24

185 25 21
                                    

"Akh!".

Lagi, teriakan kesakitan memenuhi ruangan berwarna gelap dengan sedikit pencahayaan itu. Mengabaikan penampilan dan permohonan pemuda di hadapannya, Hyunjin terus saja melakukan kegiatannya tanpa memiliki rasa kasihan. Terus memberikan pukulan pada tubuh yang tidak berpakaian dan dipenuhi oleh banyak garis luka itu.

Membuang tali yang ada di tangannya, Hyunjin bergerak turun. Kembali mencengkram wajah yang memerah dengan ruam membiru di wajah tampan Jisung.

"Masih tidak ingin mengakui kesalahanmu, emh?!".

Jisung tidak menjawab, kepalanya hanya bergerak mengartikan kata 'tidak'. Air mata terus keluar dari mata merah itu. Jisung ingin berbicara, tetapi, rasa sakit di bibirnya yang terluka dan juga cengkraman kuat Hyunjin membuatnya sangat sulit untuk harus mengeluarkan satu kata saja.

Memahami itu, Hyunjin melepaskan cengkramannya dengan kasar. Membiarkan tubuh lemah Jisung terjatuh di lantai dingin dalam ruangan hitam miliknya.

Jisung berfikir bahwa dirinya sudah dapat bernafas lega. Berfikir bahwa Hyunjin telah berhenti menyiksanya. Jisung melupakan jika pikiran seperti itu tidak akan pernah terjadi. Hyunjin bukanlah seseorang yang akan dengan cepat mendapatkan kepuasannya.

Jadi, pemuda Hwang itu kembali menarik paksa tubuh Jisung. Membawa pemuda yang lebih muda keluar dari ruangan hitam yang berada di dalam kamarnya dan melempar tubuh lemah itu ke atas tempat tidur miliknya.

Mengetahui apa yang akan terjadi padanya, meski tidak memiliki tenaga, Jisung tetap berusaha untuk melarikan dirinya. Tetapi lagi, kenyataan Hyunjin yang memiliki kekuatan lebih besar darinya selalu berhasil mengalahkan Jisung.

Pemuda Hwang itu kembali menjatuhkan tubuh Jisung di atas tempat tidurnya. Memutar tubuh pemuda Han itu dan menarik pinggangnya tinggi. Memasuki junior miliknya melalui tubuh belakang Jisung dan begitu saja bergerak dengan sangat brutal.

Membuat desahan kesakitan Jisung menjadi sebuah lagu di dalam kamar bergaya gelap itu.

...

Changbin meletakkan berkas yang ada di tangannya saat mendapatkan Bangchan memasuki ruangan pribadinya dengan wajah yang tidak baik.

Memahami sahabatnya dengan baik, Changbin begitu saja memberikan pertanyaannya. "Baiklah, kali ini, apalagi masalahnya?".

Mengambil duduk di hadapan sang sahabat, Bangchan menyandarkan tubuhnya. Matanya hanya menatap pada pemuda berahang tegas di hadapannya.

Tahu jika Bangchan tidak akan segera menjawab pertanyaannya, Changbin tidak membawanya menjadi masalah. Tangannya justru bergerak menghubungi seseorang untuk membuatkan minuman kesukaan sahabat Bangnya itu.

Tidak lama, saat seorang pekerja pria datang dengan baki yang berisi dua gelas kopi hangat di atasnya.

"Minumlah. Wajahmu terlihat membutuhkan ini" ucap Changbin dengan sedikit menggoda.

Tersenyum tipis, Chan mulai menyesap pelan minumannya. Dalam hati berterimakasih karena memiliki Changbin sebagai seorang sahabat yang mengerti dirinya dengan baik.

"Jadi, Jisung atau penyerangan?" Lagi, Changbin memberikan pertanyaannya setelah meletakkan gelas miliknya. Pertanyaan yang sebenarnya Changbin sudah dapat menebak jawabannya.

Menghela nafasnya, "keduanya" jawab Chan malas.

"Keduanya?" Changbin membalas sedikit tidak percaya.

