Part 68

485 60 5
                                    

"Bapak ada acara apa kok datang ke Pulau Cemara kecil?"

Harvey melirik bapak yang berjalan di sebelahnya, teman sebangkunya tadi yang sekarang terkesan sengaja mengikuti Harvey keluar bersamaan dari pintu kedatangan pesawat sambil membawa tas besar usang. Di saat biasa, Harvey mungkin sudah bersikap dingin, menjaga jarak, tapi baru saja ia lolos dari maut bersama dengan bapak ini. Hal itu cukup membuat dirinya berusaha sedikit lunak.

"Saya mau ke pulau Serasan." Jawab Harvey acuh tak acuh, berjalan dengan sedikit lebih cepat. Lunak bukan berarti nyaman dengan sikap bapak di sampingnya yang terlalu ramah pada Harvey,- yang seharusnya asing dengannya.

"Saya ada kenalan penginapan murah di Serasan atau bisa homestay di rumah saya kalau bapak mau." Ucap beliau tergesa-gesa.

Langkah kaki Harvey berhenti, menyadari motif asli bapak di sampingnya ini sekaligus tertarik karena mendengar kata penginapan di sebut, "Apa ada penginapan yang letaknya dekat dengan hutan bakau yang banyak burung bangau nya di Pulau Serasan?"

"Eh." Bapak itu terdiam termenung sesaat Sebelum berkata, "Setau saya satu-satunya Penginapan dekat hutan bakau hanya Kelincung."

"Kelincung? Ya saya pilih itu saja."

Bapak itu mengangguk, "Bapak mau nginap disana? Kenapa ? Masih ada penginapan lain yang lebih bagus dari Kelincung."

Harvey tergelak mengabaikan bapak di sampingnya, lebih karena menertawakan dirinya sendiri dan pemandangan asing yang kini menyambutnya begitu menginjakkan kaki keluar bandara. Bandara pulau Cemara kecil dengan rasa terminal bus. Tidak ada kesan ekslusif sama sekali. Sepi, kusam, panas, Hanya tersedia beberapa metromini yang bagi Harvey entah dari mana ke tujuan mana.

"Bapak ini nggak seperti karyawan baru kilang." Mendadak suara laki-laki di sebelahnya memecah perhatian Harvey sekali lagi, beliau sekarang terang-terangan memperhatikan Harvey dari atas kebawah, "Sepertinya juga bukan petugas dinas kesehatan atau pemerintah dari Sumatra juga. Jadi tujuan bapak ke Serasan apa? Disana itu bukan tujuan wisata yang biasa."

Harvey menghela nafas, mencoba sabar. Bapak disampingnya ini tampak baik, sederhana, rapi, klimis, lugu dan tampangnya tidak mencurigakan tapi rasa ingin taunya itu yang keterlaluan.

"Bapak juga sepertinya bukan keluarga salah satu penduduk, karena Kalau iya, saya sudah pasti tau. Saya kan kenal seluruh penduduk Serasan. Dari ujung ke ujung."

Harvey mengulum senyum kecut, "Kalau begitu bapak pasti kenal pemilik penginapan Kelincung."

"Oh iya. Sudah pasti. Beliau terkenal itu. Apalagi keponakan yang cantik sekali itu."

Harvey menelan ludah, berusaha sedatar mungkin sekalipun jantungnya mulai berdetak tidak karuan dan hatinya berteriak, "Kalau saya menginap disana, berarti saya bisa ketemu langsungnya dengan keponakan bapak pemilik penginapan Kelincung?"

Bapak di samping Harvey tertawa geli, "Aduh, jangan berharap pak.  Kalau sekarang itu sudah terlambat. Dia sudah mau menikah. Calon suaminya juga kaya sekali. Coba kalau uang saya sebanyak itu, sudah pasti saya lamar duluan. Lagipula kalau bapak nginap disana sekarang, keponakan nya itu sudah tidak di sana, dia disini. Rawat neneknya di rumah sakit pulau Cemara Kecil."

"Mio." Ucap Harvey pelan tanpa sadar, "Mio disini.."

"Iya Mio." Bapak tersebut mengangguk sebelum dengan bingung beliau buru-buru bertanya, "Kok bapak bisa tau nama keponakannya, Mio? Apa bapak kenal Mio? Atau saya tadi sudah sebut namanya?"

Catatan Mio Where stories live. Discover now