28. Terlalu Berkilau

7 4 0
                                    

"Permisi. Aku masuk."

"Silakan."
Suara renyah menyambut, seketika.
"Nii ~ San."

Ketika beberapa saat sebelumnya, Tohru menggesekkan Keycard pemberian. Ketika pintu di buka, Hinako sudah menyambutnya di dalam.

"...Selamat pagi. Umemura San."

"Selamat pagi. Jangan terlalu formal begitu. ~"

"...Ah. Baik."

Hinako mendekati Tohru yang sejak tadi masih terdiam di depan gawang pintu, membeku.

"Kemari, Nii ~ San."
Menarik tangan Tohru untuk lebih masuk.
"Sesuatu sudah kusiapkan untukmu. Kuharap kau suka.~"

Menuntun kesalah satu kursi, Hinako mempersilahkan duduk lewat suara renyah andalanya. Semula, Tohru tak yakin. Bahkan, sejak kemarin. Isi kepalanya masih berputar, kejadian apa kiranya yang mampu mengubah sikap Hinako jadi seperti ini.

Biasanya, perempuan itu siap menghunus pisau, jenis apa saja, begitu obyek bernama manusia masuk dalam jangkauannya.

Kepala Umemura San tidak habis terbentur, kan!?

"...Umemura San. Ini?"
Sesuatu di depannya membuat Tohru sulit berkata.

"...Bukan apa-apa. Hanya hidangan rumah biasa.~"
Suara yang begitu menyihir jutaan penggemar di luar sana, tepat berada di hadapan. Hinako tersenyum manis.
"Semoga Nii ~ San, suka."

Terlalu berkilau bila berpasangan dengan celemek putih berenda, penuh dengan gambar makanan-makanan karakter anime.

Juga sikap yang tidak jauh berbeda ketika perempuan itu berhadapan dengan sorot lampu, dan kamera televisi.

Tapi, bukan itu masalahnya!

Untuk saat ini, setiap Hinako menyarankan apapun, sebuah pisau berkilau pasti sudah disiapkan, entah diambil dari mana.

Dan, akan langsung teracung bila Tohru ragu. Dalam senyuman manis yang selalu menghias wajah mungil itu, entah mengapa, terlihat hawa gelap pekat menguar dari tubuhnya. Mampu membuat keringat dingin mengalir, seketika.

Tohru tak bisa bayangkan, jika yang dia ucapkan merupakan kalimat penolakan.
"Soal itu. Semua buatan Umemura San, pasti aku suka."

"...Ah. Kalau begitu, silakan."
Hinako, sedikit tertunduk, dengan bibir masih tersenyum. Dilihat darimanapun, perempuan itu terlihat, malu.

Tohru bersiap menyantap sarapannya, ketika Hinako berlalu. Perempuan itu berpesan, agar Tohru membantunya membersihkan kamar ketika sarapannya selesai. Sedangkan dia sendiri, hendak membersihkan badan.

Sederhananya. Hinako membayar jasa bersih-bersih Tohru dengan sarapan!

Harusnya, Tohru tahu modus Hinako, sejak perempuan itu memaksanya menerima Keycard cadangan kamarnya, beberapa hari yang lalu.

Maku no Uci. Memang, sekilas, tak ada yang spesial dari tampilan menu Obento ini. Terlihat persis makanan rumahan pada umumnya, malah. Nasi Japonika, dengan Tamagoyaki, sejenis Omelet manis. Daging, serta jamur yang ditumis sebentar, berteman dengan serutan sayuran mentah dengan perasan air lemon jahe, berselimut mayonaise.

Itu, jika hanya dilihat dari tampilan. Sangat berbeda bila hidangan itu menyentuh permukaan lidah. Mata Tohru seketika terbeliak pada suapan pertama. Benar-benar menyebar. Rasa kaya, dan mewah, seketika memenuhi rongga mulutnya. Tak bisa diceritakan, hanya bisa menggeleng tak percaya, merasakan ini semua.

Sejenak, lelaki itu mengabaikan keberadaannya sekarang.

Dari ukuranya, tempat tinggal Hinako, luasnya tak jauh beda dari kamar Aina. Terletak diagonal ke kiri dari kamar itu. Bila di sana, penuh dengan karakter mobil imut pada dinding putihnya, serta tak memiliki perabot lebih dari 4 buah, berbeda dengan milik Hinako. Dengan warna dominan biru, animasi makanan menggemaskan yang menyebar di penjuru dinding, perkakas-perkakas juga memenuhi sudut ruangan.

Strawberry MoonWhere stories live. Discover now