18. Selimut Euforia

13 6 0
                                    

Jemarinya yang tersembunyi di balik punggung, saling remas. Telapak tangannya terasa basah. Jika dibandingkan, rasanya offer taking 10 pembalap, jauh lebih mudah, sungguh.

Bahkan, perempuan itu harus membuang muka saat bicara.
"Kau. Bantu aku."

Kejutan. Mata Tohru terbeliak. Itu kalimat sakral, jika menyangkut Aina. Mengingat sikap independen, dan sumbu kesabarannya yang mudah tersulut.

"....!! Tentu saja."
Senyum lelaki itu terkembang lebar. Kepalanya terangguk, cepat. Seluruh aliran darahnya berputar tanpa hambatan dalam selimut euforia. .
"Apa yang mesti aku lakukan?"

"Itu...."
Telunjuk Aina mengarah ke satu titik.
"Bisa kamu rapikan barang-barang yang ada di sana?"

Pandangan Tohru mengarah ke tempat yang sama. Seketika, gambaran sesungguhnya dari, kekacauan, tersaji langsung di depan mata.

Tohru sulit berkomentar. Beberapa butir keringat dingin mengalir di dahi. Ini lebih tepat dibilang, pindah rumah.
"Baik. Tentu saja."

Aina mengangguk, tanda puas pada diri sendiri. Meminta bantuan orang lain, adalah pencapaian terbesar dalam hidup. Perempuan itu tersenyum tanpa menunggu Tohru berbalik padanya.

"Aku, mempersiapkan diri dulu."
Aina berucap, dan menghilang di balik pintu kamar mandi.

Meninggalkan Tohru sendiri, yang tengah keras berpikir. Bagaimana caranya menata perlengkapan sebanyak ini, ke dalam koper-koper di sebelah sana.

Ingin sebenarnya membalas ucapan Aina, tapi tak sempat karena pintunya terlanjur tertutup.

Menghela napas panjang, perlahan Tohru meraih beberapa barang terdekat untuk diringkas.

Tempat baju, beberapa perlengkapan, serta pernak-pernik perempuan tersebar itu, adalah tempat pembaringan. Tepat di tengah ruangan, posisinya. Dengan sandaran merapat dinding. Dengan ukuran Double King Size, cukup mencengangkan bila tempat itu digunakan rebahan seorang saja.

Lebih mencengangkan lagi melihat tumpukan di atasnya. Tidak saja menutupi seluruh permukaan, tapi juga menggunung di beberapa sisi.

Seperti yang bisa diduga dari Racerwoman , seperti Aina. Pasti, tidak terlalu banyak menyimpan pernak-pernik feminim di kamarnya. Tidak ada boneka. Hanya dinding berwarna cerah, namun hampir tertutup sempurna oleh mural-mural karakter mobil lucu, dalam berbagai bentuk.

Perabot tempat ini juga sangat sedikit. Termasuk tempat tidur, semua hanya ada empat. Itu sudah termasuk lemari besar di sisi ranjang, dan satu benda besar lagi, di sisi lain. Meja rias ada di salah satu sisi. Menjadi titik tengah, antara dua pintu. Pintu masuk, dan kamar mandi.

Dua hal saja yang membuat Yamauchi Aina masih bisa disebut perempuan.

Pertama, parasnya yang cantik, plus rambut hingga menyentuh punggung, membuat bentuk kecantikannya bertambah berkali lipat.

Kedua, siapa yang bisa sangka bila kegiatan perempuan itu di kamar mandi bisa selama ini. Terbukti, Tohru sudah merapikan gunungan pakaian, menempatkannya dalam koper-koper besar, dan menyisakan sedikit. Tapi, Aina belum keluar dari kamar mandi.

Pintu terbuka, saat Tohru hendak merapikan tempat tidur. Lelaki itu awalnya hanya menoleh ringan ke sana, niatnya ingin menyapa.

Namun, matanya membeliak seketika, saat melihat tubuh Aina.

Kaki telanjang!

Melangkah keluar, sebelum diikuti oleh lainnya.

Napasnya tercekat. Seolah ada batu sebesar Kyoto Tower mengganjal tenggorokan

Strawberry MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang