42. Buat Bahagia

6 2 0
                                    


Jika ingin ditodong pisau, ya silahkan saja. Sebagai artis papan atas, memang Hinako ramah pada semua orang, membawa aura ceria. Para kru syuting terkena imbas juga. Tapi, tak ada yang berani dekat-dekat lebih dari 1 meter. Semua pandangan iba seketika pada saat melirik Tohru berjarak kurang dari sejengkal di samping Hinako.

Bakal ada pertumpahan darah, pikir mereka.

"Baiklah~ aku siap."
Setelah memantaskan diri di depan cermin besar, berputar-putar puluhan kali. Hinako terlihat begitu berkilau.
"Ayo, Nii~San. Antarkan aku sampai panggung."

Tohru menghela napas. Akhirnya, setelah belasan baju dicoba, ada juga yang dipilih. Memakan waktu 30 menit, sampai-sampai Tohru terserang kantuknya lagi.
"...Baik."

Sorak, dan tepuk bersahutan, padahal jarak Hinako masih beberapa meter dari tempat acara. Memberi pesan pada Tohru yang mengekor di belakang tanpa suara, untuk menunggu, perempuan itu melangkah riang, tersenyum cerah.

Sangat berkilau.

Semirip sihir Medusa, kaki Tohru seketika membatu. Mengharuskan tatapannya terpapar semua gerak-gerik Hinako.

Tidak, tunggu. Ini bukan pertama kalinya.

Semua kesadaran ini mengantarkan pemahaman baru. Saat di paddock, dia hanya bisa melihat Aina membara di lintasan. Ketika di Square-Enix, lelaki itu hanya bisa memperhatikan Sumire yang dengan ketenangan tingkat tinggi memeriksa semua berkas, tanpa bisa membantu apapun.

Belum lagi tiap pagi. Saat datang ke kampus, Greenhouse Yukako, dosen wali itu sudah beraksi lebih dulu, tampak segar. Dan, saat ini. Hinako begitu bermandikan cahaya dalam siraman tepuk tangan. Berhasil merampungkan menu terakhirnya. Makuno Uci Bento Spesial.

Begitu berjarak. Mungkin, seumur hidup, Tohru tak mungkin sejajar dengan keempatnya. Terlalu absurd memang, jika alasan mereka mau menikahi Tohru hanya karena melanggar zona privasi, enggan keluar uang untuk melayangkan tuntutan lewat pengacara.

Mungkin, ada maksud di balik pernikahan, entah, serius, atau tidak ini. Yang jelas Tohru harus berbuat sesuatu untuk membuat istri-istrinya bahagia. Seperti saat ini, menghampiri Hinako yang sudah mengakhiri acaranya, dan pergi ke belakang venue.

Tanpa tunggu waktu lebih lama, Tohru bergegas.

...!?

Tapi, apa yang ada di belakang tempat acara, bukan sesuatu yang sedap di pandang. Berada di balik bilik yang cukup jauh dari pandangan orang selain Tohru, Hinako tampak begitu murka. Pisaunya sudah di udara, siap menikam. Hawa gelapnya, bahkan sudah menelan seorang pria baya di depannya. Siap membunuh.

...gawat!

Tohru melesat secepatnya. Menahan kedua lengan Hinako.

"Lepaskan aku, Nii~San."
Meronta. Tidak, Hinako berusaha menghempas.
"Biar kubunuh tua bangka mesum ini."

"Tung...tunggu, Umemura San."
Tohru mati-matian bertahan.
"Membunuh itu tindak kriminal kelas berat. Kuasai dirimu."

Genderang ditabuh bertalu-talu, menandakan Matsuri sedang melintas di depan Stasiun Kawaramachi. Begitu kuatnya, sampai-sampai irama jantung ikut berdentam terkena imbas. Semua orang berlarian ke dekat pintu keluar stasiun, benar-benar tak ingin melewatkan karnaval tahunan tiap musim panas di Kyoto. Mengabadikan lewat kamera.

Yang tersisa, cuma tiga orang saja.

"Minggir! Asal Nii~San tahu, pak tua ini mengajakku membuat konten dewasa, tahu."
Berhasil lepas dari cekalan, Hinako melompat ke udara dengan pisau terhunus.
"Demi kehormatan, dan cincin di jari manis ini, seorang predator berbulu kucing ini harus dilenyapkan."

Strawberry MoonWhere stories live. Discover now