22. Diluar Orbit

3 2 0
                                    

You:

Sudah sampai?

Pesan yang Aina kirim ke nomor Tohru. Sudah beberapa menit, dan masih belum dibaca juga. Ini sudah beberapa kali, ketika perempuan itu memeriksa kembali ke dalam ponsel.

Sambil mengembalikan lagi benda berlayar sentuh ke dalam saku, Aina mendesah, berat. Harapannya terlalu tinggi pada Tohru. Bukannya belum dibaca, jadi jangan bermimpi akan mendapat balasan.

Dengan sedikit enggan, aina memasukkan sesuap nasi kari dalam mulut. Mengunyahnya juga terlihat malas-malasan. Padahal, itu cuma setengah takar dari daya angkut sendoknya.

Di mejanya, perempuan itu duduk sendiri. Sengaja memilih tempat di dekat jendela kaca dengan pemandangan menjelang malam di luar sana.

Matahari musim panas baru tenggelam, setengah jam sebelum makan malam. Itu yang mengubah keadaan menjadi gelap.

Seperti hidupnya yang juga gelap, tanpa satupun penerang. Sampai Aina berbicara dengan Tohru. Rasanya, cahaya itu ada. Penerang jalan itu benar-benar nyata.

Mengingat itu semua dalam diam, Aina mengaduk kembali nasi karinya, tanpa minat. Apalagi, harus memasukkan butir-butir kemerahan, yang basah karena kuah, dan beraroma rempah tajam itu ke dalam mulut. Aina bersumpah, dia bakal memilih langsung tidur saja, andai makanan dalam mangkuk itu tidak akan mengembalikan staminanya yang terkuras saat kualifikasi, siang tadi.

*Ting!

Suara yang perempuan itu harap bunyinya, beberapa dasawarsa, mungkin, akhirnya datang juga. Seperti tersengat listrik jutaan volt, Aina gelagapan. Secepat mungkin mengambil ponsel dalam saku, sesaat setelah melepas begitu saja sendok, dan garpu dalam cekalan.

Ketika notif yang muncul dari seseorang yang diharapkan, Aina segera, dengan telunjuk, membuka kunci layar.

Mizu Kun:

Baru saja sampai Sirensoft. Bagaimana dengan Yamauchi San sendiri?

Aina mendesah. Lagi-lagi, nama Yamauchi itu, yang muncul kembali. Meski, untuk hal tersebut, dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Bukankah sejak awal, Yamauchi memang nama keluarganya.

Dan, dia sedang malas membuatnya panjang.

You:

Sedang makan malam, rencananya mau langsung tidur setelah ini.

Mizu Kun:
Eh. Apa tidak masalah langsung tidur habis makan?

You:
MAKSUDMU. AKU BISA GENDUT!!!?

Mizu Kun:
Ano. Bukan itu maksudku. Paling tidak, apa perut Yamauchi San, baik-baik saja, bila langsung tidur?

You:
Tentu saja, kau pikir siapa aku. Sudah, chat denganmu malah membuat perutku sakit saja. Aku mau tidur sekarang.

Bukan!

Bukan ini sebenarnya, chat yang Aina ingin akhiri. Tapi, entah kenapa, jarinya seperti punya otak sendiri. Menekan keyboard virtual itu, begitu saja.

Meski, obrolan singkat itu, berhasil memperbaiki suasana hatinya. Sejak Tohru pamit hendak pulang, sepertinya.

Begini juga sudah cukup, sepertinya. Pikirnya.

Dengan dua sudut bibir tertarik tipis, Aina menenggak minumannya. Itu, Lemon Honey tanpa gula, persis seperti semangkuk nasi kari tanpa garam tersebut. Bedanya, yang ini lebih manis. Semanis senyum simpul perempuan itu, ketika harus ingat, andai dia punya nyali untuk memanggil langsung lelaki itu, dengan Mizu Kun.

Memikirkannya, Aina beranjak dari tempatnya duduk.

"Eh, Aina. Mau kemana?"
Seseorang, menyapa saat Aina melangkah pergi.

Strawberry MoonWhere stories live. Discover now