mio di ajak?!"

"Ritualnya sudah selesai kan?"

"Tuh kan, bener yang saya bilang. Anak saya itu jadi aneh semua!" Potong ibu Harvey pada Ki Ageng.

Harvey mengerjap ngeri. Tercengang melihat tingkah ibunya yang seperti kesetanan. Menilai dari ini semua, seharusnya ibunya yang meminum semua air doa itu. Di buat mandi sekalian, segentong.

"Tante." Tiba-tiba suara kecil Mio menyeruak. Seakan menghisap habis seluruh udara dalam ruangan sekitarnya. Menarik seluruh perhatian semua orang untuk menatap Mio, "Kalau maksud Tante malam ini tiba-tiba datang dengan beliau untuk mengecek saya pakai sesuatu yang.....aneh. Tante bisa lihat sendiri. Saya nggak pasang susuk apa-apa. Pelet, dukun, atau apapun. Saya nggak tau apa-apa soal hal kayak gitu."

"Saya nggak apa-apa diajak Tante untuk bertemu dukun siapa saja. Tapi tolong, mas Harvey dan mas Altair jangan terlibat. Mereka lebih nggak tau apa-apa dari saya."

"Saya juga minta maaf kalau Tante jadi banyak bertengkar dengan mas Altair dan mas Harvey semenjak saya ada. Saya benar-benar minta maaf. Saya juga akan keluar dari rumah ini."

"Mio!" Sentak Harvey. Buru-buru menarik lengan Mio untuk menahannya untuk berbicara lagi namun langsung di tepis oleh Mio.

"Bagus. Saya bakal bicara dengan orangtua kamu soal ini. Semuanya." Seru ibu Harvey setelah terdiam beberapa detik, "Sekaligus minta mereka jemput kamu pulang sekarang. Malam ini juga."

"Ibu ayah saya sudah lama meninggal. Saya juga bisa pulang sendiri."

Bibir ibu Harvey langsung terkatup. Dengan guratan rasa bersalah samar yang berusaha mati-matian di sembunyikan namun tetap tertangkap dalam mata Harvey, "Jadi selama ini kamu tinggal dengan siapa di Serasan?"

"Nenek."

"Kalau begitu saya akan bicara dengan nenek kamu."

Pandangan mata Mio mendadak berubah, "Tolong jangan bawa nenek saya dalam masalah ini."

"Tapi cuma dia keluargamu kan?" Ujar ibu Harvey dan langsung di balas dengan tawa sengit Harvey.

"Menurut mama, apa Mio bocah ingusan baru lulus SD sampai masalah kayak gini harus di hadapin sampai ke nenek moyang?"

"Karena menikah bukan cuma masalah dua orang. Tapi menyatukan dua keluarga. Ini masalah penting. Kamu nggak akan paham, Harvey. Karena kamu daridulu bilang NGGAK AKAN PERNAH mau menikah."

Harvey sontak terkekeh dan memposisikan dirinya untuk berdiri di depan ibunya. Sudah lama Harvey tidak benar-benar berdiri tepat di depan ibunya. Jelas ibu Harvey berpikir hal yang sama juga. Karena postur tubuh beliau langsung berubah canggung ketika anak laki-lakinya yang bertubuh lebih tinggi tiga puluh senti di banding beliau menunduk dan melipat kedua lengan di depan dada.

"Menurut mama, Mio harus keluar dari rumah ini malam ini juga? Mana sopan santun mama?"

"Maksudmu apa, Harvey?" Tanya ibu Harvey kesal.

"Ini yang mama mau. Mio nggak berhasil untuk tinggal disini selama tiga bulan. Gagal memenuhi syarat menikah dengan Altair." Harvey menoleh tersenyum menatap Mio yang mengerutkan kening dalam-dalam dengan ekspresi curiga pada Harvey, "Mama jangan lupa. Harvey punya andil dalam ini semua juga. Artinya, Harvey bisa minta apapun sekarang sebagai gantinya kan?"

Ibu Harvey menelan ludah. Ekspresi panik beliau kelihatan lucu tapi tidak sebanding dengan ekspresi Ki Ageng dan Bu Darsih yang masih mematung melongo di tempatnya masing-masing dengan ekspresi seperti sedang menonton sinetron.

Harvey menoleh kembali menatap dingin ibunya sebelum mengucapkan seluruh kalimat dalam satu tarikan nafas, "Harvey cuma minta; tolong jangan ganggu nenek atau keluarga Mio. Harvey sendiri yang akan urus semua masalah kepulangan Mio ke Serasan."

Catatan Mio Where stories live. Discover now