22

178 24 35
                                    

Pintu itu ditutup keras dengan penuh kemarahan oleh pemiliknya. Dengan kesal, Jisung melempar vas bernilai mahal yang ada di kamarnya. Sungguh, perkataan Minho membuat pemuda Han itu mendapatkan kebencian yang menjadi lebih besar pada ketiga pemuda monster itu.

Mulai mengambil duduknya, Jisung menutup mata dan berusaha untuk menetralkan dirinya. Pemuda Han itu mengerti, kemarahan tidak akan merubah apa yang telah terjadi padanya. Jika bisa, Jisung ingin melangkah sangat jauh. Ke tempat dimana dirinya tidak akan berada di dalam oksigen yang sama dengan ketiganya.

Memikirkan itu tanpa sadar membawa Jisung mengingat pemuda Bang yang saat ini telah menjadi miliknya. Dengan cepat, Jisung melangkah ke tempat dimana dirinya menyimpan ponsel pintar yang diberikan oleh Bangchan. Mengaktifkan ponsel itu dengan sedikit ketidak sabaran.

...

Langkahnya memasuki bangunan yang adalah sebuah restaurant itu dengan tergesa. Menuju ke dalam ruangan vip yang telah dipesan. Pemuda Bang itu bahkan tidak sadar jika gerakkannya saat membuka pintu dengan sedikit kasar telah mengejutkan pemuda yang berada di dalamnya.

"Jisung".

"Chan".

Keduanya menyebutkan nama dengan bersamaan. Pelukkan yang kuat Chan berikan pada pemuda yang berhasil menghadirkan perasaan kekhawatiran yang sangat besar di dalam dirinya.

"Apa kau baik-baik saja?" Chan melepaskan pelukkan dan bertanya khawatir "kau membuatku takut karena tidak dapat ku hubungi".

Baiklah, jangan memarahi Jisung karena lagi-lagi terlalu mudah untuk jatuh pada pesona Bangchan. Bagaimana wajah dan suara penuh ketakutan itu selalu berhasil menghadirkan getaran di dalam hati Jisung.

"Hei, Jisung? Ada apa? Apa telah terjadi hal buruk?".

Bangchan yang kembali memberikan pertanyaan dengan suara kekhawatirannya menyadarkan Jisung dari pemikirannya.

Tidak memberikan jawaban, Jisung begitu saja memeluk tubuh Bangchan dan meletakkan kepalanya di dada pemuda Bang itu. Memejamkan matanya untuk mendapatkan kenyamanan yang selama ini tidak pernah didapatkannya.

"Jisung.....",

"Biarkan seperti ini, Chan. Ku mohon" sanggah Jisung dengan lirih.

Seakan memahi apa yang tengah terjadi, Bangchan tidak lagi berbicara. Membiarkan pemuda yang dicintainya itu mendapatkan pelukkan untuk menenangkan dirinya.

...

Mengabaikan suara kedua sahabatnya, Hyunjin terus saja menghancurkan barang-barang yang berada di ruangan itu. Membuat Minho juga Felix pada akhirnya berhenti berbicara dan membiarkan pemuda Hwang itu untuk mengeluarkan kemarahannya.

"Aku sudah mengatakan untuk memberikan bodyguard pribadi untuknya! Sekarang kau lihat! Dia menjadi lebih pemberani!".

Baiklah, Hyunjin benar-benar mendapatkan kemarahan di dalam dirinya saat lagi-lagi Jisung berhasil keluar dari mansion tanpa diketahui oleh siapapun. Pemuda Han itu bahkan menjadi lebih pintar. Jisung dengan sengaja tidak menggunakan mobil miliknya yang telah diberi alat pelacak.

"Aku benar-benar akan menghukumnya saat dia kembali!" Tajam Hyunjin.

Melihat pemuda Hwang yang melangkah keluar begitu saja, Minho menghela nafasnya. Memijit pelan kepalanya yang terasa sangat berat hanya karena pemuda yang lebih muda yang berada bersamanya.

"Sepertinya Hyunjin benar. Lebih baik memberikan bodyguard pribadi untuknya".

Mendengar itu, Minho kembali membuka matanya dan melihat pada Felix yang tengah duduk tepat pada sofa di hadapannya.

Membuang nafasnya, "Jisung akan lebih membenci kita jika kita melakukan itu" jawab Minho.

Benar, jika saja bukan karena Jisung yang pernah mengatakan untuk akan melarikan diri jika diberikan seorang bodyguard pribadi, pemuda Lee tertua itu pasti sudah sejak lama melakukannya.

"Dia tidak akan bisa melakukan itu, hyung. Penjagaan disini sangat ketat. Kita akan tetap menemukannya bahkan di ujung Benua".

Perkataan Felix cukup benar. Hanya saja, sepertinya pemuda berbintik tampan itu melupakan satu hal.

Membuat Minho tanpa sadar memberikan senyuman merendahkannya. "Kita bahkan tidak bisa menemukannya disaat seperti ini".

...

Tidak tahu berapa lama waktu yang telah dihabiskan oleh kedua pemuda yang saat ini masih saja nyaman dalam posisi mereka.

Chan bahkan tidak merasa keberatan saat harus terus memeluk pemuda yang berusia lebih muda darinya itu. Chan mengerti, Jisung tengah tidak baik-baik saja saat ini. Membuat pemuda Bang itu tidak memiliki ketegaan untuk harus melepaskan pelukan nyamannya.

Ceklek

"YAK! MONSTER SIALAN! APA...... Jisung?".

Teriakan Changbin baru saja akan memenuhi apartemen bernilai mahal itu jika saja manik hitamnya tidak melihat siluet yang berada di dalam pelukan sang sahabat mafianya.

Melihat Changbin yang melangkah mendekat setelah meletakkan bingkisan yang ada di tangannya. Chan berkata pelan. "Aku benar-benar akan membunuhmu jika sampai membangunkannya".

Mendengar itu, Changbin dibuat meringis. "Kejam sekali" balasnya miris.

Mengambil duduknya di sofa yang berhadapan dengan Chan, Changbin begitu saja memberikan pertanyannya.

"Bagaimana bisa dia berada disini?" Suaranya pelan.

"Tentu saja aku yang membawanya" balas Chan datar.

Menghela malas nafasnya, Changbin. "Aku tahu. Pertanyaanku, apa yang membuatnya bisa berada disini?".

Melihat Jisung sesaat, "ceritanya sedikit lebih panjang" balas Chan.

"Kalau begitu dipersingkat" ucap Changbin.

"Tidak bisa. Kadar pemikiran sepertimu tidak akan mudah mengerti".

Mendengarnya, rahang Changbin tanpa sadar terlihat mengeras. Sorot matanya berubah menjadi lebih tajam pada pemuda Bang di hadapannya.

"Apa kau mengatakan aku ini bodoh?!" Geramnya.

"Bukan aku, tetapi, kau. Aku tidak mengucapkan kalimat itu" jawab Chan masih dengan wajah datarnya.

Baiklah, beritahu Changbin untuk lebih menahan kemarahannya. Jika bukan karena pemuda lebih muda yang terlihat sangat menikmati tidurnya di pelukkan Chan, sudah dipastikan wajah tampan Bangchan pasti terkena lemparan bantal sofa, atau mungkin vas mahal yang berada di atas meja.

Sungguh, Changbin tidak mengerti sejak kapan dirinya selalu bisa menahan diri setiap bersama dengan si pemuda Bang itu.

Red Light Of Maniac Where stories live. Discover now