"Ehm" deham Chan dengan menganggukkan kecil kepalanya.

Menggigit bibirnya, wajah Changbin terlihat memiliki banyak pemikiran di kepalanya. "Baiklah. Aku tidak akan bertanya mengenai Jisung, karena aku sudah dapat menebaknya. Hanya saja, penyerangan, ada apa dengan itu?".

...

Matanya terbuka bersamaan dengan ringisan kecil dari bibirnya. Jisung ingin menggerakkan tubuhnya, tetapi, rasa sakit dan tangan seseorang yang memeluknya membuat gerakkan mudah itu menjadi sangat sulit untuk dilakukan.

"Sudah bangun?".

Suara Hyunjin yang sangat dekat dengannya membuat manik Jisung menatap dalam namun penuh kesedihan pada pemuda berpahat indah di hadapannya.

Menyadari netra kecoklatan itu mulai berair, Hyunjin lebih memperdalam pelukkannya. Menenggelamkan wajah lebam Jisung pada dadanya.

"Menangis lah. Aku tidak akan menghentikanmu".

Mendengar suara lembut itu, air mata Jisung jatuh seperti sebuah perintah. Dirinya tidak menolak pelukan dan ciuman Hyunjin di kepalanya. Sungguh, Jisung membutuhkan afeksi seperti itu saat ini. Meski mengetahui pemuda Hwang ini lah yang telah menyakitinya, Jisung seakan tidak perduli. Dirinya hanya ingin sebuah penenang, dan Hyunjin saat ini tengah melakukannya.

Hyunjin bisa merasakan air mata Jisung yang mengalir di dada yang tidak tertutupnya. Tubuh yang bergetar itu memberitahu bagaimana rasa sakit yang pasti sangat menyiksa. Hyunjin tahu, dirinya sudah sangat buruk menyakiti pemuda yang dicintainya itu. Hanya saja, keinginan di dalam dirinya untuk tidak menyakiti selalu saja dikalahkan dengan jiwa kejamnya. Dan Hyunjin tidak pernah bisa untuk melawan itu.

Dengan lembut, dirinya kembali memberikan ciuman pada surai kebiruan itu. Hyunjin ingin mengatakan 'maaf'. Tetapi lagi, kata itu selalu dikalahkan oleh kekerasan hatinya.

Cukup lama Hyunjin membiarkan pemuda Han itu menangis. Hingga air mata Jisung berhenti untuk keluar dari matanya.

Mengetahui itu, Hyunjin sedikit meringankan pelukkannya. "Ayo, aku akan membantu untuk membersihkan tubuhmu. Setelah itu, kita akan mengobati lukanya" Hyunjin berkata baik.

Melihat Hyunjin, "ini..... sangat menyakitkan" lirih Jisung.

Mendengarnya, perasaan yang menyakitkan memenuhi ruang terdalam di hati Hyunjin. Kembali mencium kepala Jisung, Hyunjin menjawab. "Ehm, aku tahu. Dan itu harus diobati untuk menghilangkan sakitnya".

...

"Kau yakin dia tidak akan membunuhnya?!".

Suara kekesalan Felix terus bermain menyebalkan di pendengaran Minho. Tidak tahu berapa lama waktu yang telah dihabiskan Felix untuk mengeluarkan kekesalan di dalam dirinya.

"Hyunjin tidak akan melenyapkannya. Dirinya masih membutuhkan Jisung" jawab Minho masih dengan suara biasanya.

Mengambil duduknya, Felix membalas, "ini sudah sangat lama, Minho! Dan Hyunjin masih menahannya di dalam kamarnya!" Kesalnya.

Baiklah, Minho tidak bisa menyalahkan Felix begitu saja. Pemuda Lee yang lebih muda itu benar pada perkataannya. Ini sudah mendekati waktu malam, dan Jisung masih bertahan di dalam kamar psikopat itu.

Menghela nafasnya, Minho menjawab dengan berusaha untuk tetap tenang. "Satu jam lagi. Jika dirinya masih tidak membawa Jisung keluar, kita akan menemuinya".

Red Light Of Maniac Where stories live. Discover now