The Man Who Sold The World 16/2

180 23 4
                                    

Off sedang membaca buku dengan duduk berpangku kaki pada sofa saat Gun masuk dengan raut tenang yang dipaksakan. Dokter Lucky mengingatkan dirinya untuk tidak bersimpati, sebab itu akan menyulitkannya untuk membantu Off.

"Off..."

Seperti biasa, Off langsung menghentikan segala aktivitasnya jika Gun sudah memanggil. "Yes, Love... lama sekali, aku jadi khawatir."

Gun berjalan mendekat. "Aku baik-baik saja, jangan khawatir."

"Aku lega mendengarnya... Tay dan New di mana?"

"Mereka mendadak ada urusan, mereka titip permintaan maaf jadi tidak bisa mengunjungimu," bohong Gun, dia meminta mereka untuk pulang, Arm juga begitu.

Off mengangguk paham. "Tak masalah," katanya.

Gun mengabaikan kenyataan bahwa ada CCTV di kamar rawat Off, bahkan jika perawat atau petugas tidak melaksanakan apa kata dokter Lucky tadi, dan tetap mengawasi kamar itu, dia tidak peduli. Dia kian melangkah mendekati kekasihnya, kemudian duduk di atas pangkuannya.

"Precious, ada—"

"Aku mengantuk." Gun memeluk pinggang Off, bersangga kepala pada bahu kekasihnya. "Aku mau tidur dalam pelukanmu malam ini... setiap malam, selamanya."

Off tersenyum. "Sudah mengantuk saja? Tidak jadi menonton film malam ini?" tanyanya sembari melingkari pinggang Gun menggunakan tangan.

"Tidak jadi."

"Ya sudah... tidak mau ke tempat tidur saja?"

Gun menggeleng. "Kenapa? Kau tidak mau memeluk aku?"

Kekehan lembut Off terdengar. "Kau tahu bukan itu maksudku. Aku hanya menyarankan agar kau bisa tidur dengan nyaman, Hope," tuturnya.

"Di pelukanmu lebih nyaman."

"Baiklah kalau begitu, biar kupeluk kau sepanjang malam." Off menepuk-nepuk pundak Gun dengan lembut.

Gun menguatkan dirinya untuk tidak terbawa perasaan. "Off sayang..."

"Yes, Brain?"

"Aku sangat mencintaimu."

Off selalu menyukai kalimat itu keluar dari mulut Gun, membuatnya tak bisa menahan senyum. "Aku tak pernah meragukannya."

Gun mengecup garis rahang Off. "Setelah kita menikah, kita akan tinggal di El Chaltén, kan?" Jawabannya sudah ada.

"Iya, Precious."

"Kenapa El Chaltén?"

Off mengusap-usap punggung Gun dengan ibu jarinya. "Kau pernah mengatakan bahwa salah satu mimpimu adalah tinggal di suatu pedesaan yang tenang dengan pemandangan alam menakjubkan di sekitarnya, kan?"

"Kau ingat?"

"Tentu saja, Love."

Gun tersenyum, menyesap sebentar aroma tubuh kekasihnya. "Apakah El Chaltén seperti itu?"

"Persis," jawab Off. "Nanti kalau ternyata tidak sesuai keinginanmu, kita bisa pindah lagi kemari, atau kita bisa ke pedesaan di Swiss," lanjutnya memberi opsi lain.

"Ke mana saja, asal denganmu."

"Baiklah... tidak mau mandi atau mungkin sikat gigi terlebih dahulu sebelum tidur?" Off bertanya karena nafas Gun mulai teratur, suaranya juga sudah sayup-sayup.

Gun mengangguk-angguk. "Mau, tetapi aku tidak punya tenaga lagi." Karena usapan Off pada punggungnya memberi efek kantuk luar biasa.

Berikutnya, yang dilakukan Off adalah berdiri dengan masih memangku Gun, cekatan menempatkan tangan pada bawah paha kekasihnya. Gun beralih memeluk leher Off, tidak berkehendak turun.

The Love of A Heartless ManHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin