10. Malam Perjamuan

16 9 0
                                    

Semua orang ingin badai cepat berlalu. Walau cerah akan di dapat setelahnya, di depan nanti, badai pasti akan kembali, meskipun dalam bentuk lain.

"Mizutani. Apa-apaan, kau ini."
Nada tinggi yang pertama untuk malam ini.

Tohru tersenyum lebar, seperti biasa.
"Ada apa, Yamauchi San?"

"Kau. Serius memakai pakaian macam itu di acara resmi seperti ini?"

Aina menatap sengit lelaki di depannya. Tangan perempuan itu diletakkan pada pinggang.

Tohru kembali melihat cermin besar di depannya. Kurang puas, dia melihat dirinya sendiri dari bawah, hingga atas.

"Apa ada yang salah dengan kostumku. Sepertinya, semua baik-baik saja."

"Itu menurutmu."
Kesal Aina.
"Tapi bagiku. Tidak."

"Dimana letak tidaknya?"

Tohru benar-benar tidak paham dengan maksud, dan keinginan Aina. Memang seperti yang terlihat, semua yang dikenakan Tohru tampak normal.

Aina menggeleng sambil berdecak.
"Lihat motif, dan warna yang ada pada pakaianmu. Benar-benar tidak serasi dengan pakaian yang aku kenakan. Tahu!"

Mendengar keberatan seperti itu, Tohru kembali melihat, apa yang dia kenakan. Baik secara langsung, atau lewat cermin.

"Eeeng."
Beberapa kali pula lelaki itu melihat apa yang dikenakan salah satu istrinya.

Hal tersebut dia lakukan hingga beberapa menit ke depan. Aina, yang memang pada dasarnya tidak memiliki banyak persediaan rasa sabar, buka suara.

"Bagaimana. Sudah tahu, di mana letak tidak serasinya?"

"Belum. Bahkan, menurutku tidak ada H...ADAAW!"

Aina sudah tidak tahan lagi. Tanpa menunggu Tohru selesai berucap, langsung saja perempuan itu menyarangkan pukulan ke kepala suaminya.

Seketika, lelaki itu berjongkok, dan mengusap kepala.

"....!!"

Tidak menyia-nyiakan waktu, Aina segera mencengkeram kerah baju Tohru, dan memaksanya bangkit.

"Lihat ini. Sialan!"
Aina menunjuk sesuatu di baju Tohru.
"Pada kerah bajumu ada, ini. Sedangkan aku, tidak."

Tohru susah payah melihat arah tunjuk Aina, dengan keadaan dicengkeram.

"Yamauchi San. Bukankah itu hanya garis melintang berwarna keemasan yang biasa saja...a...aku tidak melihat itu suatu ketidakcocokan?"

"Jangan bicara sembarangan. Yang seperti itu tidak ada di pakaianku."

Dalam benak Tohru, dilihat dari manapun, sepertinya Aina adalah tipe orang yang suka menginginkan sesuatu yang perempuan itu tidak punyai.

Yah, mau bagaimana lagi. Keinginan ada karena kita tidak memiliki hal tersebut. Meski itu hal kecil.

Mengingat itu semua, Tohru hanya bisa tersenyum kaku.

"Aina ~ apa kamu sadar. Jika dicengkeram sekuat itu, kamu bakal membuat kita semua menjadi janda."

Suara riang menginterupsi. Baik Aina, maupun Tohru berpaling ke arah sumber suara.

Berbeda dengan gaun Aina yang berwarna merah, dan perak dengan mode open arm. Hinako memilih baju eropa zaman kolonial untuk membungkus tubuhnya.

Potongan dadanya terlalu rendah, hingga memperlihatkan sesuatu yang indah di sana.

Tapi, bukan itu masalahnya.
"Umemura San. Ada apa dengan pilihan warnamu?"

Hinako melihat penampilannya sendiri dalam cermin.

Kepalanya bergerak kesamping. Raut mungil, dan mata bulatnya menandakan sesuatu.
"...aku rasa tidak ada yang aneh?"

"Ini pesta pernikahan. Jika kau lupa. Hina."
Aina melepas cekalan.
"Dengan warna pita, dan kostum hitam seperti itu, kau lebih cocok datang ke pemakaman untuk berkabung."

Hinako hanya bergumam pendek tanda mengerti, tanpa mempermasalahkan hal itu. Tohru merasa hal yang dirisaukan sama persis dengan Aina. Tapi dia sulit mengatakan hal itu. Lagipula, pisau yang selalu disembunyikan Hinako, entah di mana, bisa keluar sewaktu-waktu.

Membayangkan saja, keringat dingin mengalir di dahi Tohru.

Saat ini, mereka baru saja keluar dari ruang ganti, dan sekarang berada di belakang ruang pesta. Sumire, dan Yukako belum keluar. Itu lebih disebabkan oleh Aina yang enggan berlama-lama, dan Hinako yang terbiasa bersiap cepat untuk keperluan syuting.

Namun, pembawa acara di depan sana, membuat ketiganya harus berpindah, menyisakan dua orang lagi. Sedangkan, Orang Tua Tohru sudah ada di depan sejak tadi, menyambut para tamu.

Tohru masuk ke tempat pesta dengan Aina, dan Hinako beriring di samping kiri, dan kanannya.

Belum banyak yang hadir. Tapi, dari tatapan yang ada, semua terlihat terpukau.

Pasti bukan kepadanya, yang hanya pemuda desa biasa. Tohru rasa semua kekaguman itu untuk istrinya.

Memang tidak bisa dipungkiri betapa menariknya penampilan Aina, dan Hinako di bawah sorotan cahaya.

Kegaduhan kian ramai saat Tohru melihat sekilas, Sumire, dan Yukako menyusul di belakang. Berbeda dengan Yukako yang simple dengan gaun asimetris, Sumire terlihat, terlalu berat, dengan gaun Putri Negeri Dongeng. Lengkap dengan Tiara tersemat di kepala. Benar-benar mirip dengan parade cosplay.

Namun, terlepas dari apa yang mereka kenakan, entah kenapa, keempat perempuan tersebut terasa pas dengan kostum pilihan masing-masing. Itu belum ditambah dengan cahaya ruangan yang selalu tertembak ke arah mereka. Terlihat berkilau.

Tohru sendiri hampir-hampir tak percaya, telah berhasil menikahi empat perempuan luar biasa itu.

"Mizutani Nii San. Jangan salah fokus."
Satu nada cerah.

Mengembalikan Tohru pada kenyataan.
"...!? Umemura San."

"Pembawa acara tadi meminta kita untuk duduk di tempat yang telah di sediakan. Apa Nii San mendengarnya?"

Hinako memiringkan kepala. Dari pandangannya, terlihat sekali perempuan itu meminta jawaban.

Merasa seperti yang dituduhkan. Tohru tersenyum canggung sambil menggaruk belakang kepala.
"Maaf."

Kelima orang itu duduk dengan Tohru berada di tengah. Hinako ada di samping kiri, sedangkan Sumire di kanan. Pada bagian luar, Aina berada di dekat Hinako, sedangkan Yukako di sisi Sumire.

Posisi yang cukup baik. Mengingat Aina, dan Sumire yang bisa saling terjang kapan saja. Atau Hinako yang siap menghunus pisau ke arah Yukako sewaktu-sewaktu.

Bicara soal pisau. Hinako bahkan sudah menyiapkannya di pangkuan di bawah meja.

Jika dilihat sekarang, Tohru hampir tak percaya keempat perempuan ini dulunya tinggal di tempat yang sama.

***

*Flashback on!

*3 bulan sebelumnya.

Malam sudah menjelang, saat Tohru sampai dari Kampus Uji. Lega karena telah membersihkan badan setelah satu hari yang padat, Tohru berjalan ke sudut gudang.

Tempat itu telah berhasil dia sekat menggunakan beberapa mesin arcade, entah rusak di bagian mana.

Jika ada waktu nanti, Tohru mungkin akan memeriksa mesin-mesin itu.

Tapi, untuk saat ini masih banyak yang harus dikerjakan. Salah satunya, memeriksa CCTV. Segera Tohru bergerak ke Ruang Security setelah berberes.

Pemuda itu ingin langsung menyalakan semua monitor saat sampai. Namun, itu terjeda setelah Tohru mendapati sebuah amplop besar, terlihat mencurigakan, tergeletak begitu saja di meja, dengan kanji acak-acakan.

Tidak ambil pusing, Tohru segera mengambil, dan membukanya.

Itu pesan dari Sora, ternyata. Dia mengirimi sebuah modul game versi prototipe yang nanti diproyeksikan menjadi comeback Sirensoft di dunia permainan video game.

Strawberry MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang