21. Soda Dingin

6 4 0
                                    

Sorak kegembiraan meluap, saat Team mendapati hasil, Aina memegang Pole Position. Itu sama dengan Start dari tempat paling depan.

Hasil yang diharapkan dari Aina!

"Kau melihatku, tadi?"

"Tentu saja. Yamauchi San hebat, tadi."
Tohru tersenyum lebar.

Masih tersimpan dalam ingatan riuhnya Paddock. Semua kepalan di udara bersama teriakan bergema. Tohru, tanpa kecuali.

"Begitu. Menurutmu."
Aina berjongkok di tanah.

"Tentu saja. Meski hanya tahu dari game balap, tapi menaklukkan Suzuka tak semudah kelihatannya."
Tohru berkata penuh semangat. Jantungnya masih terasa berdetak tak karuan.
"Aku yakin, sebentar lagi, semua media pasti menayangkan keberhasilan Yamauchi San."

"Begitukah?"

"Pasti!"
Tiba-tiba, alis Tohru bertaut.
"Atau, jangan-jangan Yamauchi San tidak pernah melihat berita sendiri?"

"Sembarangan!"
Aina bangkit, mendorong Tohru setelahnya.
"Kaupikir, aku begitu bodohnya. Mizutani."

Aina berbalik cepat, dan melangkah pergi. Tohru menyusul di belakang. Lelaki itu terlihat senang melihat keadaan Aina membaik. Sepertinya, adu cepat di arena balap barusan, mampu mengubah suasana hatinya.

"...Tunggu. Yamauchi San."

Ini beberapa menit setelah kualifikasi. Setelah 2 jam bertarung dengan hasil terbaik, Aina menyeret Tohru, kembali, untuk ikut dengannya.

Aroma ban terbakar di aspal, serta bahan bakar terbuang dari sisa emisi, memenuhi angkasa. Sayangnya, bau kurang sedap itu tak mampu mencemari keakraban keduanya.

Tohru sungguh penasaran dengan tindakan Aina di sirkuit, hingga bersama perempuan itu, dia beerjongkok.
"...Sebenarnya, Yamauchi San. Apa yang kita lakukan disini?"

Aina menoleh ke arah Tohru.
"Menunjukkan padamu, rahasia Juara Dunia F1.Memangnya, ada lainnya."

"...!? Maksud, Yamauchi San?"

Aina berdecak.
"Kau kira, menjadi juara semudah membangun mimpi, bodoh."

"Bu...bukan begitu. Aku tahu itu dari kerja keras. Tapi, apa hubungannya dengan kita masih di sini, sedangkan lintasan sudah sepi."

"Dari posisi ini, adalah jarak pandang pembalap dalam kemudi."
Aina mengabaikan keberatan Tohru, dan masih berjongkok.
"Normalnya mereka hanya melihat 3 tikungan ke depan. Sedangkan aku, harus memacu diri untuk melihat 6.

"...Begitu."

"Sedangkan tempat kita jongkok ini."
Aina menoleh ke permukaan aspal di bawahnya.
"Adalah titik pengeremanku."

"Apa, itu tidak terlalu memaksakan diri?"

"Apa boleh buat."
Aina berdiri, dan berbalik menghadap Tohru.
"Sebagai pembalap perempuan satu-satunya, jika aku tidak memiliki kelebihan, apa aku bisa bersaing dengan para pria di sana."

Tohru, paham akan hal itu dengan baik. Berjuang sampai akhir itu, tidak ada bedanya antara lelaki, dan perempuan. Perlahan, dia bangkit berdiri. Hembusan angin menjelang senja di tengah musim panas, terasa jutaan kali lebih segar dari segelas soda dingin.

Menerbangkan helai lembut Aina dari balik punggung. Membenahinya, adalah pekerjaan biasa, karena perempuan itu hanya tinggal merapikannya dengan jari.

Tapi, bagi Tohru!

Efek itu terlalu dahsyat mendera. Lelaki itu benar-benar tak menyangka, gerakan seringan merapikan rambut, bisa mengubah arah mata angin. Berpusat pada salah satu istrinya, tepat dihadapan.

Strawberry MoonWhere stories live. Discover now