55. Meremas Cemas

6 0 0
                                    

Hinako kehilangan kata!!

Setelah beberapa saat terdiam kaku di tempat, setelah mengamgil beberapa tarik napas untuk menenangkan diri, Sang Cook Artisan membuka suara.
"Yuka Ne~Chan, setahuku, minuman hangat bakal sulit dibuat dalam dapur penuh asap seperti ini."

"So-soal itu, sepertinya memang begitu."
Yukako memberi tanggapan dengan suara lirih. Pandangannya terus mengarah ke bawah, termasuk kedua jemarinya yang saling meremas cemas.

Yah, apapun yang akan dibuat, tidak akan tahu persis jika tidak diperiksa. Atas dasar pemikiran itu, Hinako melangkah masuk dapur yang mulai tipis kepulan asapnya, sambil sesekali mengibas-ngibaskan tangan.

"E-eh, Hina Chan, jangan masuk ke sana. Asap di dalam itu berbahaya, tahu."

"Iya, iya, enggak perlu secemas itu. Lagian, ya, asap, dan dapur itu makananku sehari-hari. Ada yang lebih parah dari ini, waktu aku memperagakan hidangan tradisional shinobi di Desa Konoha, dengan tungku kayu."

"Apapun itu, yang jelas asap berbahaya bagi paru-paru. Jadi, hati-hati."

Disertai kalimat seperti itu, Hinako masuk lebih dalam. Padahhal sudah tahu bahayanya asap untuk kesehatan, tapi siapa coba yang terus memaksakan diri membuat minuman hangat, biarpun dapur sudah meledak penuh asap. Beruntung penghisap udara pada fentilasi bekerja baik. Mengurangi ketebalan asap dengan cepat.

Mungkin ini merupakan mekanisme dasar menghadapi kecelakaan, sebelum tak terkendali hingga pemadam otomatis aktif. Yah, namanya juga laboratorium, tempat yang akrab dengan kecelakaan.

"Yuka Ne~Chan."

Panggil Hinako. Gadis itu sudah beberapa langkah masuk lebih dalam. Sempat melihat sekeliling sebelum mendekati salah satu dinding. Yukako yang berada dua langkah dibelakangnya menyahut.

"Iya, ada apa?"

"Bagaimana bisa garpu sampai menancap begitu dalam di sini. Di sana juga,"
Hinako berbalik, dan menunjuk salah satu meja.
"Sejak kapan mengaduk minuman dalam cangkir pakai pisau roti?"

"Itu, sepertinya terlempar karena efek ledakan, sedangkan yang di sana,"
Setelah mengaraghkan pandangan pada dinding, Yukako beralih melihat meja.
"Masih ada beberapa krim strawberry tertinggal di pisau itu. Karena sepertinya cukup enak mencampurnya dengan secangkir teh, maka benda itu kugunakan untuk mengaduk."

"Jika benar kayak begitu, aku punya saran yang lebih baik. Kenapa, enggak, pisau itu direbus bersama air tehnya juga."

Hinako sebenarnya tergoda untuk membentur-benturkan kepala di dinding terdekat, walaupun yang keluar dari bibirnya ungkapan kekesalan. Sedangkan di sisi lain, Yukako menanggapi sembari menepuk telapak tangannya sendiri, seolah mendapat pencerahan.

"Ah, benar juga. Ternyata ada yang seperti itu. Hina Chan, terima kasih masukannya."

Keseimbangan Hinako oleng, dan nyaris terjengkang. Mati-matian gadis itu menata pijakannya kembali. Membicarakan Yukako, dan dapur, memang seperti inilah seharusnya yang terjadi. Perihal masak-memasak, kemampuan profesor cantik itu benar-benar buruk dalam hal itu.

"Yuka Nee~Chan, ada baiknya kamu tunggu di ruang lain saja. Soal dapur, dan minuman hangatnya, biar kubuatkan."

"Eeh, kenapa begiyu. Bukannya aku, setidak-tidaknya, bisa membantu sedikit."

Yukako berucap dengan tatapan, merasa tak bersalah, sampai-sampai Hinako menaruh iba. Tapi, merasa rasa ibanya salah tempat, setelah menggeleng-gelengkan kepala, Hinako bersuara.

"Enggak. Maksudku, seperti halnya Yuka Nee~Chan yang ahli di bidang strawberry, perihal urusan dapur serahkan padaku sebagai ahli."

Tidak kurang dari limabelas menit....

Strawberry MoonDonde viven las historias. Descúbrelo ahora