14. Gagal Fokus

10 7 0
                                    


"Menurut prakiraan cuaca hari ini, siang akan sangat terik. Sekitar 38 derajad Celcius."
Yukako menerangkan.

Tohru mengangguk di tempatnya.
"Bila nanti suhu harus diturunkan hingga 20 derajad. Itu berarti pendingin ruangan dalam Greenhouse harus bekerja keras."

"Betul. Tapi, bukan itu tantangan terbesarnya."

"...!?"

Yukako berhenti. Dari pandangannya semula yang menatap ke dalam rumah kaca. Dia alihkan melihat hamparan strawberry di luar ruang.

Dalam Polibag-Polibag kecil, tertata rapi tanaman-tanaman perdu tersebut. Paduannya sangat kontras dengan warna hijau dari daun, serta merah dari buahnya.

Berbeda dengan pandangan penuh keyakinan saat melihat jajaran strawberry di dalam rumah kaca. Tatapan Profesor cantik itu sedikit ragu melihat tanaman buah tersebut di luar ruang.

"Untuk luar ruang, suhu itu terlalu tinggi. Selain tanaman akan cepat dehidrasi, kelembaban udara pasti akan menurun cepat."

"...!? Bukannya sudah ada Spray untuk pengembunan. Juga Termostat sebagai saklar otomatis."

Yukako berpaling ke arah Tohru. Menatap bergantian ke kedalaman mata hitam lelaki itu. Sebelum menggeleng.
"Tidak. Toh Chan."

"Itu belum cukup."
Imbuhnya.
"Daun akan segera menguning, jika terpapar UV kelewat lama. Pendinginan yang dilakukan, juga bukannya tanpa resiko. Penurunan dari 38 ke 20 itu terlalu ekstrim. Jika kurang beruntung daging buah akan cepat membusuk, tanaman juga akan mengalami stress. Ah. Harusnya aku menyilangkannya dengan varietas tropis yang tahan panas juga."

"Kurosaka. Sensei. Jangan terlalu keras pada diri sendiri. Kumohon."

Mendengar ucapan itu, Yukako berbalik. Dengan langkah setenang mungkin dia berjalan mendekat.

Senyum manisnya terkembang saat jemari lentiknya mengelus pipi Tohru.
"Terima kasih. Telah mencemaskanku. Toh Chan."

"...."

"Kalau saja di sini sepi. Aku pasti sudah menciumu."

"...eeh. Sen...Sensei!"
Tohru berdiri kaku.

Yukako meninggalkan lelaki itu begitu saja. Dengan senyum, dan perasaan senang yang tidak dibuat-buat, perempuan tersebut membuka pintu. Masuk kembali ke dalam rumah kaca.

"Hei. Yuka!"
Seseorang bersuara keras.
"Sudah kau apakan Si Mizutani itu?"

"Eh...ah. Aina. Umm...apa kau bilang sesuatu, tadi?"
Yukako terlihat gagal fokus.

Bicaranya gelagapan. Semua malah membuat Aina semakin curiga.

Jarak dengan perempuan itu yang awalnya beberapa meter. Sekarang kian dekat. Aina mendekat dengan tangan bersedekap.

Dengan mata memicing, dia berjalan mengelilingi Yukako.
"Kau. Benar-benar mencurigakan."

"Ap...apa maksudmu. Aina?"

Perempuan tersebut berhenti tepat di depan Yukako. Setelahnya, wajahnya condong ke depan.

Sambil berbisik.
"Aku tadi bertanya. Sudah kau apakan Si Mizutani itu?"

"...itu."

Aina berdiri tegak kembali. Setelah napasnya terhela keras, perempuan itu mendongak, lalu membuang muka, sebelum menggeleng tak percaya.

Setelahnya, dia meraih bahu Yukako, memutarnya. Untuk ditunjukkan pada sesuatu.
"Lihat itu. Orang itu masih berdiri di sana dengan muka merah. Dan, senyum-senyum sendiri setelah kau masuk kemari."

Strawberry MoonWhere stories live. Discover now