37. Batal Meeting

3 1 0
                                    

Berapakalipun dipikirkan, tetap saja sulit dimengerti. Kenapa beberapa orang lebih memilih menyimpan semua sendiri.

Tanpa ada niat dibagi.

Hal seperti itu yang terus-terusan memenuhi kepala Tohru.

"...Hei, Bro?"
Hingga sebuah suara, membuyarkannya.
"Halloo. Apa ada orang di sana?"

Dengan ucapan, serupa seseorang yang kehilangan ruh. Monoton, dan hambar.

"...Eh. Ah."
Terbata, Tohru menanggapi.
"Kita. Bicara tentang apa, tadi."

Meski samar, hela napas berat, tipis terdengar dari seberang.
"...Soal Role Model karakter. Kau yakin memilih yang ini."

Kesadaran dari lamunan belum terkumpul semua. Butuh beberapa saat bagi Tohru untuk memutar ulang semuanya.
"Iya. Tentu saja."

"Tapi. Tokoh pada game, adalah lelaki."
Nada peringatan serius, terdengar.
"Sedangkan role modelmu, semua...kau yakin mau Cross Gender. Apa, kau tahu kesulitannya?"

"Aku tahu."
Tohru, tampak memilih kata yang tepat.
"Karena itu, selama aku buat penyesuaian Cross Gender ini, kau menyiapkan beberapa Setting."

"Itu merepotkan."
Gerutuan yang malah membuat Tohru tertawa kecil. Menurut Sora, lelaki tersebut telah mengganggu zona nyamanya.
"Tak kukira, urusan Role Model sampai memakan waktu tiga bulan."

Tohru mengingat keterangan barusan. Proyek Coming Back ini sudah dibicarakan pertengahan musim semi yang lalu. Dia masih ingat, karena itu waktu yang sama, ketika Sirensoft memberi pengumuman publik. Mengundang jurnalis.

Sedangkan, sekarang sudah masuk akhir musim panas.

"Bagaimana, Sora. Kalau Briefing sudah jelas, kita akhiri saja. Terus terang, melakukannya lewat telepon membuat telingaku sakit."

Sora merasa. Ucapan barusan, seolah-olah dialah penjahatnya. Dia yang menelpon tadi. Lelaki itu bersuara.
"Enak saja, menyalahkanku. Siapa yang mangkir Meeting di tempat kerjaku. Kita satu tim, dua orang saja. Mesti solid."

"Iya. Iya."
Tohru memindah ponsel ke telinga yang lain. Panasnya sudah menjalar.
"Bukannya aku sudah memberi keterangan. Kenapa aku tidak bisa datang."

Sora mengingatnya, sangat. Bagaimana bisa lupa, ucapanya saja, baru beberapa menit yang lalu.
"...Semoga. Komisaris lekas sehat."

Pembicaraan telepon itu berlanjut beberapa saat. Saling lempar, dan balas kalimat. Menebar canda disela-selanya. Sora, yang bagai mahluk tanpa ruh. Tohru, biasanya penuh semangat, meski sekarang terasa separuh. Berusaha tetap tenang. Meski batas waktu rilis memburu.

"Kau, jaga kesehatan..."
Ponsel senyap sejenak. Seolah, ada ganjal di hati.
"Jangan salah sangka. Cukup komisaris. Jangan kau juga."

Ucapan terakhir, sebelum panggilan benar-benar diakhiri. Sora merujuk pada jatuh pingsannya Yukako. Karena Tohru membuatnya jadi alasan Meeting tatap muka batal.

Napas dalam, mengambil oksigen banyak-banyak Tohru lakukan setelah memasukkan ponsel dalam saku. Kesegaran udara tercampur pendingin ruangan menyejukkan rongga dada. Lumayan, untuk membuatnya rileks beberapa detik. Belakangan ini, banyak yang mengejarnya.

Dalam kondisi wajar saja, kegiatannya sudah padat. Sekarang, ditambah Yukako yang mesti dirawat di Rumah Sakit.

Tak terkatakan lagi!

Seperti sekarang. Lelaki itu harus mengganti peran perempuan itu, terutama pada Greenhouse ini.

Menebar pandangan berkeliling, ini tidak akan mudah selesai, jika Tohru tidak memetakannya. Yang pertama, pilih pekerjaan paling Urgent, atau yang paling mudah selesai. Itu yang Yukako sering utarakan.

Menimbang itu, Tohru segera melesat. Keluar lewat pintu samping, dan bergerak gesit menaiki Crane. Lantai dua tujuannya. Rumah kaca yang sesungguhnya. Ribuan Strawberry tertata rapi di dalamnya. Matahari sudah hampir 30 derajad, dan tanaman-tanaman perdu itu butuh sekali sentuhan. Meski seluruhnya, hampir, terganti dengan tehnologi, dan sensor. Tapi, untuk memastikan baiknya pertumbuhan, tangan manusia pemegang peran utama.

Barisnya sudah terlihat saat Crane merayap naik. Merah segar berhias bintik kuning, terbalut dedaunan hijau tua. Beberapa buah masih hijau, tapi tak banyak lagi. Sisanya masihh pucat kemerahan karena belum masak betul.

Bagai salam jumpa, beberapa rumpun bergoyang pelan saat Tohru membuka pintu, bergerak masuk. Andai bisa bicara, sepertinya, jajaran rapi ini, akan bertanya, kenapa cuma sendirian. Mana yang satu lagi.

Kembali tertusuk oleh hawa sejuk pendingin ruangan, Tohru melintasi ruangan, menuju salah satu sudut. Beberapa tombol pengatur, serta layar digital berderet di sana, lengkap dengan angka parameter, serta satuan-satuan berbagai simbol. Memastikan lagi, apa benar suhu ruangan berada di rentang 18 derajad - 24 derajad Celcius, atau tidak.

Perhatikan betul, jangan terlewat. Suhu adalah komponen penting, selain nutrisi, dan kelembaban, Toh Chan. Mereka akan Etiolasi, bila suhu naik. Selain kerdil bila suhu terlalu rendah. Itu yang kerap Yukako cecarkan pada mahasiswa rangkap suami itu.

Etiolasi, adalah perilaku tanaman yang tumbuh panjang, namun dengan batang yang sangat kurus. Meski banyak penyebabnya, tapi meningkatnya suhu juga salah satu faktor. Jutaan kali hal ini terputar dalam ingatan Tohru.

Yukako, tidak bisa dipungkiri, merupakan sosok yang ramah, dan menyenangkan. Semua orang senang berada di dekatnya, mendengarnya bicara. Sebagai seorang istri pun sama saja, sefing teler akibat kebanyakan sake, sulit bangun pagi, dan tak bisa memasak. Tidak bisa bersih-bersih, sebagai bonusnya. Mengingatkan Tohru pada pertemuan pertama mereka.

Sangat kacau!

Sepertinya, cukup. Itu yang Tohru rasa. Lelaki itu sempat melakukan beberapa penyiangan Stolon, dan tunas liar di Polibag. Keduanya kerap kali membuat tanaman induk tak berkutik, merebut unsur hara.

Sedikit bergeser ke belakang. Tangki penyimpan air menjulang tinggi menjulang, menantang langit. Berjarak terpisah, berada di luar Greenhouse. Tangga setapaknya hanya bisa diakses dari lantai dua ini.

Tohru memeriksa ketersediaan air, serta beberapa tetes Booster ditambah ke dalam. Juga, lagi-lagi, suhu.

Usahakan, sama dengan yang ada di dalam Greenhouse. Ingatan yang menari di pikiran Tohru, mengenang pesan Yukako.

Cukup dengan kegiatan di sini, lelaki itu turun ke lantai dasar. Suara dengung kasar, juga hentakkannya yang begitu kuat, menemani Tohru menghirup udara banyak-banyak. Melihat bayangan sendiri yang tidak panjang hlagi. Matahari merayap naik.

Tak ingin berlama-lama, Tohru bergerak cepat begitu kakinya menyentuh tanah. Masuk ke laboratorium, lagi. Bila lantai dua penuh dengan terpaan sinar matahari, berbanding terbalik dengan ruang ini. Hanya keremangan merambah tiap sudutnya.

Perlu usaha ekstra bila harus mencari sesuatu. Penglihatan saja tidak cukup. Meski meraba untuk beberapa hal.

Merambah ruang kultur jaringan. Bergerak ke samping, masuk ke ruang kawin silang, dan pembenihan. Dua tempat yang Yukako jaga benar keadaannya. Harus bersih hingga ke tingkat steril. Baju anti kuman, bahkan, harus dikenakan, bila masuk.

Terlalu kontras dengan satu ruang lagi di sebelah. Tempat tidur Yukako. Tiga botol sake berada di atas meja kecil salah satu tepian. Futon terlipat sembarangan di tengah ruang. Onggokkan yang malah memperburuk ruangan. Tapi, jauh lebih baik, ketimbang dulu, limabelas minuman alkohol itu berdesak memenuhi tempat ini. Berbagi dengan Yukako.

Waktu itu, bahkan sulit melintas tanpa menyandung. Salah satu pasti menggelinding. Bertabrakan dengan lainnya, serupa pin Bowling.

Tapi kini. Tohru leluasa lewat. Lelaki itu menggeser pintu lemari dalam ruangan yang sulit dipercaya keberadaannya. Menjadi satu dengan dinding kamar. Memasukkan Futon yang dia telah lipat rapi, sebelum mencari sesuatu, dan beranjak pergi. Tiga botol sake kosong ikut dibawa.

Di ruang tengah. Merangkap tempat kerja. Ruang terima tamu. Dan, semua kegiatan yang tak bisa disebut satu-satu. Tohru membuka ransel yang dia sandarkan pada salah satu kursi kerja. Mengisinya hingga permukaannya menggembung, sebelum dia panggul di bahu.

Sekali lagi, menatap berkeliling. Memastikan semua sudah tertata rapi. Paling tidak, ketika pandangan pertama, saat seseorang membuka pintu.

Strawberry MoonNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