Prolog

819 43 12
                                    

Beberapa orang mengatakan bahwa karma itu nyata, baik maupun buruk. Beberapa orangnya lagi mengatakan bahwa hal semacam itu hanyalah omong kosong semata. Sama seperti sebagian orang percaya bahwa semesta ini melihat dan mendengarkan, sebagiannya lagi mengatakan itu mustahil. Perspektif tentang bagaimana dunia ini bekerja selalu ada lebih dari satu, dan untuk tiap-tiap kepercayaan itu ada alasan yang mendasarinya masing-masing.

Off Jumpol Adulkittiporn adalah satu dari sekian banyak orang yang percaya pada karma, dan ia lebih dari tahu bahwa dalam waktu dekat, hal itu akan segera tiba baginya. Lalu, bumi akan jungkir balik, mengangkat dan menghempaskannya ke tanah, mengubahnya menjadi serakan-serakan berjejak, bagai dosa tak terampuni yang sangsi untuk disentuh, apalagi digenggam.

Ketika kesadaran akan hal itu melayang-layang bagai roh di kepalanya, di sinilah ia akan berlari. Di sebuah bar, mencoba meredam semua isi kepalanya dengan gemah musik yang hiruk pikuk, juga wiski yang muluk menghangatkan tenggorokan hingga dadanya.

Oh, pria yang akrab disapa Off itu tidak takut pada karmanya, percayalah, ia menghabiskan waktu memperhitungkan segalanya, bersiap diri dalam keyakinan bahwa tak ada yang lebih tahu dari dirinya sendiri bahwa ia layak mendapatkan semuanya itu. Doa-doanya adalah sama, agar hal itu segera terjadi, sehingga segala sesuatu akan selesai baginya.

Namun, ternyata pemilik semesta ini masih ingin berlama-lama menyiksanya, dan ia perlu menunggu lebih lama dalam siksaan itu. Jadi, jangan bertanya seperti apa neraka kepada Off, sebab pria yang sebentar lagi berusia 32 tahun itu tahu persis jawabannya.

Hidupnya adalah neraka nyata.

"Apa yang membuat seorang Off Jumpol Adulkittiporn murung?"

Pertanyaan itu diajukan dalam nada merayu, sehingga siapa pun juga dapat mengetahui niat hati si yang bertanya. Wanita berambut pendek sebahu, dengan dress hitam berpadu sedikit torehan-torehan silver yang menyala di bawah gemerlap lampu bar itu menghampiri Off, tanpa permisi menjatuhkan bokongnya di sebelah pria yang memang sedang murung itu.

"Mau aku temani?"

Off meneguk sisa wiski di gelasnya, kemudian menoleh, memberi senyuman licik dan picik. "Kau tidak tahu apa yang kau lakukan."

Wanita itu menatap dengan tatapan menantang, bibirnya sengaja dia tekuk ke dalam. "Aku jelas tahu, Tampan."

Begitulah percakapan singkat tersebut menjadi awal dari sesuatu yang akan memberi keuntungan bagi keduanya. Mereka jelas tidak peduli dengan manusia lain di bar itu, pun manusia-manusia itu juga tidak peduli. Tujuan utama orang-orang ke bar adalah untuk mencari kesenangan, dan tempat yang tak pernah diam itu menjanjikan kesenangan dalam berbagai cara.

Musik-musik yang mengguncang jiwa, pria-pria tampan dan wanita-wanita cantik yang memanjakan indra penglihat, berbagai jenis minuman yang ajaib akan menerbangkan segala penat, dan tentu saja, seperti apa yang sedang terjadi di salah satu kamar VIP bar tersebut saat ini... seks.

Jangan terkejut, beginilah Off hidup, lebih tepatnya beginilah jenis kehidupan yang dipilihnya untuk ia jalani. Dikarenakan pemilik semesta mengambil terlalu banyak waktu sebelum sungguh-sungguh menghancurkan hidupnya, pria itu berpikir tak ada salahnya untuk berkontribusi, jadi ia memutuskan untuk perlahan-lahan menghancurkan hidupnya sendiri.

Orang lain jika tahu hidupnya tak akan lama lagi berakhir, memiliki kecenderungan memanfaatkan waktu untuk berbuat kebajikan, dalam upaya-upaya untuk mendapat kesempatan ditempatkan di tempat yang mereka sebut surga. Namun, bagi Off, jangankan berangan-angan untuk ditempatkan di surga, menyebut tempat itu saja dirinya tak merasa layak. Mulutnya seakan-akan mampu menajiskan tempat suci itu.

Pria tak punya hati tak layak menyebut-nyebut rumah bagi orang berhati baik.

"Kita akan bertemu lagi, kan?"

The Love of A Heartless ManWhere stories live. Discover now