38. Teriris Dalam

5 2 0
                                    

Tidak ada firasat apapun yang dirasa Tohru ketika dia mengunci pintu dari luar.

"...NI~SAN!!"

Jantungnya terasa mau lompat. Dengan suara keras, bersama satu gebugan, yang mampu merontokkan iga, dari belakang.

"...U. Umemura. San."
Segera tubuh Tohru berbalik.
"...Kamu!"

"Iya. Iya. Ini aku."
Senyum Hinako terkembang bersama kepalanya meneleng.
"Jangan begitu, ah~ seperti habis lihat hantu saja."

Kepala Tohru menengok kiri kanan. Terlihat sekali mencari sesuatu.
"Apa, Umemura San datang sendirian?"

"Un~"
Mata Hinako yang sebulat milik kelinci mengerjab. Satu anggukan juga diimbuhkan sebagai penguat.

Gestur yang malah membuat dahi lelaki tersebut berkerut. Gelagat keanehan mulai bisa sedikit dia raba. Meski masih halus.

"Apa. Ni~San sudah selesai di sini?"
Rujukan Hinako adalah pemandangan di belakang punggung Tohru. Pintu Lab Yukako.

Merasa tergelitik dengan arah pandang perempuan di depannya, Tohru melihat belakang. Tidak ada apa-apa. Tapi, Hinako tidak berhenti memindai tiap jengkalnya.

"Begitulah. Umemura San."
Berzsama Tohru yang menatap kembali Hinako.
"Apa, ada sesuatu pada bangunan itu?"

Hinako, terjengit akibat pertanyaan barusan. Apa terlihat begitu jelas sikapnya. Tapi, memilih untuk mengundang kecurigaan lebih lanjut, perempuan tersebut membenahi sikap. Biasanya, pisau di balik lipatan baju akan langsung dihunus bila kenyamanannya terusik. Namun, tidak kali ini.

"Tidak.~"
Hinako memilih menggeleng.
"Tidak ada apa-apa dengan bangunan itu."

Pita besar yang dikenakan bergoyang ikut irama, kemana kepala digerakkan. Warna kuning cerah yang dipilih, serupa cuaca siang ini pula. Tapi, kenapa itu semua tidak mampu membawa kelegaan dalam benak Tohru, berapakalipun memperhatikan gerak-gerik Hinako. Seperti, ada yang ingin dibuang, tapi tak mampu.
"...Oh."

"Ah, baiklah."
Suara tepukan terdengar. Bersama satu lompat kecil. Bukan Hinako namanya bila tak mampu membalik suasana hati, semudah membalik Omelet.
"Karena tanpa sengaja kita bertemu di sini, bagaimana kalau kita pulang bersama. Mobilku terparkir, tak jauh dari sini."

Tidak banyak waktu yang Tohru punya untuk berpikir. Lelaki itu mengangguk sembari memberi persetujuan. Beriring, keduanya berjalan menyusuri Pedestrial Universitas Kyoto, Kamppus Uji.

Dua hal yang jadi pertimbangan Tohru menerima tawaran Hinako.

Lumayan. Menghemat biaya transport pulang nanti. Ini yang pertama.

Sulit ditolak juga, dan bakal jauh merepotkan. Karena tertangkap oleh mata Tohru, Hinako seperti menarik sesuatu dari balik baju. Kilaunya, tak salah lagi, itu pisau.

Hanya perou beberapa menit, kendaraan mereka sudah merambah aspal jalan. Meninggalkan komplek kampus.
"Kalau aku boleh tahu, apa yang membuat Umemura San datang ke Kyodai?"

"~Enggg. Tidak akan kuberitahu."
Dari jalan menurun di depannya, Hinako melihat lewat ekor mata. Reaksi Tohru. Perempuan itu tergelak.
"Baiklah ~ baiklah, aku bercanda. Ada seseorang yang ingin kutemui di sana."

Gestur Tohru yang awalnya siap menerima penolakan, kini berubah lebih ringan. Setelah anggukannya, mereka berdua jatuh terdiam.

Mengamati interior mobil, ternyata selera tiap orang beda. Milik Hinako, banyak sekali pernak-pernik terhias di tiap sudut. Semua karakter makanan. Pegangan pintu sampai sandaran kursi.

Berda dari Sumire yang sporty, atau Aina yang apa adanya.

"Nii~San. Tolong jaga tas plastik di kursi penumpang."
Hinako merujuk pada bawaannya.
"Di depan aku akan menikung tajam. Takut kalau yang di dalam tumpah."

Hendak beranjak, Tohru malah terhempas. Hinako sudah memutar kemudi. Sekuat tenaga lelaki itu bergerak. Barang itu sudah bergeser, dan sekarang hampir jatuh.

Napas Tohru baru lega ketika berhasil menangkap.
"...Hampir, saja."

"Itu nyaris."
Ternyata Hinako juga mengamati. Ikut tegang di tempat.
"Sudah kukatakan pada Sumire saja yang mengantar. Hari ini banyak bawaan. Dia malah pergi ke luar kota."

"Memangnya apa yang ada di dalam tas plastik ini?"

"Tidak banyak. Aku mengganti Bento dengan Strawberry Smoothies. Kupikir, orang sakit, seperti, dia, perlu banyak makan hidangan hangat."

Tidak pernah memanggil Yukako dengan nama. Hinako menggantinya dengan, dia, atau, orang itu. Sorot tajam penuh tekanan Hinako tampilkan saat bertatap muka.

Apa masalah mereka berdua!?

"Oh ya, Umemura San. Sekian lama memasak. Apa bisa beritahu aku, apa menu kesukaan Sumi Hime.

"Begitu ya. Sumire memang enggan terbuka, dia pada dasarnya pemalu. Tentang menu kesukaan, dia gemar Yogurt, dan Salad. Menu sehat, sebenarnya."

"Gemar menu sehat. Tunggu."
Sesuatu terasa mengganjal benak Tohru.
"Jika seperti itu. Kenapa Sumi Hime, sering aku lihat, terus-terusan makan dari vending?"

"Tidak tahu, sibuk mungkin."
Hinako angkat bahu.
"Tapi, Nii-San tak perlu khawatir. Sumire cuma mau makan dari mesinku saja. jadi, aman.~"

"Sama saja. Sumi Hime tetap memakan hidangan tak segar."
Sebelum Tohru melihat Hinako menarik bilah berkilau dari lipatan baju.
"Baiklah. Baik. Aku pikir hal itu baik juga."

"Untuk Aina. Perempuan itu, suka sekali mengkonsumsi sesuatu yang berasa tajam."

"Terutama nasi kari, dan Lemon-Honey." Ingatan Tohru terputar ulang.
"Meski aku tidak terlalu paham, kenapa Ai-Chan, selalu memperingatkan pelayan, agar tidak ditambah gula. Bukannya minuman itu tak perlu pemanis buatan."

Mendengar kenyataan itu, tak khayal, derai tawa memenuhi ruang kendara. Hinako juga tanpa beban, lepas begitu saja. Kebahagiaan yang menulari Tohru. Baru kali pertama dia melihatnya.

Rasanya, perjalanan 30 menit tidak begitu lama. Sampai tersadar Hinako menghentikan kendaraan. Mematikan mesin.

Mereka sampai. Tohru melihat berkeliling. Benar, ini rumah sakit tempat Yukako dirawat.

"Kita sampai. Nii~San."
Hinako berucap pelan.
"Saatnya berpisah. Jangan lupa ranselmu, dan tas plastik untuk, orang itu."

Tertangkap oleh Tohru, rasa sedih itu. Kesepian di dalamnya. Tapi, lelaki itu tak bisa berbuat banyak.
"Baiklah, Umemura San. Sampai jumpa."

Hinako terperangah. Tangannya yang masih di kemudi dia kerat kuat-kuat. Mau sampai kapan dia harus dipanggik Umemura San. Ada yang teriris di dalam sana. Begitu berjaraknyakah mereka berdua.
"Tunggu. Nii~San. Apa siang ini, kau bermaksud mengorek kegemaran mereka semua, lewatku!?"

"...Tidak juga."
Pintu berhasil Tohru buka. Tapi lelaki itu urung keluar.
"Awalnya aku ingin bertanya, dan minta diajari kesukaan Umemura San. Tapi, karena aku takut itu mengganggu privasi Umemura San. Jadinya, aku bertanya hal lain."

Benar-benar menular. Perkataan jujur, dan senyum polos Tohru. Hinako masih mengingatnya. Bahkan, sampai dia melajukan mobil.

Tohru sendiri. Melintasi koridor rumah sakit, mengantar hingga ke depan sebuah pintu. Dari kayu dengan warna hijau pudar. Dua daun berbeda ikuran terdapat di sana. Pintu kecil yang berpasangan dengan yang lwbih lebar. Lubang intip terlihat jelas di tengahnya.

"Aku datang."
Pasti pintu tersebut tidak akan terkunci, Tohru langsung saja membukanya. Jawaban, selamat datang, terdengar. Terperanjat di tmpat, harusnya cuma ada satu suara saja, milik Yukako.
"...Sumi Hime. Bukannya jadwal hari ini padat, dan tak akan datang kemari."

"Kata, siapa?"
Tatapan Sumire terasa aneh. Seperti baeu saja melihat gajah bisa terbang. menanggapi ucapan Tohru.

Strawberry MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang