46. Kekesalan Hati

4 1 0
                                    

Logam panjang berkilau mengiris udara kosong. Suara desingnya terdengar miris. Tohru, bukan pengecualian.

Meski begitu manis senyum perempuan di depannya, meski wajah lucu mirip kelinci bulan begitu pas jadi pusat perhatian, tapi sebuah pisau tajam di masing-masing tangannya memberi kesan berbahaya. Walau kedua unsur itu berpadu pas di dalam Hinako.

Basement Sirensoft terasa ricuh sore itu.

"...Nii~San."
Satu pisau Hinako hunuskan lagi di udara.
"Bagaimana bisa lupa memakan bento yang baru tadi pagi kubuat.~"

"...Eto, eh."
Keringat dingin mengalir di dahi Tohru.
"Kurosaka Sensei tadi memaksa bergeg...hiiiy!"

Satu tebasan mengarah ke leher Tohru. Suara udara tersayat kembali terdengar. Hinako tidak pernah ragu bila mengayunkan benda logam andalannya itu. Terlebih pada seseorang yang dia anggap bersalah.

Menghindar darinya, refleks tubuh Tohru mundur ke belakang. Sayangnya, punggung lelaki itu sudah menempel ke pintu lift khusus ke lantai 21, yang bertanda silang merah kusam besar.

Dari belakang Yukako terdengar berujar, hati-hati kalian berdua, dengan begitu santainya. Seolah-olah sabetan pisau Hinako berulang kali itu, tak bakal membuat luka serius.

Benar-benar tidak sadar bila dirinya, adalah penyebab semua ini. Berkali-kali tangan Yukako melambai-lambai tanda baik-baik saja.

"Belum lagi."
Hinako tak berhenti merangsek.
"Nii~San meninggalkan tiga kotak bento-ku di Rumah Sakit.~"

"Ta...tapi. Itu benar-bnar bukan kemauanku."

"Lalu, kemauan siapa. Nii~San mau menyalahkan salah satu istrimu?"

"Tidak. Bukan begi...hiiiy!"

Dengan senyum merekah, Hinako kembali memberi tebasan. Pun juga Yukako yang menarik dua sudut bibirnya. Seolah adegan serupa drama pembunuhan berencana ini, adalah hiburan bagi keduanya.

Padahal, nadi Tohru nyaris teriris. Andai di waktu yang sama bunyi denting lift tak terdengar.

Lelaki itu terjengkang ke belakang bersama pintu terbuka. Begitu juga dengan Hinako yang juga hilang keseimbangan, menubruk lelaki di depannya.

Suara berdebam dari dalam ruang persegi terdengar menggema.

Yukako dari kejauhan datang menghampiri. Sedangkan satu orang lagi, yang memang ada dalam lift, berdiri diam.

Menyaksikan Tohru mengerang tertindih, dan Hinako yang menggeliat di atasnya.

"Jika mau berhubungan intim, Aniki sebaiknya lakukan di kamar, bukan di sini."
Ucap perempuan berkacamata itu, dingin.

"Ah, Sumi."
Yukako menyapa sosok itu.
"Terima kasih mau turun. Yang tadi itu, hampir saja."

"Tak perlu terima kasih."
Sumire menoleh ke arah Yukako.
"Aku juga tak ingin jadi janda."

"Ara.~"
Yukako masuk ke dalam lift.
"Melihat penampilanmu, sepertinya kau tidak akan kemana-mana."

Sumire yang masih mengenakan gaun berenda berat khas abad pertengahan, memang tak akan pergi kemanapun.

Tidak menanggapi lagi ucapan Yukako, Sumire menutup lift, dan segera menjalankan naik ke lantai 21.

Yang Yukako tidak tahu adalah, Sumire memang tidak kemana-mana untuk berjaga-jaga kalau-kalau terjadi hal yang luar biasa terkait kepulangan Yukako ke Sirensoft.

Hinako mengamuk misalnya.

Dan, benar terjadi. Meski perempuan itu lampiaskan kekesalan hatinya pada Tohru.

Seiring naiknya benda persegi itu dengan tampilan dinding yang berubah-ubah animasinya, Hinako, dan Tohru bangkit. Sedangkan di tempatnya, Yukako menatap sendu pergantian karakter dinding.

Napasnya sempat terhenti sesaat ketika pintu terbuka. Animasi terakhir adalah karakter strawberry menari lucu. Hadiah terindah ketika 17 tahun usianya. 2 tahun sebelum ditinggal seorang diri.

Yukako yang sudah memantapkan hati mengubur semuanya bersama perginya dia dari Sirensoft, nyatanya dipaksa kembali lagi ke tempat ini oleh realita.

Hanya karena tidak ada kemampuan untuk hidup mandiri. Juga, seorang mahasiswa dari beasiswa yang dia beri rekomendasi.

Mahasiswa merangkap suami. Yang sebentar lagi bakal menjungkirbalikkan hidupnya. Setelah proyek comeback ini.

Lama terbawa suasana, Yukako melangkah keluar begitu saja. Sedangkan di depan, Sumire sudah menggandeng tangan Hinako, berjaga-jaga bila perempuan tersebut kalap lanjutan.

Tohru sendiri , menunggu Yukako.
"...Kurosaka Sensei. Apa baik-baik saja?"

"Eh, ah. Aku baik-baik saja."
Yukako berdengung sesaat. Seperti ingin mengungkapkan isi kepala.
"Mau sampai kapan aku Toh Chan panggil Kurosaka seperti itu?"

Tohru tak punya alasan bagus untuk menjawabnya. Tapi, lelaki itu percaya pada penglihatannya ketika menangkap, ada emosi lain dari senyum Yukako.

Naik ke lantai 22 dengan manual, keempatnya berpisah. Menemani Yukako ke kamarnya, Tohru membiarkan Hinako, dan Sumire berjalan ke ruang keluarga yang menjadi satu dengan dapur.

"...Kau tahu, Toh Chan."
Yukako berusaha memasukkan beberapa kode digit pada kunci elektronik pintu kamarnya.
"Aku sangat membenci nama Kurosaka itu."

"...Eh. Kenapa bisa?"

"Karena dari nama itu, banyak orang meninggalkan impiannya."
Bunyi berdenyut, tanda konfirmasi. Bersama Yukako yang membuka pintu, dan masuk.
"Termasuk aku."

Tohru sendiri tampak tak yakin. Dengan ucapan Yukako, serta ajakan untuk masuk, yang sedikit memaksa, dari dosen cantik itu. Tapi, percuma juga bereaksi, karena beberapa detik tanpa ada jawaban, Yukako menarik lengan Tohru ke dalam ruangan.

Tercengang luar biasa saat Tohru berada dibalik pintu berdesain karakter strawberry lucu di sana.

Benar-benar pecinta buah merah cerah dengan bintik-bintik kekuningan tersebut. Kertas dinding, jajaran sofa, dan kain tempat tidur Double King Size berbicara demikian. Pola-pola strawberry bertebaran di tiap sudut kamar.

Perihal kemewahan, tempat ini juga tak kalah dari peraduan Sumire.

Lampu gantung kristal yang aktif hanya dengan berucap, menyala, dari empunya juga, aroma terapi dalam kamar yang secara teratur menyemprot ke segala arah pengharum, yang lagi-lagi strawberry.

Jangan ditanya juga mengenai ukuran. Satu kamar ini kira-kira sama dengan luas bangunan rumahnya. Andai boleh jujur, setiap kali masuk ke kamar empat istrinya, Tohru tak habis dibuat tercengang. Kagum.

Entah dari luasnya yang luar biasa, fasilitas di dalamnya, interior yang mencerminkan pemiliknya, juga suasana hati ketika sudah masuk.

Seperti Yukako sekarang ini. Dari pantulan cahaya yang menerpa matanya, ada rasa rindu mendalam tercermin di sana.

Melihat itu semua, ada satu pertanyaan yang terasa begitu mengganjal benak Tohru. Alasan sekuat apa yang mendorong Yukako meninggalkan ini semua hanya untuk tidur beralas futon, berteman peralatan kultur jaringan, dan hanya bisa bercengkrama dengan ratusan benih strawberry di Greenhouse Kyodai.

Benar-benar membingungkan.

Yukako masih berjalan lurus setelah menyalakan lampu dengan sensor suara. Menghampiri tirai penutup di sisi terjauh ruangan.

Dengan perlahan menyibak seluruhnya, dinding kaca yang cukup tebal menahan terpaan angin di ketinggian, terpampang di sana.

Dari tempatnya berdiri, Tohru dapat menyaksikan gedung-gedung tinggi menyerupai Sirensoft, juga kuil-kuil yang tersebar di tiap penjuru sudut pandang.

Jingga semburat senja memberi temaram berbeda pada tiap benda yang tersiram cahayanya. Itu juga yang masuk ke dalam kamar ini.

Yukako berbalik.
"Selamat datang di kamarku, Toh Chan. Cari tempat duduk sesukamu."

"....."

Tohru tak mampu bersuara!

Strawberry MoonWhere stories live. Discover now