16. Anjing Galak

8 6 0
                                    

Sejak saat itu, hari-hari Tohru terasa sangat beragam. Itu jika tidak ingin disebut kacau.

Dimulai dari pagi yang sudah harus menyerahkan laporan uji permainan. Membersihkan lantai dasar, 21 dan 22. Karena hanya lantai itu yang ada penghuninya, selain basement. Lalu pergi ke kampus. Ketika senja menjelang, lelaki itu akan memulai pekerjaannya sebagai Security, dan Game tester secara bersamaan.

Belum termasuk, permintaan dibelikan ini-itu. Pergi kesana-kemari. Bahkan, sesederhana mengantar dokumen yang ketinggalan.

Pagi ini, sama saja. Tohru pertama-tama harus mampir dulu ke lobby.

"Sora, masih ada di kantornya?"

Hanya untuk bertanya pada Resepsionis San.

"3 hari ini Sora belum pulang. Mungkin belum tidur juga, selama itu. Kau, langsung naik saja."

Mata Resepsionis San memicing tajam. Tatapannya tajam ke arah sosok di depannya. Mulanya terlihat meneliti, sebelum berdecak kesal.

Dengan kasar disambarnya benda silindris di atas meja. Pandangannya tertuju pada cermin kecil di tangan yang lain, tanpa berpaling sekalipun, termasuk Tohru. Sebelum dia memuntir benda silindris itu, mengeluarkan ujung lipstick merah menyala, sebelum digoreskan pada bibirnya sendiri.

"Ok. Aku naik saja."
Tohru tersenyum lebar.

Yang sudah pasti akan diabaikan !

Lebih baik saat ini, Tohru menyebrang atrium, menekan tombol lift, sebelum bergerak ke atas. Tidak mudah berjalan di lobby, mengingat luasnya saja yang seukuran 2 Lapangan Rugby.

Bayangkan saja, berapa kalori yang harus dia bakar saat membersihkan lantai ini, tiap hari.

Tohru masuk ke lift tak lama setelah tombol naik ditekan. Jemarinya jatuh pada tombol lantai 20 saat sudah berdiri di dalamnya. Tohru dapat melihat bayangannya sendiri lewat logam-logam pelapis, saat bilik persegi itu merayap naik.

Hari ini sudah terhitung satu pekan dia pulang dari Nakaoyama. Juga, waktu yang sama menguji game ini. Tohru sudah menyimpan hasil uji permainan pada flashdisk. Jadi saat lift berdenting, dan pintunya terbuka, langsung saja lelaki tersebut bergerak keluar.

Berjalan beberapa langkah, dan Tohru sudah berhadapan dengan pintu kaca buram dengan tulisan, awas ada anjing galak.

Namun, bagi Tohru, itu cuma tulisan kosong tanpa makna. Bahkan pria itu langsung masuk begitu saja, tanpa mengetuk lebih dulu. Percuma saja, karena kaca tidak terlalu nyaring bunyinya saat diketuk.

"Yo. Bro!"
Seseorang di dalam meluangkan waktu untuk bersuara.

Menyapa lebih dulu, padahal dia pemilik tunggal tempat kerja ini. Tapi, lelaki itu masih ada waktu untuk mengangkat pandangan, beralih dari layar-layar komputer super besar yang ada di depannya.

"Selamat pagi."
Tohru membalas sapaan.

Benar kata Resepsionis San, Sora belum tidur. Itu tercermin jelas dari wajahnya yang kusut, dan mata yang merah. Kantung mata yang kian hitam, dan baju yang sama sejak kemarin, memperkuat dugaan itu. Bahkan, Tohru ragu, apakah Sora beranjak dari tempat duduknya, hanya sekedar cari makan, atau mencuci muka.

Sora menyingkir dari layar-layar itu, dan lebih memilih bergabung dengan Tohru yang sudah memilih tempat duduk.
"Bagaimana, perkembangannya?"

"Tidak terlalu baik, kurasa."
Tohru menyerahkan flashdisk.
"Ini laporanku."

"Baik, akan kuperiksa."
Sora berbalik setelah mengangguk.

"Tidak perlu diperiksa."
Sergah Tohru, cepat.
"Hasilnya bakal sama seperti kemarin."

Bergantian Sora melihat flashdisk dalam genggaman, dan Tohru, yang Sora baru sadar, tidak menampilkan senyum lebar biasanya, sejak masuk tadi.

Seketika, ruangan memasuki mode serius. Karena Tohru jarang sekali bersikap demikian, jika tak ada hal genting. Tidak mau menerka berlebih, Sora memilih duduk.

"Jadi, sekarang. Apa?"
Sora menatap serius.

Dengan sayu, dan kantung mata menggantung. Meski kulitnya coklat, khas orang selatan, tetap saja tidak menyamarkan hal itu.

Tohru menghela napas, berat. Matanya berkeliling. Seolah mencari jawaban di antara dinding-dinding kaca buram ruangan ini. Atau, deretan meja kerja kosong, serta layar-layar komputer Sora di sana.

Tidak pernah Tohru berada pada titik sepelik ini. Sampai-sampai, lelaki itu harus tertunduk setelahnya. Menguji game, tidak pernah dia rasakan sesulit ini, sungguh.

"Apa. Kau masih percaya, padaku?"
Tohru mengangkat kepala.

Dia menatap langsung binar sayu Sora.

Mungkin tidak sopan, menjawab pertanyaan, dengan pertanyaan. Tapi, cuma hal itu yang akan menjadi dasar, perkataannya selanjutnya.

Dengan dahi kian berkerut, Sora mengangguk.
"Tentu saja. Kenapa harus ditanya lagi?"

Menjalani kepercayaan itu berat. Sora tahu itu. Bukan hanya Sora. Semua orang yang percaya Sirensoft bakal bangkit, juga percaya. Termasuk Direksi, dan Komisaris. Bahwa Tohru mampu menjadi penjaga gawang terakhir, kualitas game Sirensoft.

"Baik."
Tohru mulai menata ucapannya.
"Terus terang saja, seperti sebelumnya, aku meminta perubahan konsep."

"Sayangnya. Aku juga masih menolak. Ini soal filosofi Sirensoft...."

"...Kau masih bicara seperti itu, pada keadaan serumit ini!"

Semua terdiam, setelah sergahan tegas Tohru. Semua pihak berada pada zona canggung.

Keduanya menunggu pihak lain yang meneruskan percakapan ini.

Terus terang saja, ini tidak semudah chatting saat mereka bermain game online. Suasana, nuansa, dan tekanannya sangat berbeda.

"Mungkin salahku, tidak mendengar penjelasanmu dulu."
Sora memecah kesunyian.
"Bisa aku dengar detail konsepmu."

Hati Tohru sedikit lega saat mendengar.
"Yang pertama, soal pemilihan genre. Haruskah memilih RPG dengan grafik super mewah, atau bisa pilih lainnya."

"....."

"Terus terang saja, aku keberatan."

"Karena sumber daya, dan sarana kita terbatas. Iya, kan?"

Sora menimpali.

"Itu benar."
Tohru mengangguk-angguk.
"Jalan cerita yang panjang, juga database besar untuk nama-nama Item. Itu belum termasuk tampilan jendela status, serta statistik. Satu hal lagi, kenapa harus menggunakan konsol. Tidak bisakah memakai Platform lain?

"... Soal itu, lebih karena konsep game RPG yang biasa publish di console."
Sora yang mencoba menebak arah pembicaraan.
"Untuk beberapa alasan. Memang, Engine pada Console cukup rumit."

Ya, Sora sangat paham hal itu. Game Engine adalah perangkat lunak yang memungkinkan game dapat digerakkan pada sebuah platform. Juga menentukan kualitas Gameplay, grafik, suara, serta faktor pendukung lainnya.

Terlebih, untuk menjalankan Sirensoft yang sudah lama tidak membuat game, mereka menutupi semua biaya operasional perusahaan menggunakan hasil penjualan Engine.

Jangan ditanya, siapa pembuat Engine-nya.

Sora, tentu saja.

"Benar. Kata kuncinya adalah rumit. Dan, pasti memakan waktu. Itu yang jadi pertimbanganku. Jika benar kita akan demo di Tokyo Game Show, musim dingin nanti."
Jemari Tohru saling bertaut.

Di ruangan ini, baik Tohru, dan Sora duduk saling berhadapan. Batas keduanya adalah sebuah meja kerja kosong, tak bertuan.

Pilihan yang acak, karena banyak yang seperti itu di sini. Tohru memilih yang terdekat saja.

Dengan pembicaraan semacam ini, sudah tentu suhu keduanya bakal tinggi. Walau pendingin ruangan ini, bekerja dengan baik.

Strawberry MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang