57. Kejutan Aneh

2 0 0
                                    

Sedikit lagi kemerahan di langit barat akan menghilang. Setidaknya dalam 2 jam kedepan, prediksi Sumire. Setelah tangan kirinya menarik tuas rem tangan, mesin kendaraan dia matikan. Suara mesin petunjuk arah, yang intonasi katanya sedatar Sadako tertelan penghapus, sempat terdengar sayup saat pintu ditutup.

Berjalan setelah bunyi tit-tut, sang akuntan publik meninggalkan mobil sport hitam kesayangannya, menuju pintu kedatangan.

Bila tidak ada keterlambatan, harusnya penerbangan dari Philip Island, Australia, tiba saat ini.

Pemberitahuan-pemberitahuan mulai bermain di telinga Sumire bersama langkah pertamanya memasuki Bandara Haneda. Andai mau dicari nilai lebihnya, paling tidak pembaca pengumumannya masih manusia-manusia saja, tidak seperti mesin GPS mobilnya.

Kalau banyaknya lalu lalang manusia, secara tempat ini bandara terbesar nomer dua setelah Narita, itu tak bisa dihindari. Termasuk tidak bisa dihindari, butuh puluhan kali reinkarnasi, bila cuma menemukan satu orang ditengah lautan jutaan manusia seperti ini.

Mempertimbangkan itu semua, Sumire menemukan cara tercerdasnya. Mengunjungi pusat informasi, sebut saja.

Masalahnya, bukan ada pada menemukan tempat itu, karena ada text digital berjalan ukuran besar sebagai petunjuk arah, melainkan menjangkau tempat tersebut masalahnya.

Kepadatan pengunjung benar-benar sulit disibak. Memaksa Sumire super hati-hati menghindari pijakan kaki, atau jalur troli.

Karena, biarpun berhasil menghindari keranjang dorong tersebut, benda itu malah melindas kaki seseorang. Oleng, terguling, dan memaksa tumpukan koper yang dibawa, berhambur. Koper paling atas hilang keseimbangan, sebelum melorot bebas.

Sumire tak menyadari jatuhnya karena bergegas melintas, biarpun nyaris menimpa kepala.

Hanya saja, imbasnya tak berhenti. Koper itu menghantam kaki pria di belakang Sumire. Jeritannya tersamar gedebum koper lain yang berhasil menghantam kepala orang lainnya. Mendadak kericuhan terjadi.

Sedangkan Sumire, melihat tujuannya terlihat, kakinya menapak ke arah sana.

"Kamu,"
Seorang gadis bicara.
"Kenapa bisa ada di sini?"

Sumire sudah bersiap mendengar ucapan ketus seperti ini begitu mendekati pusat informasi, dan menemukan sesosok perempuan, yang membuka ucapannya lebih dulu.

Sumire tidak langsung menjawab. Dilihatnya penuh seksama, dari kaki sampai kepala yang membuat pihak lain pasti risih.

Puas dengan itu, Sumire mulai bersuara.
"Seingatku, Yamauchi Aina. Bandara itu fasilitas publik, dan semua orang boleh saja berkunjung, tak terkecuali aku."

"Pernyataanmu itu, nenek-nenek bongkok juga tahu,"
Aina mengerutkan dahi mendengar pertanyaannya dikembalikan dengan tajam.
"Kau bisa saja langsung menuju pintu keberangkatan, dan bukan malah mengunjungi pusat informasi. Eh, tapi tunggu. Jangan-jangan, sejak awal, tujuanmu memang kemari."

"Tentu saja. Kepentinganku memang bukan untuk pergi ke suatu tempat. Melainkan menjemput perempuan pertama yang jadi juara dunia formula satu, empat kali berturut-turut."

"Kenapa, se-sebentar. Tunggu dulu, biarkan aku mencerna sesuatu. Jika kau ada di sini, menjemputku, itu berarti, orang itu, punya urusan lain?"

"Punya urusan lain, kurasa kurang tepat disebut begitu,"
Sumire sedikit memiringkan kepala.
"Akan lebih pas dikatakan, orang itu, sudah tak punya urusan lagi dengan kita."

"Maksudmu!?"
Aina maju selangkah benar-benar terlihat ingin mencekik orang lewat, biarpun cuma berakhir dengan cecaran.

"Kamu, tahu maksudku."

Strawberry MoonOnde histórias criam vida. Descubra agora